8

215 25 10
                                    


Happy Reading

💕💕





Gadis itu melangkahkan kakinya dengan pelan. Dia memasuki gedung yang di depannya tertera dengan jelas "RUMAH SAKIT GELDA". Sesekali dia tersenyum pada suster yang menyapanya.

Dia mengernyit, tidak suka bau tempat itu. Seharusnya dia tadi membawa masker.

Dia berhenti di depan resepsionis. Tersenyum pada dua suster di sana.

"Pagi Nona Fara," sapa suster yang bernama Hilda.

"Pagi juga Suster Hilda," balasnya, tersenyum manis.

"Mau ketemu Dokter Gery ya?" Suster Hilda bertanya.

"Iya, dia di ruangannya kan, Sus?" Fara membalas.

"Iya, baru saja Dokter Gery keluar dari ruang operasi."

"Aku langsung ke sana deh, Sus. Makasih infonya." Fara tersenyum sebelum pergi.

Dia menyusuri koridor rumah sakit itu. Lalu berhenti di depan pintu yang bertuliskan 'Dokter Spesialis Mata'. Tanpa mengetuk, Fara mendorong pintu tersebut dan nyelonong masuk seperti biasa.

Laki-laki berusia 27 tahun yang duduk di kursi besarnya dengan jas putih kebanggaannya yang kini telah terdampar di lengan kursi itu tersentak. Pasalnya, dia tadi tengah melamun. Secepat mungkin laki-laki itu merubah ekspresinya. Dia tersenyum.

"Kebiasaan banget. Masuk ruangan Kakak nggak ngetuk pintu." omelnya.

"Jadi nggak boleh nih aku ke sini. Ya udah deh aku pulang aja." Fara cemberut. Dia berbalik, hendak meraih knop pintu.

"Eh, eh.. " Laki-laki itu berdiri dari kursinya, menahan lengan Fara. "Mau ke mana? Kan baru datang."

"Aku mau pulang aja," Fara memalingkan wajahnya, tidak mau menatap laki-laki di depannya.

Laki-laki itu terkekeh. "Kamu jelek kalo ngambek."

"Iya aku tau, aku jelek makanya nggak ada yang sayang sama aku." Mata Fara berkaca-kaca.

Laki-laki itu—Gery, dia sepupu Fara, jadi menyesal telah berkata begitu. Dia tadi hanya bercanda. Lagipula tidak biasanya Fara baper. Gadis itu selalu membalasnya dengan candaan. Namun kali ini tidak. Sepertinya suasana hati gadis itu sedang buruk.

"Nggak, kamu cantik. Semua orang sayang sama kamu. Kak Gery, Mama, Dara... "

"Tapi Papa benci aku," setetes air mata meluncur dari mata indah gadis itu.

"Papa nggak benci sama kamu. Di... " kalimat Gery terpotong karena Fara menyela lagi.

"Kak Gery bohong, Papa benci sama aku. Dia nggak pernah nganggap aku ada. Dia cuma sayang sama Dara." Fara menangis sekarang. "Apa salah kalo aku iri sama Dara? Sama adik aku sendiri? Aku juga pengen diperhatikan Papa, dianterin ke sekolah sama Papa, dipuji Papa kalo aku bisa meraih ranking satu di kelas."

"Kenapa Tuhan jahat sama Fara, Kak? Kenapa?! Kenapa Fara nggak pernah di sayang Papa? Papa nggak pernah lihat Fara. Fara capek, Kak." lanjut Fara. Gadis itu mulai terisak. Dia menghapus air matanya kasar.

"Fara nggak pernah minta aneh-aneh. Dari dulu Fara Cuma pengin disayangi Papa, dilihat Papa, dipeluk Papa. Tapi apa? Tuhan nggak ngabulin permintaan Fara. Apa Fara nggak pantas dapatin itu semua, Kak?" isakan gadis itu semakin keras, napasnya tersengal-sengal. Gery madih diam. Dia akan menjadi pendengar untuk Fara. Dia ingin Fara mengutarakan semua isi hatinya agar gadis itu merasa lebih tenang nantinya.

DiamondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang