Kenyataan tidak seindah dengan apa yang selama ini di pikirkan.
* * *
Bulan purnama yang besar dan bersinar redup itu seperti berada tepat di atas kepala. Setidaknya yang merasakan hal itu adalah Christian setelah beberapa detik ia menatap benda bulat di langit yang dikawal beberapa bintang bersinar terang.
Ia yang memimpin jalan kali ini, namun Orlando tetap berjalan bersisian dengannya dan memilih untuk bungkam.
Ini adalah perburuan pertama dan perdana bagi Christian yang terlahir sebagai keturunan Ebarnus. Di umurnya yang masih tergolong muda ini ia terkadang masih labil dalam menentukan sebuah keputusan, itu sebabnya ayahnya--Crowd masih mempersiapkan bekal yang matang untuk putra semata wayangnya.
Tapi, alangkah bahagia dirinya ketika menyadari bahwa ia sanggup bahkan menjadi penuntun para pemburu iblis ini ke arah yang benar dan mereka tidak pernah meragukan kemampuan yang dimiliki oleh Christian.
"Apa masih jauh?" Setelah lama bungkam akhirnya Orlando berucap dengan nada datar dan juga tenang.
Christian menatap lurus ke depan. Ia memicingkan kedua mata saat melihat di antara sela-sela barisan pohon terdapat sebuah lahan padahal menurut perhitungannya, jarak jantung hutan masih beberapa langkah lagi--tidak jauh.
"Masih beberapa langkah lagi, tapi ..." langkah kaki Christian berhenti tepat setelah ia melihat lahan itu sepenuhnya.
Orlando juga berhenti melangkah. "Apa ini ... jantung hutannya?"
Christian menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak. Bukan ini jantung hutannya. Menurut perhitunganku memang suda dekat, tapi tidak sedekat ini. Kita hanya perlu berjalan ..." ucapan Christian menggantung dan perlahan-lahan mereda ketika sadar Orlando tidak berada di sisinya.
Orlando sudah melangkahkan kakinya lambat-lambat sembari mengamati sekitar lahan.
Bagaimana tidak menarik perhatian, lahan itu bukan hanya sekedar lahan kosong semata. Terdapat rumah tua nan sederhana yang sepertinya tidak berpenghuni. Tepat di halaman samping rumah itu terdapat pasak-pasak kayu yang di pasang di tanah menyerupai sebuah pagar dan bisa di tebak tanah kering berwarna kecokelatan dengan bangkai-bangkai tanaman tersebar di atas tanah yang berada di tengah sekeliling pasak itu adalah bekas perkebunan kecil.
Ada beberapa tumpukan kayu perapian yang sudah lapuk termakan waktu dan usia lengkap dengan gerobak yang menjadi tempat kayu-kayu itu tersusun rapi seolah tak pernah tersentuh.
Keadaan rumah tua itu terlihat sangat menyeramkan. Terdapat dua jendela persegi di kedua sisi pintu masuk. Jendela-jendela itu telah rusak seperti ada seseorang yang melemparkan batu ke dalam rumah. Pintu masuknya sedikit miring dan pondasi rumah tersebut terbuat dari kayu ek. Kayu ek yang kuat dan kokoh, namun sepertinya hanya pondasi, tidak dengan lantai kayunya yang rapuh dan terkesan biasa.
"Orlando, kau mau kemana?" Ucap Christian setengah berbisik.
Orlando tak menoleh ataupun menyahut. Ia diam, bungkam, dan terus berjalan menuju dua undakan yang akan membawanya ke arah pintu masuk. Orlando menarik nafas, kemudian menghelanya perlahan. Tatapannya kosong seolah sesuatu yang tak pernah ia temukan ada di dalam rumah tua itu.
Orlando bahkan tidak memikirkan resiko apa yang akan ia dapat setelah memasuki rumah tersebut.
Christian berada di landasan bawah ketika Orlando mulai melangkahkan kaki ke undakan pertama.
Christian mengernyit menatap punggung ramping yang bahkan tidak berbalik sedikitpun, "Orlando, apa kau baik-baik saja?" Tanya Christian.
Orlando berhenti melangkah. Ia menoleh sedikit lewat pundak kanannya. "Tunggulah di sini sebentar. Aku ... ingin masuk," ucapnya dingin. Sangat dingin sehingga membuat Christian refleks menelan ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Blood : Witch Hunter
خيال (فانتازيا)Sebuah rahasia yang kembali terungkap. Natasha memiliki perasaan buruk setelah perginya Orlando ke sebuah kota terpencil yang diberi nama "Heaven City". Menurut rumor kota tersebut di serang oleh penyihir yang bersekutu dengan iblis. Dan pernyataan...