Chapter 6

228 20 10
                                    

Pria misterius yang bernama Tamaki itu tertegun, kemudian ia menyimpan kembali pisaunya. "Tuanku Mitsuki tidak pernah mengatakan padaku perihal keluarganya. Jadi, aku tidak bisa menganggap informasimu itu tepat," ucap Tamaki.

Iori terkejut, ia tahu tidak akan ada seorang pun di rumah itu yang percaya padanya kecuali Riku. Setelah berpikir sejenak, ia mengambil sebuah jam pemberian Riku dan menunjukkannya pada Tamaki. "Kali ini kamu pasti akan percaya padaku," kata Iori meyakinkan.

Tamaki mengambil paksa jam tersebut dari tangan Iori, ia memperhatikan detil demi detil foto yang terdapat pada jam tersebut. "Maaf, tetapi aku tidak melihat ada kecocokan foto ini dengan tuanku. Dengan ini aku permisi, sampai jumpa," kata Tamaki menyerahkan jamnya kemudian pergi meninggalkan ruangan.

Iori tertunduk sedih, ia menatap jam tersebut, perlahan air matanya mulai mengalir. "Nii-san..." ucapnya pelan.

                                    ★★★★

Di ruangan yang sunyi, angin yang masuk dari jendela meniup pelan tirai membuatnya melambai-lambai. Ruangan yang begitu megah, namun suasana yang sepi membuat seisi ruangan menjadi dingin. Seorang anak laki-laki masuk ke dalam ruangan sunyi tersebut, isinya hanya tumpukkan buku serta satu meja yang besar dan panjang. Sebuah meja kayu yang dihiasi oleh emas yang gemerlap, sungguh sangat sayang jika meja tersebut hanya digunakan untuk menaruh buku-buku yang berserakan, bahkan diatasnya ada seorang pria berjubah hitam yang sedang tertidur lelap.

"Yuki, lancang sekali kamu tidur dimeja yang suci ini!" ucap Tenn dengan lantang.

Merasa di kejutkan, Yuki akhirnya terbangun, "Maafkan aku wahai tuanku, Kujou Tenn. Sungguh merupakan dosa besar hambamu tertidur dimeja suci nan indah ini. Maafkan atas keteledoran hambamu, tuan."

Tenn diam. Yamato masuk ke dalam ruangan dan menutup pintunya, "Ngomong-ngomong, kenapa aku harus ikutan juga?" tanya Yamato pada Tenn.

Tenn meletakkan sekumpulan gulungan kertas diatas meja, "Ini adalah kumpulan data orang-orang di kota mengenai Riku. Aku ingin kalian membaca dan mencari informasi yang tepat. Aku tidak bisa membiarkan dia bebas di dunia liar ini, bisa-bisa dia akan menjatukan tahtaku," kata Tenn kesal.

Yamato tersenyum, "Memangnya kamu sudah yakin akan menjadi raja? Bahkan raja sendiri belum mengatakan apapun perihal penurunan tahta padamu," ejeknya.

Dengan sihir hitamnya, Yuki membentuk senjata tajam kecil mirip pisau dan mengarahkan pada Yamato, "Sekali lagi kamu mengejek Tuanku, akan ku hunuskan ini ke lehermu."

Yamato tertawa kecil, "Sayang sekali, tetapi seruling yang selalu menemaniku sejak kecil ini bukanlah seruling biasa," katanya sambil menodongkan seruling sihirnya.

"Diamlah kalian berdua! Yamato, jika kamu masih menginginkan dirimu dan keluargamu untuk tinggal di istana ini maka ikutilah perintahku," kata Tenn penuh amarah.

Yamato memutar matanya, "Cih, dasar tukang suruh-suruh."

                                   ★★★★

Setelah selang beberapa menit, Riku akhirnya terbangun. "Hey, bocah! Bagaimana perasaanmu? Apa kau merasa mual? Pusing?" tanya Gaku panik.

Ryunosuke menepuk pundak Gaku, "Hey, tidak perlu terburu-buru seperti itu. Riku baru saja sadar, biarkan dia diam dulu sebentar," ucapnya.

Gaku mengangguk, "Kamu benar, bodoh sekali aku."

Nagi tertawa, "Memang kamu itu bodoh, dasar tikus." Gaku hanya diam, tidak menanggapi Nagi.

"Hey, kamu tidak apa-apa? Apa kamu haus?" tanya Sougo dengan lembut.

Riku menggeleng, "Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit haus dan lapar," katanya.

Blood and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang