05

4.9K 493 70
                                    

"Ram, lihat tuh bocah, dia nggak nyerah. Emang dia adiknya siapa?"

"Petir." Jawab Rama seraya menonton upin dan ipin.

Gilang terkejut. "Jadi yang sedang kangen adik kita itu Petir."

"Hm." Jawabnya dengan anggukan.

"Nggak bisa dibiarin, bocah itu mulai bertingkah." Ucapnya kesal.

"Lo mau kemana?" Ucap Gilang saat melihat Rama mulai beranjak pergi.

Gilang akan mengikuti adiknya tapi sebuah telfon dari klien terbaiknya menghubunginya.

"Yaudah, lo urus dia gue mau bisnis." Kata Gilang lalu pergi kekamarnya berganti pakaian.

Sementara itu masih dengan posisi yang sama Rama datang seraya memberi minuman botol pada Bumi.

"Minumlah, dan pergi." Usir Rama dingin.

Bumi menatap minuman itu tapi hanya sekilas lalu kembali berdiri tanpa mempedulikannya.

Gilang yang bersiap akan pergi berhenti diambang pintu menatap kedua orang yang saling melempar tatapan permusuhan itu.

"Rama, jangan benci ama cewek entar naksir loh." Celetuknya seraya terkekeh dan pergi meninggalkan keduanya.

Rama masih melempar tatapan tajam sedangkan Bumi langsung berpaling dengan pipi yang memerah.

Rama memilih tak peduli, lalu kembali menonton acara tv favoritnya sibotak dari malaysia.

"Ngit, kak Lula bentar lagi keluar, lo bawa dia kerumah ok." Bisiknya pelan pada smartphonenya.

"Iya lovely...," jawab dari seberang.

Bumi memutar bola matanya mendengar panggilan lebay saudara kembarnya.

"Jijik gue."

Langit hanya terkekeh pelan.

Lulabi berhasil melewati jendela rumah. Entah dari mana Bumi bisa memiliki nomer teleponnya sehingga gadis tengil itu bisa melancarkan rencana kabur-kaburan ini. Untung saja Gilang ada rencana keluar hari ini. Musuhnya cuma Rama sekarang.

Bumi menekan nomer handphone Lulabi.

"Kakak aku tetap disini biar si Rama itu gk curiga kalau kakak udah ikut Langit, oke."

"Baiklah, makasih Bumi." Kata Lulabi lembut.

Bumi mengangguk, dan rencana sitengil pun berhasil.

***

Petir seharian ini hanya tiduran dibalkon kamarnya. Dia tidak minat melakukan hal apapun. Pergi sekolah sekarang sangat membosankan. Objek paling menarik dimatanya beberapa hari ini tidak masuk.

Pintu kamarnya diketuk pelan. Petir terpaksa beranjak, ini pasti mamanya. Paling juga menyuruhnya makan.

"Ma, Petir lagi gk mood ma-" ucapannya terhenti saat tebakannya salah.

Lulabi tengah berdiri didepan pintu kamarnya. Senyum lebarpun tak mampu lagi ditahan oleh Petir. Dia langsung menarik Lulabi dalam pelukannya.

"Lo kemana aja hah?!" Teriaknya namun makin mempererat pelukan mereka.

Lulabi terpaku, pipinya merona.

"Hei... jauh-jauh, kalian tuh belum halal." Teriak Sagita.

Petir segera melepas walau dengan berat hati. "Kalu gitu segera nikahin kita ma." Jawabnya seraya menatap Lulabi yang menunduk makin dalam. Sipemalu.

Sagita tergelak melihat sikap mereka. "Mama tinggal bentar, awas jangan aneh-aneh sama Lulabi." Peringatnya.

Lulabi sekilas menatap Petir lalu kembali menunduk. Jika boleh jujur entah kenapa Lulabi pun sangat merindukan pria brengsek di hadapannya ini juga. Kedua remaja itu memang tengah saling mendamba.

Fat girl LulabiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang