"Permisi..."
Riku menoleh ke kanan, kemudian menoleh ke kiri. Sambil mengendap-endap, ia memperhatikan sekeliling ruangan. Banyak alat-alat kecil yang berantakan dimeja dan dilantai, ada buku-buku berserakkan serta beberapa gulungan kertas yang kotor. Ia melihat kotak yang berisi benda-benda yang bentuknya saling sama, seperti seseorang sedang merancang prototipe yang ingin disempurnakan. Satu persatu prototipe itu ia perhatikan dengan seksama.
"Apa hanya aku atau benda ini mirip seperti senjata? Mesin-mesin ini terlihat kuno, namun sepertinya masih bisa digunakan. Siapa yang membuatnya? Apakah senjata-senjata ini nantinya digunakan untuk kejahatan? Apa jangan-jangan mereka ingin menyerang ist—" belum selesai Riku bicara, tiba-tiba ada seseorang datang keluar dari ruangan.
"Siapa kamu!?" ucap seorang pria tinggi berambut biru.
"Ah! Maafkan aku! Aku penghuni rumah lantai atas! Maafkan aku tiba-tiba masuk kesini, aku mendengar suara dari sini jadi aku penasaran dan masuk," balas Riku panik.
"Ada apa Tamaki?" ucap seseorang datang dari dalam ruangan. Ketimbang pria muda yang ada dihadapan Riku, pria yang satu ini lebih pendek. Rambutnya berwarna oranye menyala dengan suara yang lebih tinggi.
"Mitsuki, ada penyusup!" balas Tamaki.
Pria berambut oranye bernama Mitsuki itu tercengang, "Penyusup?"
"Anu... Aku benar-benar minta maaf karena sudah masuk! Aku mendengar suara dari sini, karena aku baru saja pindah jadi aku penasaran. Maafkan aku!" ujar Riku gelisah.
Pria pendek dengan pakaiannya yang sedikit kusam itu datang menghampiri Riku dan menatapnya, "Kamu... Apakah kamu adalah Pangeran Nanase Riku?"
"Bagaimana kamu— Loh, nama Mitsuki itu... Kamu Izumi Mitsuki? Putra pertama keluarga Izumi?"
Mitsuki terkejut. Dengan segera ia membungkuk sebagai unjuk rasa kehormatan, "Maafkan atas kekasaran hamba, wahai Yang Mulia. Saya tidak mengetahui bahwa Yang Mulia masih hidup. Saya benar-benar senang melihat Yang Mulia masih sehat," ujarnya.
"Pangeran?"
"Tamaki, membungkuklah!" balas Mitsuki sambil menarik tangan Tamaki.
"Ah..."
Riku menggeleng, "Ku mohon jangan membungkuk, aku sudah bukanlah seorang pangeran jadi tolong jangan terlalu formal padaku," ucapnya sambil kebingungan harus menjawab apa.
"Apapun yang terjadi, bagi saya Yang Mulia tetaplah pangeran Nanase Riku yang selalu saya kagumi. Saya memohon maaf atas nama keluarga saya karena tidak dapat melindungi Yang Mulia dengan baik," balas Mitsuki sambil mengepalkan tangannya.
"Mitsuki, angkat kepalamu..."
Mitsuki menatap wajah Riku dengan resah, "Yang Mulia..."
"Tidak ada yang salah dan tidak ada yang disalahkan, jadi kamu tidak perlu merasa bersalah."
Mitsuki menitikkan air matanya, "Terima kasih Yang Mulia," ujarnya sambil mengusap air matanya.
"Ngomong-ngomong aku mau tanya, adikmu yang namanya Izumi Iori itu bagaimana kabarnya?" tanya Riku berbasa-basi. Tentu saja Riku sudah tahu akan hal itu, tetapi ia ingin tahu tentang mengapa kedua saudara ini bisa terpisah.
Mitsuki menundukkan kepalanya, raut wajahnya berubah menjadi penuh pilu. "Iori saya titipkan kepada kerabat. Sebenarnya saya ingin mengajaknya ikut bersama saya ketika ia sudah menginjak usia 17 tahun, namun saya mendengar dari kerabat bahwa Iori kabur dan malah mencari saya. Sungguh saya merupakan kakak yang tidak berguna. Sebagai seorang kakak, saya sangat malu akan perbuatan saya," balasnya dengan suara yang gemetar.
![](https://img.wattpad.com/cover/150269174-288-k142963.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood and Destiny
FanfictionIDOLiSH7 AU [Terinspirasi dari Hoshi Meguri dari official IDOLiSH7] Dua anak kembar terpisahkan oleh takdir. Hukum kerajaan membuat anak yang lemah harus diusir. Anak itu lalu dirawat oleh seorang pedagang. Namun siapa sangka ada seorang penyihir da...