"Lin, ngapain sih? Aku udah hampir seminggu disini masih yaela masiiiiihhhh aja kamu galau." Jinyoung menatap Guanlin yang lagi main ke hotelnya dengan muka kusut.
"Abang mau nikah Bae." Jawab Guanlin tanpa ekspresi. Udah kaya anak sekolahan dicekokin soal limit dan integral.
"Tau. Kamu udah bilang itu buat yang ke.." Jinyoung ngelirik catetannya. Nambahin satu garis lagi, menghitung beberapa garis di catetannya. "57 kali. Hari ini 57 kali. Ditambah kemarin kemarin.. hampir 800 kali."
"Anjir. Kamu itungin?"
"Iya. Biar bisa dipake buat bikin kamu kicep." Jawab Jinyoung. Dia berdiri dari posisi duduknya, mengambil susu coklat karton kecil yang kemudian dilempar ke Guanlin yang menangkapnya. "Minum dulu biar ga lebay."
Guanlin menatap susu coklat di tangannya, merengut. "Susu coklat? Kamu kira aku anak kecil?"
"Terus?"
"Stroberi."
"Dasar bocah." Jinyoung membuka kulkas di hotelnya, ngambil susu rasa stroberi sebelum kembali ngelemparin susunya ke Guanlin. "Masih belom rela juga kak Seongwoo nikah?"
"Bukannya ga rela. Cuma ga mau." Jawab Guanlin.
"Sama aja, bego. Heran. Perasaan papa sama mama kamu pinter. Kenapa kamunya bego deh?"
"Belum tau aja mereka aslinya gimana." Guanlin menggerutu, memasang sedotannya sebelum mulai minum susu stroberi yang tadi dilempar Jinyoung. "Beda. Kalo ga rela aku ada perasaan sama abang. Kalo ga mau ya.. ga mau."
"Halah ga percaya. Kamu aja. Bucin abang garis keras." Jinyoung balik duduk di sebelah Guanlin, meminum kopi kalengannya. "Kenapa lagi emang?"
"Kalo nikah mereka bakalan ngeseks kan?" Tanya Guanlin.
"Ya pasti. Emang nikah bukan semata karena seks, tapi nikah ya masa tanpa seks? Bisa sih, tapi ya.. sulit. Manusia itu punya banyak kebutuhan. Salah satunya kebutuhan biologis. Ya seks." Jinyoung kembali menenggak kopinya. "Kenapa emang?"
"Abang kan punya trauma sama seks. Kalo dia kenapa-kenapa gimana?"
Jinyoung menghentikan niatnya kembali menenggak kopinya, menoleh menatap Guanlin yang sekarang lagi gigitin sedotannya.
"Bener juga." Ucap Jinyoung. "Kak Seongwoo-nya gimana?"
"Aku rasa dia belum sadar sepenuhnya. Dia masih bahagia karena bisa sama si keset wc. Tapi.. cepet atau lambat kan dia harus tau. Si keset wc juga kan pasti butuh ngeseks." Guanlin menghela nafas panjang. "Aku ga mau senyuman abang ilang, tapi.."
Jinyoung menatap TVnya, meski perhatiannya sama sekali ga di tayangan yang muncul di layar TV.
"Terus gimana?" Tanya Jinyoung akhirnya.
"Aku takut Bae. Aku takut abang batal nikah terus down lagi. Tapi aku juga takut abang nikah, terus setiap ngelayanin suaminya traumanya muncul lagi. Abang pasti bakalan dapet dua pukulan. Karena traumanya, dan rasa bersalah karena ga bisa ngelayanin suaminya." Guanlin menghela nafas panjang lagi.
"Iya sih." Jinyoung menjawab seadanya. Guanlin kadang kaya anak kecil. Tapi kadang Jinyoung kaget pacarnya bisa mikirin hal jauh ke depan.
"Kalo aku minta batalin pernikahan abang sama si keset wc.. apa aku egois Bae?" Tanya Guanlin, menoleh ke Jinyoung.
Jinyoung menoleh, menatap Guanlin yang juga menatapnya. Agak kaget waktu ngeliat mata Guanlin berkaca-kaca.
Jinyoung menghela nafas, mengusap-usap kepala Guanlin. Berusaha menenangkan pacarnya yang selalu mendadak soft kalo menyangkut kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Romance, It's Bromance [Seongwoo-Guanlin]
FanfictionYep. Ini bukan cerita romance. Cuma cerita sebuah keluarga dimana si kakak sulung, Seongwoo, kesel punya adek tsundere nan posesif. Juga cerita si bontot yang ngebucin abangnya meski suka sok cuek. Dan cerita keduanya yang meski ganteng tapi kehidup...