Chapter 3

657 65 5
                                        

Matahari mulai tenggelam dengan perlahan. Terdengar suara pintu terbuka dari arah barat. Suara derapan kaki yang begitu kencang hingga menggetarkan bumi. Dengan satu langkahan saja dapat membuat seluruh orang di kerajaan diam dan tunduk padanya. Dia adalah Nanase Tenn, putra mahkota di kerajaan ini.

"Tidakkah kamu terlalu berlebihan? Kita hanya berjalan-jalan disini kenapa perlu pengawal?" ucap teman Tenn yang tidak lain adalah Nikaido Yamato, seorang anak menteri pertahanan.

Tenn menggeleng pelan, "Aku ini putra mahkota, aku harus diperlakukan spesial," ucapnya.

Yamato mendesah pelan, "Terserah kau saja."

Tujuan Yamato datang mengunjungi Tenn karena ia diperintahkan oleh Raja untuk menemaninya keliling wilayah kerajaan dan kota. Yamato tidak masalah berjalan-jalan keliling kota, namun yang ia masalahkan adalah ia berpergian dengan orang yang dia anggap menyebalkan.

"Tenn, kau tau? Kamu ini benar-benar membuatku kesal," ucap Yamato sambil menendang batu kerikil.

Tenn tersenyum kecil, "Sudah ke-23 kalinya kau mengatakan hal itu. Sudahlah, menyerah saja. Lagipula ini perintah pria tua itu."

Yamato mengambil batu kerikil yang ia tendang tadi, "Seandainya hidupku santai seperti hidupmu, Tenn," ucapnya kemudian mengayunkan batu kerikil tersebut ke danau.

Tenn memalingkan wajahnya, "Apa yang kau lihat dariku tidak seperti apa yang terjadi padaku jika kamu tau," ucapnya pelan kemudian pergi.

Yamato menghela nafas, "Menyebalkan."

--------------------------------------------------------------

Iori masuk ke rumah Ryunosuke bersama dengan Riku. Gaku masih sibuk bekerja sehingga kali ini ia akan menghabiskan malamnya di kantornya.

"Anggap saja ini rumahmu sendiri," ucap Ryunosuke.

Iori tersenyum, "Jika aku boleh bertanya, siapakah pria muda berambut merah menyala ini?" tanya Iori pelan.

Ryunosuke tersenyum, "Dia adalah anak asuh Gaku."

Riku terkejut, "A- anak asuh? Sejak kapan aku jadi anak asuh tuan Yaotome?" ucapnya sambil terbata-bata.

Iori tertawa kecil, "Kamu benar-benar pria yang menyenangkan," ucapnya sambil tersenyum.

Riku yang semula gugup saat berada di sebelah Iori entah mengapa merasakan sedikit rasa hangat, bahkan jantungnya hampir lompat saat Iori mengatakan hal seperti itu.

"Apa ini? Jantungku berdegup kencang," kata Riku dalam hatinya.

Wajahnya memerah seperti kepiting rebus membuat Iori tak bisa berhenti tertawa.

"Tuan Tsunashi, terima kasih sudah memberiku tempat istirahat untuk sementara. Aku janji padamu akan membayar biayanya, untuk saat ini aku ingin beristirahat terlebih dahulu," ucap Iori sambil membuka mantelnya dan meletakannya ke gantungan pakaian.

Iori menoleh ke belakang, "Hey, pria berambut merah. Tunjukan dimana aku harus berbaring," ucap Iori memerintah.

Dalam sekejap rasa hangat yang dirasakan Riku lenyap, "Mengapa kamu memerintahku? Memang kamu pikir kamu siapa, hah?" ucap Riku kesal.

"Kamu tidak punya kerjaan, bukan? Daripada kamu merepotkan Tuan Tsunashi, lebih baik kamu melakukan sesuatu yang positif," kata Iori.

Riku mengerutkan keningnya, ia merasa kesal. "Di ujung sana, pintu warna coklat, sebelah kanan," ucap Riku kesal.

"Apa-apaan cara bicaramu?" kesal Iori.

Riku keluar dari rumah untuk mendinginkan kepalanya, kemudian Iori masuk ke ruangan dan membanting pintunya.

Blood and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang