17

160 16 3
                                    

--
Happy Reading
💕💕


Pukul sebelas malam, Fara tiba di kediamannya. Bisa dibilang dia kabur dari rumah Gery. Lagi-lagi dia pergi dari sana tanpa berpamitan pada siapa pun. Beruntung Gery tidak ada di rumah, cowok itu sedang di rumah sakit. Fara ingin pulang ke rumah, bertemu sang Mama. Dia merindukan Mamanya. Padahal Cuma sehari tidak bertemu. Bukan lebay. Tapi kenyataannya memang begitu, dia paling tidak bisa berjauhan dengan sang Mama.

Fara membuka pintu rumahnya dengan pelan-pelan, tidak ingin membangunkan penghuni rumah itu yang pastinya sudah tidur. Keadaan di dalam rumah begitu sepi. Jadi dia langsung menaiki tangga ke kamarnya.

"Anak gadis jam segini baru pulang?!"

Suara yang terdengar sinis menghentikan langkah Fara yang baru menginjak tangga kedua.

Fara berusaha mengabaikan. Melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Namun kalimat selanjutnya yang keluar dari pria yang dipanggilnya Papa membuatnya terdiam dengan tubuh kaku.

"Perempuan murahan?!" Suara Vano naik satu oktaf.

Setetes air mata meluncur begitu saja. Dengan kasar Fara menghapusnya. Lalu dia berbalik menghadap pria itu. Tatapan bangga yang selalu Fara tunjukkan pada Vano hilang sudah. Digantikan tatapan tajam yang terasa asing.

"Terimakasih sudah memberitahu siapa diri saya." Fara menjawab dengan datar

Hanya itu yang mampu Fara ucapkan. Sesuatu terasa meledak di dadanya. Rasa kecewa memenuhi hatinya saat ini. Pria pertama yang ia cintai dan ia fikir tidak akan pernah mengucapkan kata itu untuknya. Kini justru menjadi orang pertama yang membuatnya kecewa.

"Seharusnya kamu sadar diri. Kamu tidak diinginkan di sini."

Lagi, suara sinis Vano membuat air mata Fara kian merebak melewati pipi tirusnya.

"Tanpa anda beritahu pun saya sudah tahu," Fara tersenyum sinis. "Seandainya saya boleh meminta, saya tidak ingin dilahirkan dari rahim istri anda. Saya tidak ingin kalian yang menjadi orang tua saya."

"Jaga ucapan kamu, Fara!"

Vano terlihat sangat emosi, napasnya memburu, tatapan laki-laki itu juga berubah tajam. Vano melangkah mendekati Fara. Tangannya terangkat seperti ingin menampar Fara.

"Apa? Anda mau menampar saya? Silahkan, tampar saja supaya anda puas." Fara menunjukkan pipi kirinya karena tangan pria itu malah mengambang di udara, tidak jadi menamparnya.

"Saya menyesal terlahir di keluarga anda,"

"Saya menyesal memiliki Papa jahat seperti anda."

Plak

Satu tamparan yang mendarat di pipi kiri Fara menambah rasa kecewa Fara pada Vano. Kepala Fara bahkan sampai menoleh ke samping kanan, menunjukkan betapa kerasnya tamparan itu. Pipi Fara juga terlihat merah. Perih, namun yang di dalam sana terasa lebih perih.

Fara menengadah, menatap pria yang telah menamparnya dengan tawa miris.

"Ini akan selalu saya ingat sampai kapan pun,"

"Ah, satu lagi. Saya tidak menyangka orang yang saya pikir tidak akan menyakiti saya justru orang pertama yang melukai saya."

Tepat setelah ia berkata dengan nada yang sarat akan kekecewaan itu dia berbalik menaiki tangga menuju kamarnya tanpa perlu repot-repot menatap pria itu lagi.

Fara membanting pintu kamarnya dengan keras dan menguncinya. Menimbulkan suara gaduh. Fara tidak peduli lagi dengan penghuni lain yang mungkin akan terbangun karena ulahnya.

DiamondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang