Bagian Tiga

79 2 2
                                    

"Oke, persiapan kita hampir selesai. Semua undangan juga udah disebar. Sekarang sebelum di tutup, sekolah mana yang belum konfirmasi ke kita? " tanya Bram sebelum mengakhiri rapat.

"Kayaknya, udah semua, kak," jawab Quin, anak kelas X bagian komunikasi.

"Oke deh, kalo gitu, kita tutup rapat kali ini."

Seusai rapat, Salma mengemasi dokumen-dokumen di mejanya. Tanpa dia sadari, Bram memperhatikannya. Memang suasana hati Bram tidak mudah ditebak. Sering sekali moodnya berubah-ubah. Kadang saat moodnya sedang baik, dia laksana malaikat. Tapi, saat moodnya memburuk, senyuman hilang dari wajah tampannya.

"Lo sendirian aja. Mana temen lo?" ujar Bram yang tiba-tiba membantu Salma membereskan dokumen-dokumen yang sangat banyak.

Salma yang kaget kedatangan Bram tiba-tiba sedikit salah tingkah. "Eh....ee...m..maksudnya, Hana? "

Bram tertawa ringan, "emang temen lo siapa lagi selain dia? "

Kalimat yang sangat menusuk. Sebenarnya, Salma memiliki banyak teman. Hanya saja, dia sangat dekat dengan Hana sehingga banyak orang yang tidak terlalu dekat dengannya mengira bahwa teman dekat Salma hanya Hana seorang.

Salma terdiam malu. Dia mati kutu. Rasanya ingin segera keluar dari ruang OSIS.

"Salma! ternyata lo di sini. Tadi gue ketemu Hana di luar. Hana pulang duluan, ya? berarti lo sendiri? " ujar Azzam yang tiba-tiba masuk ke ruang OSIS.

Salma hanya mengangguk gugup. Tadi Hana sangat terburu-buru. Katanya, Ayahnya memintanya untuk segera pulang.
Maka dari itu, Hana meminta maaf tidak bisa menemani Salma pulang.

"Pulang sama gue, ya?" sahut Azzam kemudian.

"Salma, lo jadi kan pulang bareng gue? kita kan mau ngebahas kostum buat panitia. Acaranya seminggu lagi lho, Sal," ujar Bram tiba-tiba.

Salma semakin bingung. Sejak kapan Bram bilang ingin pulang dengannya membahas kostum panitia?

"Salma, ayo pulang!" suara wanita diambang pintu mengagetkan mereka bertiga.

Terlihat sosok yang sangat familiar di sana. Ustadzah Nadia. Guru tahfidz Salma dan adik-adiknya.

Salma segera menghampiri ustadzah Nadia. Dia langsung mencium tangannya. Bagi Salma, ustadzah Nadia adalah sosok kakak baginya. Sudah sejak dia kecil, ustadzah Nadia sering berkunjung ke rumahnya sebelum abah dan ummi beliau meninggal.

Ustadzah Nadia mulai hidup sendiri saat beliau menduduki bangku SMA. Saat itu, beliau kelas XI. Dan kejadian tak terduga menimpa kedua orang tua beliau. Ummi dan abah ustadzah Nadia kecelakaan dan tidak bisa ditolong lagi. Semenjak saat itu, ustadzah Nadia diasuh pamannya dan disekolahkan hingga lulus SMA.

Karena kegigihan dan ketekunan dalam belajar, ustadzah Nadia mendapat beasiswa ke negeri Kebab, Turkey. Beliau juga sudah menyelesaikan hafalan Qur'annya sejak kelas dua SMP.

"Ustadzah kok di sini? " tanya Salma heran. Ada urusan apa ustazah Nadia kesini?

"Iya, ustadzah mau jemput kamu. Katanya, ummi kamu nggak bisa jemput. Ya udah, ayo pulang! " jawab ustadzah Nadia.

"Sal"

Aku menoleh ke arah Azzam yang sudah di belakang Salma.

"Hati-hati! " ujarnya. Aku tersenyum simpul mengangguk.

"Duluan ya, kak! Assalamu'alaikum! " ujar ustadzah Nadia ke arah Azzam dan Bram.

"Itu siapa, Sal? temen kamu? " tanya ustadzah Nadia saat sampai di mobil beliau.

Mimpi-mimpi SalmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang