Kiandra membuka kedua kelopak matanya yang semula terpejam. Tidurnya yang begitu tenang dan damai harus terusik karena suara bising diluar kamarnya. Siapa lagi, kalau bukan para bocah super biang kerok itu?
Disebut biang kerok karena memang mereka selalu menjadi biang masalah bagi Kiandra. Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat Kiandra harus ekstra sabar. Namun seperti yang diketahui, kesabaran seseorang ada batasnya, bukan? Maka tak heran jika Kiandra seringkali mengumpat dan menaikkan intonasi suaranya. Seperti pagi ini contohnya.
"Berisik banget sih, woi!" Teriak Kiandra setelah ia membuka pintu kamarnya. Matanya masih setengah terbuka karena rasa kantuk masih mendera.
Hening sejenak. Lalu Felix mulai tertawa, diikuti oleh Leo dan Kefin. Merasa ditertawakan, Kiandra hendak mengeluarkan kata-kata pedasnya kalau saja suara Frans, ayahnya tidak memanggil.
"Ki, kesini sebentar."
Kiandra lantas pergi menghampiri ayahnya. Sebelum itu, ia memberikan tatapan tajam kepada tiga bocah biang kerok.
Kiandra menghampiri ayahnya yang ternyata sedang menikmati secangkir kopi di ruang depan. Ah, Kiandra jadi ingin ikutan ngopi.
"Kenapa, Pah?" Kiandra duduk disisi ayahnya.
Frans menaruh cangkir kopi yang sedang digenggamnya ke atas meja. Kemudian, ia memulai percakapan,
"Begini. Kemarin Papa baru dapet kabar kalo anak dari salah satu teman Papa masuk rumah sakit,"
Kiandra sempat terkejut sesaat. Lalu kemudian, ia bertanya kembali,
"Anaknya siapa, Pah?"
"Anak orang atuh, Ki."
Sungguh. Disaat membicarakan sesuatu yang serius seperti ini, ayahnya masih saja bisa bercanda.
"Bukan.. maksud Kiandra itu nama teman Papah yang anaknya sakit itu." Kiandra menghela nafas sejenak. Ayahnya hanya terkekeh melihat putrinya itu.
"Om Bram."
Satu detik Kiandra terdiam memandang ayahnya. Baru dua detik kemudian, ia membulatkan matanya.
"Om Bram yang dulu suka main kesini, Pah?!"
Ayahnya mengangguk.
"Yang suka bawain martabak itu?!" Bukan apa-apa, memang yang bernama Om Bram itu jika bertamu kerumah keluarga Kiandra, pasti selalu membawa buah tangan.
Dan Om Bram tahu saja kesukaan Kiandra. Memang terbaik.
Ayahnya kembali mengangguk membenarkan pertanyaan Kiandra. Ia kembali menyesap kopi dicangkirnya, lalu melanjutkan.
"Besok Papa rencana mau jenguk. Kamu ikut?"
Tanpa berpikir panjang, Kiandra langsung menganggukan kepalanya. Baginya, sosok Om Bram sudah ia anggap seperti pamannya sendiri.
"Emang anaknya sakit apa, Pah?"
"Vertigo."
Anak dari Om Bram itu adalah seorang gadis berusia 15 tahun, beda satu tahun lebih muda dari usia Kiandra. Gadis itu merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya laki-laki, tengah menjalani kuliah di luar negeri. Jadi, hanya gadis itulah yang menemani Om Bram beserta sang Istri. Tentunya jika ia menderita sakit, betapa sedihnya mereka.
"Kasihan ya Om Bram. Cobaan itu pasti berat banget buat dia, padahal dia orang baik." Kiandra tertunduk merenung.
"Cobaan itu bertujuan untuk membuktikan seberapa kuat diri kita, sekaligus membuat kita menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Terlebih di dunia yang sekarang lebih keras. Dan bukan berarti orang baik tidak mendapat cobaan. Justru terkadang, cobaannya bisa lebih sulit dari orang yang bersikap jahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
FALSE
Teen FictionDi tengah kerumitan hidupnya, Kiandra Venice bermimpi bertemu dengan sosok lelaki yang selalu memberinya semangat serta motivasi yang entah bagaimana selalu berhasil mempengaruhinya. Bahkan ia berharap bahwa sosok itu nyata dalam realitanya Akankah...