02

5.4K 475 20
                                    

"Jika gue ngajak lo nikah, lo mau?" Tanya Petir yang tiba-tiba penasaran.

Lulabi terdiam. Pipi chubynya bersemu merah.

Tidak jangan percaya dengan pria ini, dia bajingan! Teriak hati Lulabi. Gadis itu tidak mau percaya dengan ucapan pria ini. Sudah cukup. Petir hanya sesuatu yang semu, dirinya tak lebih dari mainan bagi pria dihadapannya ini.

Lulabi menggeleng.

Petir mengernyit. "Kenapa?"

Lulabi menunduk, dia tidak mau menatap mata yang tengah melihatnya dengan tajam. Mata yang terasa menyakitkan dan menyenangkan dalam sekali lihat.

"Aku tidak mau, a...aku hanya budak mu." Jawabnya pelan.

Petir tersenyum untuk pertama kalinya. "Lo nggak pernah berharap lebih?" Petir masih penasaran.

Berharap lebih? Apa pantas? Dia cuma anak seorang mucikari. Semua yang terjadi padanya selama ini hanya karma. Sebuah dosa yang akan terus ditagih hingga keturunan ketuju. Lulabi sadar dan tidak merasa berhak berharap lebih. Apalagi dari seorang superstar seperti Petir.

Lulabi menggeleng.

"Aku sadar kalau aku cuma sampah bagi kamu." Katanya semakin menunduk.

Petir terdiam.

"Sampah memang harus ditaruh ditempatnya bukan?" Ucapnya datar.

Pria itu berdiri, lalu mengambil handphonenya dan menelpon seseorang. Lulabi lalu menatap punggung kokoh Petir. Dia benar pria itu cuma salah satu hal yang fana di dunia ini. Harus dibuang ke tempatnya. Dia tampan, orang kaya, aktor terkenal pula, semuanya sempurna. Berbeda dengannya, terlahir dari keluarga kotor, gendut, cantik juga nggak, dan sekarang dia sudah benar-benar tidak memiliki apapun lagi.

Mahkotanya sudah hilang. Lulabi menangis, dia semakin tersedu saat melihat punggung itu makin menjauh hingga pintu tertutup. Lulabi bangun menekuk lututnya hingga menenggelamkan wajahnya.

Dia gagal, dia cuma bisa membuat malu, kedua kakaknya pasti sangat malu memiliki adik bodoh sepertinya. Ibunya pasti makin meremehkan dirinya. Lulabi bukan orang baik, dia sudah ternoda. Tinggal menunggu Petir bosan padanya dan akhirnya dia hanya akan benar-benar menjadi sampah.

Lulabi menangis sesenggukan. Dia tidak akan pernah lagi punya masa depan. Wajah kedua kakaknya yang kecewa berputar dalam kepalanya. Lulabi sangat sayang mereka.

Mereka melindungi dirinya dengan sepenuh hati. Menutup matanya saat ibunya berbuat tidak baik, menutup telinganya saat ibunya melontarkan kata-kata kotor. Mereka berdua begitu menjaga Lulabi selayaknya putri raja.

Kasih sayang mereka yang membuat Lulabi masih tetap semangat. Mereka bertiga berbeda ayah tapi mereka sangat terikat. Ibunya? Walau dia terlihat tidak peduli dengan dirinya Lulabi sadar kalau ibunya masih menyayanginya.

Wajah Gilang kakak pertamanya yang teduh terbayang dibenaknya. Gilang tetap tersenyum meski ibunya melemparkan gelas kekepalanya. Rama, kakak keduanya yang berwajah garang itu selalu mengelus kepalanya lembut. Melindunginya dari ejekan-ejekan teman-temannya. Keduanya sangat melindungi Lulabi. Dan sekarang? Lulabi begitu bodoh hingga tidak bisa melindungi dirinya sendiri.

"Maaf... maaf..." suaranya begitu lirih.

Tangisannya makin kencang.

Hingga pintu itu kembali terbuka. Lulabi tidak sadar akan kedatangan Petir yang menatapnya begitu dalam. Dia mendengarkan rintihannya.

"Kak Gilang maaff... kak Rama maaf... maaaf... ibu jangan benci sama Lula.... " katanya bersamaan dengan tangisnya.

"Maaf Lula udah kotor, Lula bodoh, Lula, Lula ..." gumamnya.

Fat girl LulabiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang