Brianne melihat bayang-bayang samar akan sosok seorang pria di hadapannya. Bayang-bayang itu perlahan semakin jelas, saat Brianne menggosok kedua matanya. Jam berapa ini? Berapa lama dia sudah tertidur.
“Baru kali ini aku mendengar seorang wanita mendengkur saat tidur.”
Brianne seketika membuka kedua matanya lebar-lebar, lantas refleks duduk dari pembaringannya. Keningnya dan kening Nord saling bertabrakan satu sama lain. Keduanya pun sama-sama meringis kesakitan.
“Bodoh!” Nord melihat kesal kepada Brianne yang masih sibuk mengaduh.
“Kepalamu keras seperti batu,” timpal Brianne, sepertinya tidak begitu mendengarkan saat Nord menyebutnya bodoh.
“Kau tahu di dalam kepala ada tengkorak, bukan? Wajar saja kalau keras.” Nord berdiri, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Pria itu sudah memakai pakaian resmi kerajaan. Melihat betapa tampan tunangannya itu, Brianne terpesona.
“Apa acara perkenalannya sudah akan dimulai?” tanya Brianne mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin terhisap lebih lama lagi ke dalam pesona Nord.
Nord melirik ke jam tangannya. “Kau hanya punya waktu setengah jam lagi untuk bersiap-siap. Nanti akan ada beberapa orang yang membantumu.”
Brianne dan Nord sama-sama menoleh ke pintu, begitu mendengar suara benda itu terbuka. Dari sana, terlihat dua wanita cantik dengan gaun berwarna putih gading yang serupa.
“Oh, Brianne! Kau lebih cantik dari yang terlihat di fotomu.” Salah seorang dari dua wanita itu berlari menghampiri Brianne yang masih duduk di kasurnya. “Aku Stephanie, adik si Berengsek Dingin yang akan menjadi suamimu ini.”
Brianne tidak bisa lebih setuju lagi dari ini. “Ya ampun, tampaknya bukan hanya aku saja yang memandangmu seperti itu, Nord.”
Nord mengembuskan napas kesal. “Baiklah, dia sudah menjadi urusan kalian,” katanya, seraya berbalik melangkah menuju pintu.
Ketika pintu kamar Brianne sudah tertutup sempurna, Josephine, wanita yang lain yang juga adik Nord, menghampiri Brianne dan Stephanie usai mengambil gaun yang tersimpan di lemari Brianne.
“Aku dan Stephanie yang memilih gaun ini untukmu. Kami lebih suka mengurusmu dengan tangan kami sendiri, ketimbang menyuruh pelayan untuk melakukannya.” Josephine mengedipkan sebelah matanya.
Brianne tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Sebelumnya ia membayangkan akan susah untuk membaur dengan adik-adik Nord.
“Seandainya anggota kerajaan diperkenankan memiliki Instagram, aku akan mengunggah foto-fotomu dengan hasil dandanan kami di sana.” Stephanie menekuk bibirnya dengan cara yang menggemaskan.
“Kalau begitu, saat aku menikah dengan kakak kalian, aku akan membuatnya mengizinkan anggota kerajaan memiliki Instagram.” Brianne terkekeh. Sebenarnya sampai sekarang ia belum bisa membayangkan akan menjadi seperti apa dirinya jika menikah dengan Nord. Tapi setidaknya, memiliki dua adik ipar yang menyenangkan dan ibu mertua yang baik seperti Annelise bukan sesuatu yang buruk.
Josephine sedang memilih warna lipstick yang cocok untuk Brianne di meja rias. “Instagram itu menyenangkan. Aku sengaja membuat akun palsu untuk melihat video-video kucing, atau tingkah orang konyol di aplikasi itu. Menurutku, sebaiknya kau juga membuatnya sekarang, Bri.”
Brianne beranjak dari duduknya, mengikuti arahan Stephanie dan Josephine yang menyuruhnya untuk duduk di kursi meja rias. “Untuk apa aku membuatnya? Aku sudah memiliki akunku sendiri,” jawab Brianne, sembari mengikat rambutnya membentuk cepolan.
Stephanie saling berpandangan dengan Josephine, lalu kembali kepada Brianne. “Uh oh… kau tidak tahu?”
“Tidak tahu apa?”
“Akun Instagram-mu sudah hilang.”
***
Hal pertama yang Brianne lakukan saat melihat Nord di aula istana, adalah menginjak kaki tunangannya itu dengan sepenuh hati menggunakan kakinya yang bersepatu hak tinggi.
Dan betapa hebatnya Nord, karena pria itu masih bisa menyembunyikan rasa sakit di kakinya, dengan sebuah senyuman tipis sambil memejamkan mata.
Nord melihat ke arah Brianne yang menatapnya dengan sorot mata kesal. Sempat terpukau beberapa saat begitu melihat tampilan tunangannya yang menawan, Nord hanya diam ketika Brianne mulai mengoceh cepat seperti burung.
“... dan kau menghapus akunku dengan seenaknya? Kau pikir siapa dirimu?” Hanya itu kalimat yang mampu didengar jelas oleh Nord, selama ia sibuk menatap wajah Brianne.
Mata cokelatnya, pipinya yang tampak merona dengan pemerah bibi yang dipoles minimalis, serta bibirnya yang terlihat menggoda meski bukan menggunakan lipstick merah. Stephanie dan Josephine diam-diam melakukan tos di kejauhan, saat menangkap basah Nord yang nyaris tidak berkedip melihat 'hasil karya’ mereka.
Nord meletakkan jari telunjuknya di bibir Brianne. “Diamlah. Kau tidak ingin ada rumor tidak menyenangkan di kalangan anggota kerajaan. Semua orang di sini sedang memperhatikan kita.” Nord menurunkan jari telunjuknya.
Brianne mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sebagian menatapnya dengan tatapan mendamba, dan sebagian lagi menatapnya dengan tatapan yang terkesan seperti sedang mencari-cari kekurangannya. Oh, manusia….
Nord menyampirkan tangannya di pinggang Brianne. Brianne sontak menoleh kepada pria itu, dan nyaris memekik saat menyadari wajah pria itu begitu dekat dengannya. “Kau hanya perlu diam, Bri. Jadilah anak manis malam ini,” bisik Nord di telinga Brianne. Entah apakah pria itu menyadari kalau bulu kuduk Brianne seketika meremang merasakan deru napas pria itu di telinga dan lehernya.
“Setidaknya, kita tidak akan berciuman di sini, kan?”
Nord menukikkan sebelah alisnya yang tebal. “Kau tertarik?” tanyanya seraya tersenyum menggoda.
“J-jangan macam-macam!” Brianne memperingatkan, tanpa membalas tatapan Nord.
“Kita lihat saja nanti, Bri. When I feel like kissing you, you better get ready.”
Pada suka gak sih?
Lanjut gak nih :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince and Me
RomanceBrianne Marlowe, seorang gadis sederhana yatim piatu yang sedang menjalani tahun ke-tiga SMA-nya. Dia terpaksa bekerja sambilan diam-diam sebagai pelayan restoran, sejak neneknya meninggal setahun yang lalu. Hidupnya berubah saat suatu hari ia kedat...