Rafi berjalan ke arah wanita yang duduk di bangku taman belakang sekolah sendirian. Wanita yang selalu membuat jantung Rafi bergemuruh setiap kali melihatnya. Wanita yang dulunya sempurna mempunyai segalanya. Namun sekarang, hidupnya hancur dan hatinya rapuh setelah perceraian orang tuanya.
"Sendirian aja," sapa Rafi yang duduk berjarak di sebelahnya. Sebenarnya, Rafi tau apa yang dilakukannya akan sia-sia. Wanita itu tidak akan menganggapnya ada.
"Zah, lo nggak capek diem terus dari tadi? " tanya Rafi perlahan.
"Ya udah, gue nggak maksa lo buat ngomong. Tapi, seenggaknya lo makan, gih! gue beli di kantin tadi." Wanita yang ternyata adalah Azzah, adik perempuan Azzam itu menoleh ke arah Rafi.
"Jauhin gue!" peringatannya dingin, tapi tajam.
Rafi menatap Azzah nanar. "Gue nggak butuh belas kasihan dari siapa pun." Azzah bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Rafi yang masih mematung.
Tanpa disadari, seseorang melihat adegan tersebut dari kejauhan. Hatinya hancur, namun dia tidak peduli sesakit apa lukanya. Dia merelakan apa yang diinginkannya. Karena dia percaya, Allah sudah mengatur semuanya dengan sebaik-baik skenario yang dibuat-Nya.
"Shof, ngapain lo di sini? " tanya Rafi pada perempuan berjilbab itu.
"Aa.. tadinya... gue mau istirahat di situ, tapi ada kalian. Yaudah gue pergi aja." Langkah Shofi dihentikan oleh Rafi. Diberikannya gado-gado yang sudah dibelinya untuk Azzah tadi kepada Shofi.
"Nih, buat lo. Lo istirahat aja di situ. Lagian, Azzah udah pergi," ujar Rafi sambil menyodorkan gado-gado tadi.
Shofi menerimanya, "thanks."
Rafi pun pergi meninggalkan Shofi yang menahan bendungan air di matanya. Gado-gado yang ada di tangannya ini bukan untuk dirinya. Tapi, untuk Azzah. Azzah lebih memerlukan gado-gado ini daripada dirinya.
Shofi pun memutuskan mencari Azzah. Tidak lama waktu Shofi untuk mencari teman sekelasnya itu. Karena Azzah belum jauh dari taman belakang sekolah tersebut.
Dihampirinya Azzah yang tengah duduk memeluk kakinya di tepi sungai dekat taman belakang sekolah. Azzah hanya diam menatap sungai di depannya.
"Azzah! " Azzah menoleh.
"Lo belum makan, kan? nih, gue bawa gado-gado buat lo. Dimakan, gih!" ujar Shofi sambil menyodorkan gado-gado itu di hadapan Azzah.
"Lo makan aja. Gue udah makan tadi. Kalo lo nggak makan, gue kasih kucing ntar," bujuk Shofi yang masih menyodorkan gado-gado itu di depan Azzah.
"Lo beneran nggak mau, nih? gue kasih kucing beneran, nih.. tu kebetulan banget ada kucing di sana." Shofi beranjak mengambil kucing kecil yang sedang berguling di atas rumput. Dia membawa kucing tersebut dan duduk kembali di samping Azzah.
"Kalo lo masih nggak mau. Gue kasih ke kucing ini aja. Daripada mubadzir gara-gara nggak lo makan." Azzah bersiap membuka bungkusan gado-gado itu.
Tak diduga, Azzah merebut bungkusan gado-gado itu dari tangan Shofi. "Buang-buang duit ya, lo! Sini gue makan! " Azzah pun membuka bungkusan gado-gado tersebut dan memakannya lahap.
Shofi tersenyum. "Gitu dong, Zah! lagian lo susah banget sih, di suruh makan aja. Lo nggak takut sakit apa, kalo tiap istirahat lo nggak pernah mau makan?" omel Shofi yang dibalas lirikan oleh Azzah.
"Kucing ini lucu banget ya, Zah. Pengen deh gue rawat ni kucing. Enaknya... dikasih nama siapa ya, Zah?" tanya Shofi yang sedari tadi menggoda kucing kecil yang ada di pangkuannya.
"Cony? bagus deh, kayaknya," ujar Azzah ragu.
"Lucu juga namanya. Oke deh, kucing kecil... mulai sekarang nama kamu Cony." Tanpa Shofi sadari, Azzah tersenyum. Dan tanpa mereka sadari, lembaran baru Azzah sudah dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi-mimpi Salma
Ficțiune adolescențiPrestasi yang baik, parasnya yang cantik rupawan, dan mahkotanya yang tertutup balutan hijab itu menarik perhatian banyak orang. Salah satunya, Azzam, pentolan sekolah yang hobi membuat ulah. Dia tampan, namun tingkahnya yang selalu mengundang murka...