Suara tangisan kencang memenuhi kediaman Kim saat matahari bahkan belum menampakkan diri. Jungkook meraung memanggil nama sang kakak tiada henti, hingga membuat hampir semua penghuni rumah terbangun seketika.
Jimin yang dipenuhi kecemasan segera berlari melewati ruang tengah untuk menghampiri sang adik, dilihatnya Jungkook berdiri tak jauh dari pintu kamar Seokjin.
Kedua tangan mungil adiknya itu berusaha menghapus air mata yang terus mengalir di pipi, badannya bergetar dengan kepala yang terangkat berkali-kali karena napasnya tersendat isakan juga cegukan yang hebat. Melihat Jimin ada di hadapannya, Jungkook langsung meraih tubuh sang kakak lantas menangis lebih keras lagi.
"Hyung ke mana? Kok Kookie ditinggal? Kookie salah apa? Jangan tinggalin Kookie. Jangan pergi."
Rasa sesak memenuhi hati Jimin mendengar semua pertanyaan itu. Ini pertama kalinya mereka tidak tidur bersama, ia kira tak akan ada masalah karena Jungkook tidur ditemani Seokjin. Tapi ternyata ia teledor lagi.
Dalam situasi seperti ini Jimin ingin sekali rasanya membisikkan kata-kata penenang pada Jungkook untuk membuat adiknya merasa lebih baik. Tapi apa daya, ia tidak bisa. Hanya pelukan erat serta elusan lembut di punggung sang adik yang dapat ia beri, berharap Jungkook akan kembali tenang.
"Jimin, maafkan aku. Harusnya aku tidak memaksa Jungkook untuk tidur bersamaku malam ini," ucap Seokjin yang sedari tadi menatap mereka penuh rasa bersalah.
Jimin hanya menggeleng untuk menunjukkan ini bukan salah sang kakak sepupu karena ia tahu Seokjin hanya sebegitu senang mereka kini tinggal bersama dengan keluarganya. Lantas ia meminta bantuan untuk kembali ke kamarnya, kali ini bersama Jungkook.
Bungsu Park itu sama sekali tidak ingin melepaskan pelukannya pada tubuh Jimin, membuat mereka kesulitan untuk menuju kamar sang kakak. Ketika sampai pun, Jungkook masih memeluknya erat seakan takut Jimin akan pergi jika ia melepaskannya barang sebentar.
Sedikit bingung bagaimana cara mengatakan pada Jungkook bahwa semuanya akan baik-baik saja ketika ia bahkan tidak bisa membuat si kecil menatap dirinya. Maka perlahan Jimin menuntunnya untuk berbaring bersama di ranjang, merasa sedikit lega akhirnya isak memilukan sang adik sudah berhenti.
Jimin tahu mimpi buruklah yang membuat adiknya histeris seperti itu, sejak kepergian ibu mereka memang Jungkook sering kali mengalaminya, terkadang bahkan berakhir jatuh sakit karenanya. Sungguh ia menyesal telah membiarkan Jungkook tidur terpisah darinya.
Membayangkan sang adik pastilah sangat ketakutan ketika tidak menemukan dirinya saat terbangun dari mimpi buruk itu. Jimin mempererat pelukan mereka kemudian menciumi seluruh wajah Jungkook, tersenyum tipis melihat adiknya sudah benar-benar tenang namun belum kembali terlelap.
"Hyung jangan pergi lagi," ucapnya dengan suara lemah, membuat Jimin mengangguk pasti dan kembali mencium dahinya penuh sayang.
Aku tidak akan pernah bisa meninggalkanmu, Jungkookie. Tidak akan sanggup.
.
._o0o_
.
."Jimin, kau serius mau bekerja di kafenya Namjoon-hyung?" Taehyung bertanya untuk kesekian kalinya pagi itu. Benar-benar bingung dengan keinginan mendadak sepupunya.
Bagaimana tidak, Jimin yang sejak awal sangat takut untuk berada di tempat umum tiba-tiba mengatakan ingin bekerja, bahkan berkali-kali meminta agar langsung diantar ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silent Voice
Fiksi PenggemarThank you for the beautiful cover♡ @catastrophile101 Park Jimin itu bisu, dan Jungkook muak karenanya. a Park Jimin and Jeon Jungkook brothership story. start : 05/07/2018 finish : ◇Reika