Malam itu hujan turun dengan deras. Suasana di kota begitu sunyi dan gelap. Dinginnya udara menyelimuti setiap rumah. Siapa sangka, ada seorang anak laki-laki yang masih berlarian di luar mencari tempat untuk berteduh. Tubuhnya yang kurus dan terlihat lemah, berlarian tanpa menggunakan alas kaki. Pakaiannya basah kuyup dan penuh dengan lumpur. Sambil memegang daun pisang ia berlari ke bawah jembatan dan berteduh. Ia membersihkan lumpur di tubuhnya dengan air sungai yang mengalir bersih. Perutnya masih keroncongan, namun ia hanya bisa terdiam.
Diatas jembatan itu terdapat seorang pria yang sedang memikul karung beras. Ia membawa karung tersebut dan menurunkan ke gerobak yang ada di depannya. Pengemudi gerobak itu kemudian memberikan sejumlah uang dan pergi meninggalkan pria tersebut. Sembari menghitung uang ia berjalan menuju rumahnya.
Kruuuukkkk
Terdengar suara perut keroncongan dari bawah jembatan yang begitu kencang sampai mengejutkan pria tersebut.
"Apakah ada orang disana?" tanya pria tersebut.
Karena rasa penasaran, perlahan ia menuju ke bawah jembatan. Disanalah ia bertemu dengan seorang anak laki-laki bertubuh kurus itu. Rambutnya berwarna merah menyala, wajahnya begitu indah untuk seorang anak gelandangan.
"Dimana rumahmu? Akan ku antarkan kau," ucapnya menawarkan pertolongan.
Anak laki-laki itu menggeleng, "Aku tidak punya tempat untuk pergi dan kembali. Aku tidak punya apa-apa."
Merasa iba, pria tersebut membawanya pergi. "Daripada kau kedinginan disitu, lebih baik kau ikut denganku. Akan ku berikan kau sup yang hangat," ucapnya.
Anak laki-laki itu mengangguk, ia kemudian mengikuti pria itu berjalan. Pria itu membawa anak tersebut ke suatu rumah, disana ada pria lain yang sedang menunggu.
"Hey, Ryu. Kemana saja kau? Sudah larut malam begini," ucap pria berambut putih di depan pintu.
Ryunosuke membuka sepatunya yang basah, menuntun masuk anak laki-laki itu ke rumah.
"Oy. Siapa dia? Anak tidak berguna itu untuk apa kau bawa kesini?" tanyanya.
Ryunosuke membantu membukakan sepatu anak tersebut. "Gaku, tidakkah kau kasihan melihatnya kedinginan dan kelaparan seperti ini?" ucapnya.
Gaku menghela nafas, "Terserah kau saja."
Ryunosuke membawa anak itu ke kamarnya dan memberikan pakaiannya. "Untuk sementara ini pakailah pakaian ini. Tidak ada air di malam hari jadi kau tidak bisa mandi. Tidurlah dikasurku, nanti biar ku bawakan kau makanan," ucap Ryunosuke.
Anak itu duduk terdiam. "Apa tidak apa-apa aku berada disini?" tanya anak itu pelan.
Ryunosuke terkejut, "Oh, rupanya kamu bisa bicara. Tenang saja, tempat ini jauh dari pusat kota jadi kamu tidak perlu khawatir. Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Nana— Riku. Namaku Riku," ucapnya pelan.
Ryunosuke terkejut, "Ah.. Kamu dari panti asuhan apa?"
Riku menggeleng, "Tidak."
Ryunosuke diam, ia tidak melanjutkan pertanyaannya, "Aku ambilkan makanannya, ya?" ucapnya.
Riku mengangguk. Gaku kemudian masuk ke dalam kamarnya.
"Hey, bocah. Aku tidak tau bagaimana cara kamu merayu Ryu untuk membawamu ke rumah ini dan merawatmu akan tetapi jika kamu benar-benar serius untuk melanjutkan hidup maka esok hari kamu harus bangun pagi dan tunggu di lapangan seberang sana," ucapnya tegas kemudian pergi keluar.
Riku mengangguk pelan.
Setelah beberapa saat, Ryunosuke kembali ke kamar dan memberikan semangkuk sup hangat kepada Riku.
"Makanlah ini, Riku. Mungkin tidak seberapa tapi ini bisa menghangatkan tubuhmu. Abaikan saja Gaku, dia memang seperti itu. Tapi jika dia sudah berkata seperti itu sepertinya kamu harus menuruti apa katanya. Mungkin dia ingin mengetes bakatmu," ucap Ryunosuke.
Riku mengangguk, Ryunosuke pun keluar dari kamar. Sembari makan sup jagung Riku duduk dikasur menatap jendela. "Kak Tenn," ucapnya pelan. Setelah supnya habis, ia meletakkan mangkuknya dan pergi tidur
...........................................
"Kak Tenn!!!" teriak Riku
"Riku, sayang sekali," ucap seorang pria tua berpakaian mewah.
"Kak Tenn, kita berjanji akan terus bersama kan?"
"Aku kecewa pada mu, Riku," ucap seorang anak laki-laki berambut putih
"Kakak!!!"
..........................................
"Ah!"
Teriak Riku tiba-tiba. Ryunosuke dan Gaku yang mendengarnya langsung masuk ke kamar karena terkejut.
"Ada apa, Riku?" tanya mereka bersamaan.
Riku tertegun, "Ah, maafkan aku. Aku baru saja bermimpi buruk," ucapnya tertunduk.
Ryunosuke terlihat khawatir.
"Bocah! Segera ganti pakaianmu dan pergilah ke lapangan! Tidakkah kau lihat langit sudah begitu cerah? Menyebalkan," kesal Gaku sambil keluar ruangan.
Ryunosuke tertawa kecil, "Lihat dia, semangatnya membara. Nah, sekarang Riku juga cepat bergegas," ucapnya.
Riku mengangguk dan tersenyum, "Baiklah, tuan Ryu!" ucapnya senang lalu pergi keluar.
Ryunosuke tertegun, "Rupanya ia juga bisa tersenyum," ucapnya pelan sambil tersenyum.
Gaku pergi ke lapangan bersama Riku dibelakangnya yang membawa tas berisi perlengkapan seperti senjata dan kotak makanan.
"Berdirilah disana. Akan ku tunjukkan padamu cara menggunakan busur yang baik," kata Gaku sambil menunjuk ke arah pohon.
Riku segera pergi dan berdiri dibawah pohon itu. Gaku mengambil satu anak panah dan memulai memanah.
"Lihat apel diatas pohon itu? Perhatikan baik-baik," ucapnya sambil menarik anak panah dengan perlahan kemudian melepaskannya dengan cepat.
Riku berdecak kagum, "Hebat sekali! Tuan Gaku, ajarkan aku cara memanah!" ucapnya senang.
"Pertama, jangan panggil aku dengan nama depanku. Namaku adalah Yaotome Gaku, seharusnya kamu memanggilku Tuan Yaotome," ucap Gaku kesal. Ia menghela nafas, "Jadi aku harus mengajarimu tata cara sopan santun?"
Riku menggeleng.
"Baik, Tuan Yaotome. Aku tidak akan mengulanginya lagi."
Gaku melihat ke arah Riku, "Hey, bocah. Aku harap kamu mau mengikuti latihan ini dengan baik," ucapnya.
Riku mengangguk senang, "Dengan senang hati," ucapnya sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood and Destiny
FanficIDOLiSH7 AU [Terinspirasi dari Hoshi Meguri dari official IDOLiSH7] Dua anak kembar terpisahkan oleh takdir. Hukum kerajaan membuat anak yang lemah harus diusir. Anak itu lalu dirawat oleh seorang pedagang. Namun siapa sangka ada seorang penyihir da...