Chapter 23

867 80 0
                                    

Keesokan paginya, angin berhembus tak terlalu kencang dan lembut membawa asap tipis bekas kekacauan semalam yang membuat salah satu rumah terbakar habis.

Kejadian semalam pasti menimbulkan luka batin yang sangat mendalam bagi warga Heaven City untuk yang kesekian kalinya. Mereka diserang dan lagi-lagi kehilangan satu anak. Lebih tepatnya kehilangan sebuah keluarga yang pasti sudah bagaikan saudara di satu kota tersebut.

Bisa terlihat dengan jelas rasa kekeluargaan yang terpatri di hati para warga. Beberapa ada yang menangis tersedu-sedu, bahkan ada yang berdo'a di depan rumah yang habis terbakar dan hangus--hanya menyisakan puing-puing rapuh dan menghitam.

Sedangkan di sisi lain, Natasha belum sadarkan diri dan tak bisa melihat kekacauan serta kesedihan yang dirasakan penduduk Heaven City. Leher Natasha terlihat sedikit memar dan saat ini hanya ada Christian yang bersedia mengobati luka memar itu.

Christian membawa sebuah wadah yang berisi air hangat dan di dalam air hangat itu terdapat sebuah kain yang basah. Christian menyampirkan rambut bergelombang milik Natasha yang menutupi leher jenjangnya, lalu Christian memeras kain basah tersebut dan mengusapkannya perlahan pada daerah memar di leher Natasha.

Christian berhenti sejenak dan tatapannya menangkap sesuatu yang berkilau--melingkar longgar di leher Natasha. Sebuah kalung. Christian sedikit mengerutkan keningnya, merasa pernah melihat kalung tersebut. Kemudian, Christian beralih menatap wajah Natasha yang terlihat sangat damai di saat memejamkan kedua mata. Sama seperti yang ia lihat saat Natasha pingsan di gubuk Taneessh.

Sejak pertama kali Christian melihat Natasha, yang ada di dalam pikiran Christian hanya kesan buruk terhadap Natasha. Namun, lama-kelamaan Christian merasa nyaman berada di dekat Natasha. Karena sebelumnya Christian tak pernah merasakan betapa hebat nya sensasi ketika memiliki seorang teman.

Setelah beberapa menit Christian mengobati Natasha--tiba-tiba gadis itu menggumamkan sebuah nama, yaitu Hansel.

"Nath," Christian berbisik.

Natasha mendadak membuka kedua matanya. Kedua matanya terbelalak seperti baru saja dikejutkan oleh sesuatu.

Christian langsung mengangkat kedua tangan di udara, "Aku tidak melakukan apa pun," Christian menggeleng cepat, "Aku tidak melakukan hal yang tidak-tidak." Ucapnya sangat cepat dengan satu tarikan nafas.

Natasha menoleh ke kanan dan ke kiri, ia berada di dalam kamar tidur yang ia sewa kemarin malam.

Natasha mengusap keningnya setelah menghembuskan nafas panjang, "Hansel, Orlando, Mordu. Dimana mereka?" Tanya Natasha yang berusaha untuk mengubah posisinya menjadi duduk meskipun rela merasakan nyeri sedikit pada bagian punggungnya.

"Aku tidak tahu. Sejak semalam aku tidak melihat keberadaan mereka dan sibuk menyembunyikan dirimu," Jawab Christian--jujur.

Natasha bangkit dan beranjak dari tempat tidur, namun langkahnya terhenti ketika melewati sebuah cermin yang menampilkan seluruh badannya. Natasha mengernyit melihat lehernya yang sedikit memar.

"Sial..." Natasha bergumam sendiri sambil menyentuh lebam di lehernya. Ia meringis, "Penyihir itu kuat sekali meremas leherku." Natasha berdecak kesal.

"Nath, kalung yang kau gunakan itu--kau dapat dari mana?" Tanya Christian tiba-tiba setelah melihat Natasha berlutut dan mencari sesuatu di dalam tas ranselnya.

"Temanku yang menjual alat perak di kota."

"Siapa namanya?"

"Pierre."

Christian mengernyit, "Kalung yang kau gunakan itu bukanlah kalung sembarangan."

Natasha berhenti mengaduk-aduk isi tas ranselnya dan segera menoleh ke arah Christian berdiri, "Apa?"

My Blood : Witch HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang