1

609 53 41
                                    


Happy Reading

💕💕








Gadis itu menuruni anak tangga dengan semangat. Senyum manis tersungging di bibirnya. Seragam SMA Haiden melekat di tubuhnya. Di dada kiri gadis itu tertera nametag yang bertuliskan Faradilla Paquita Francessa. Anak pertama dari pasangan Vano Geraldi dan Renata Zelinda.

Langkahnya tertahan di tangga terakhir. Dari sana dia bisa melihat tiga manusia menikmati sarapan sambil bergurau. Gadis itu tersenyum. Mulai melangkah mendekati mereka, menarik kursi di samping gadis yang mengenakan seragam yang sama persis dengannya dan duduk di sana.

"Pagi," sapanya.

"Pagi Kak," jawab gadis di samping Fara.

Adara Bilqis Francessa. Dia adik Fara. Memiliki rambut hitam pekat dan iris mata berwarna cokelat seperti Vano. Berbeda dengan Fara yang memiliki rambut cokelat gelap dan iris mata hitam arang seperti Renata. Fara dan Dara terpaut usia dua tahun. Namun, tidak terlihat bahwa mereka kakak beradik, malah seperti teman sebaya. Mungkin karena pertumbuhan Dara yang cepat atau pertumbuhan Fara yang lambat?

Fara menatap pria yang duduk di kursi ujung meja. Pria itu memakan sarapannya dengan hikmat, tidak terganggu dengan kedatangannya. Sekedar menatap Fara saja tidak. Pria itu tidak menganggap keberadaan Fara.

"Pagi sayang. Kamu mau sarapan apa? Roti atau nasi goreng?"

Ucapan Renata membuat Fara beralih menatap wanita yang telah melahirkannya itu. Renata tersenyum lembut padanya.

Fara balas tersenyum. "Roti aja Ma, biar cepat."

"Ini, roti isi selai cokelat kesukaan kamu, sayang." Renata menyerahkan piring berisi roti isi selai cokelat pada Fara yang diterima Fara dengan senang hati.

"Dara, kamu bareng Papa saja berangkatnya."

Baru saja Fara akan menggigit rotinya, ucapan Vano menghentikan gerakannya sehingga rotinya menggantung di depan mulutnya.

Dara yang juga telah menyelesaikan sarapannya mengangguk.

"Iya, Pa." Dara beralih menatap sang Kakak. "Kak Fara bareng kita aja."

Mata Fara berbinar. "Iya ak ... "

"Enggak. Fara naik bus."

Dalam sekejap raut Fara berubah murung, gadis itu mendadak lesu.

"Tapi ... "

"Ayo Dara! Nanti kamu telat." Vano berjalan keluar setelah berpamitan dengan Renata.

Renata hanya bisa menghela napas. Dia menatap putri sulungnya sedih. Meski begitu dia bersyukur putrinya itu kuat menghadapi sikap Vano yang selalu tidak peduli padanya. Entah kapan Vano menyadari keberadaan Fara. Renata selalu berdoa agar Vano merubah sikapnya pada Fara.

Dara menatap Fara, merasa bersalah. "Maaf ya, Kak."

"Ngapain minta maaf ?" Fara menyahut sambil terkekeh, miris.

Dara tahu di balik tawa kakaknya itu, Fara merasakan sakit. Dara kagum dengan kakaknya yang selalu bisa menutupi kesedihannya.

"Malah bengong. Udah ditungguin Papa tuh." celetuk Fara.

"Iya-iya ini mau berangkat." Dara berdiri, menghampiri Renata lalu menyalim tangan wanita itu. "Aku berangkat, Ma."

Dara berbalik mengecup pipi Fara cepat. "Dah Kakak bawel." Dara segera berlari sebelum mendengar teriakan kakaknya.

"DARA! JANGAN CIUM-CIUM SEMBARANGAN?!"

Dan benar saja teriakan Fara menggema di seluruh sudut rumah bercat biru muda itu.

Fara mengusap-usap pipinya—di mana Dara menciumnya tadi. Satu hal yang paling Fara tidak sukai, dicium seseorang.

"Jangan digosok terus nanti pipi kamu merah." Renata berucap dengan lembut.

Fara menoleh, menatap Renata dan tersenyum.

"Malah nggak usah pake blush-on, Ma." Fara terkekeh karena ucapannya sendiri.

Renata senang melihat Fara tertawa seperti itu. Renata tidak ingin tawa itu menghilang dari wajah cantik putrinya.

"Kamu cepetan makannya, nanti telat."

"Santai aja, Ma. Baru juga jam setengah tujuh." Fara mengunyah rotinya dengan pelan.

"Setengah tujuh dari mana? Sekarang udah jam tujuh kurang lima belas menit."

Fara tidak menjawab. Fara terus melahap rotinya. Tiba-tiba Fara berhenti mengunyah, mendongak menatap Renata.

"Eh, jam berapa tadi, Ma?"

"Jam tujuh kurang lima belas menit." Renata berucap dengan penuh penekanan.

Mata Fara membelalak tak percaya. Fara melihat jam di tangannya lalu jam dinding secara bergantian.
"Beneran, Ma?"

"Iyalah. Masa Mama bohong." Renata ingin tertawa melihat kelakuan putrinya. Tapi, dia menahannya, tidak ingin Fara mengira dirinya bercanda.

"Kenapa nggak bilang dari tadi sih, Ma." Fara menggerutu.

"Mama udah bilang ya. Terus kamu bilang 'santai aja, Ma'." Renata menirukan gaya bicara Fara.

Fara berdiri dari kursinya, menyambar tas-nya lalu menghampiri Renata dengan tergesa-gesa.

"Aku berangkat." Fara menyalim tangan Renata dan mengecup pipi kanan wanita itu.

"Hati-hati!"

Fara berjalan—setengah berlari keluar rumah.

Renata menggelengkan kepalanya. Selalu begitu. Fara menjalani apa saja dengan santai. Renata tahu putrinya itu sering terlambat dan mendapat hukuman. Meski Fara murid pintar, tidak harus selalu taat peraturan kan?


● ● ●

Gimana nih part 1?

Terima kasih sudah membaca. Sampai ketemu di part 2.

Jangan lupa vote & comment!



Falin Ladtynz

01 Juli 2018

DiamondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang