Loha! Maaf ya agak telat updatenya. Bukan siang malah sore. Aku lagi di RS nih jaga papaku yang sakit. Mohon doanya yaa biar lekas sembuh. Mamacih! Enjoy!
Brianne berharap kehadiran Agatha semalam hanya mimpi. Sayangnya, kenyataan menamparnya dengan begitu keras, menunjukkan eksisten Agatha yang bukan sekadar khayalan Brianne. Kini, perempuan tua yang dijuluki 'Nenek Sihir' itu tengah duduk menyilangkan kaki di atas kasur Brianne yang belum sempat dirapikan oleh pemilik sementaranya-ya, setidaknya sampai ia kembali ke istana Westscarlett, entah kapan.
Brianne hanya mengenakan jubah mandi untuk menutupi tubuhnya. Rambutnya digelung dengan handuk sedemikian rupa, dengan tetesan air yang masih segar, menandakan ia baru saja mandi dan belum mengeringkan tubuh dengan benar.
"Bergeraklah dengan cepat, Brianne. Aku nyaris mengira kau pingsan di dalam kamar mandi. Sebenarnya, berapa lama kau memerlukan waktu untuk mandi?" Agatha meniup-niup kukunya yang tampak berkilau. Sepertinya salah satu pelayan di vila baru saja memberikan pelayanan menikur padanya.
"Aku akan bersiap-siap sekarang, " ujar Brianne, memilih tidak menyahuti sindiran Agatha.
Agatha lalu mengacungkan telunjuknya, mengarah ke satu sudut. Lebih tepatnya, ke arah pintu kamar Brianne yang tidak menutup sempurna. Ada sesuatu yang mengganjal pintu itu sehingga tidak bisa menutup; sebuah ember, sapu, dan kain pel tanpa gagang.
Brianne mengikuti arah tunjuk Agatha, lalu seketika merasakan jelas bagaimana seluruh bulu kuduk tubuhnya berdiri dalam satu detik yang sama. "Kau sungguhan?" Brianne meneguk ludahnya susah payah.
Agatha tersenyum dalam. "Apakah aku terlihat sedang tidak bersungguh-sungguh?" Perempuan tua itu kemudian berdiri, memperlihatkan rok selututnya yang terjatuh dengan apik. "Jadi sebenarnya, percuma kau mandi berlama-lama."
Singkat cerita, Brianne menghabiskan seharian waktunya dengan menyapu, mengepel, setiap sudut vila menggantikan para pelayan yang entah diungsikan ke mana oleh Agatha. Di bangunan seluas ini hanya ada mereka berdua, dan beberapa penjaga yang-katanya-masih berada di sekitar bangunan, tapi Brianne tidak melihat satu pun batang hidung mereka.
Selama Brianne melakukan tugasnya, Agatha duduk diam memperhatikan sambil meminum teh-yang ketika habis akan dibuatkan lagi yang baru oleh Brianne tentu saja-sambil membaca buku.
Sesekali Agatha akan mengeluarkan ocehannya ketika Brianne ketahuan menjulurkan lidahnya mengejek Agatha, atau mengomel dalam volume kecil. Meskipun pada akhirnya, Brianne sama sekali tidak membatasi dirinya, dan membiarkan Agatha mendengar keluhannya terang-terangan seperti saat ini.
Brianne sedang duduk meluruskan kaki. Kedua tangannya memijit-mijit betis dan lututnya secara bergantian. Kurang lebih sepuluh menit yang lalu, ia sukses menyelesaikan seluruh 'pekerjaannya', dan Agatha-adik nenek Nord itu, duduk di atas sofa yang menghadap langsung ke arah Brianne yang duduk di atas karpet.
".....sebenarnya kesalahan apa yang kulakukan? Bukankah kita baru berkenalan? Atau ini karena aku hanya perempuan biasa yang tidak punya apa-apa?" Brianne menuntaskan ocehannya dalam bentuk pertanyaan.
Agatha sama sekali tidak memindahkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca. "Kau kira aku membencimu? Tidak, Bri. Apa yang membuatmu berpikir aku membencimu?" Agatha menutup buku yang belum selesai ia baca itu. Judulnya tertulis dalam bahasa Cina, dan Brianne tidak begitu pintar untuk mengetahui artinya.
"Sikapmu padaku menjelaskan semuanya." Brianne melipat kakinya, mengubah posisinya menjadi duduk bersila.
Agatha meletakkan bukunya di sisinya yang kosong. "Yang aku benci bukan dirimu, tapi bagaimana pandangan orang lain melihatmu. Semua orang meremehkanmu, menganggapmu tak lebih dari sekadar tikus jalanan yang tiba-tiba menemukan jalan menuju dapur yang menyimpan banyak makanan lezat. Bagi sebagian lainnya, kau layaknya keberuntungan, sebab mereka pikir dengan keberadaanmu, maka Nord dan keluarganya dapat tersingkir dengan mudah dari tahta. Calon suamimu itu Putera Mahkota Imperium. Kau tidak lupa, kan?"
Agatha mengulurkan tangannya, mengisyaratkan kepada Brianne untuk meraih tangannya dan berdiri. Brianne dengan patuh mengikuti, tetap membungkam mulutnya bahkan ketika Agatha membawanya berjalan keluar dari vila menuju pinggir pantai.
Sesampainya mereka di pinggir pantai, Brianne menangkap barisan pelayan yang berjalan menuju vila. Samar-samar di antara deburan ombak, Brianne mendengar tawa renyah di antara para pelayan.
"Mereka aku suruh berjalan-jalan di sekitar pulau dan bersantai. Kau baru saja meringankan rasa lelah mereka." Agatha memindahkan tangannya yang semula menggenggam tangan Brianne, menjadi merangkul bahu Brianne. Selanjutnya, ia memejamkan mata sambil menarik dan mengembuskan napas panjang-panjang, dan tersenyum. Brianne terpaku melihat bagaimana senyum Agatha tampak begitu damai. Kesan buruk yang selama ini ia sematkan pada Agatha hilang seketika dalam hitungan detik.
"Brianne, setelah hari ini berakhir dan kau kembali pulang ke Imperium, segalanya akan terasa jauh lebih berat dari yang kau bisa bayangkan. Semua yang kau lewati saat bersamaku bukanlah apa-apa dibandingkan bermacam-macam rintangan yang akan kau hadapi nantinya."
Brianne berhasil menemukan suaranya. "Tapi, tapi kukira kau menentang keberadaanku-"
Agatha tertawa. "Hei, kau pikir hanya saudariku saja yang bersahabat dengan nenekmu? Aku hanya ingin sedikit mengerjaimu. Apalagi cucu-cucuku itu telah mendoktrinmu dengan mengatai aku sebagai 'Nenek Sihir'." Agatha memeluk Brianne, mengusap-usap punggungnya dengan lembut.
"Istirahatlah. Jangan terkejut kalau anak-anak itu membawakanmu banyak hadiah." Agatha menyebut para pelayan sebagai anak-anak. "Aku bilang, kau yang berjasa hari ini. Jadi, terima saja hadiahnya."
Agatha seolah terpaku kepada tempatnya berpijak. Ia hanya bisa memandangi kepergian Agatha yang disambut oleh beberapa penjaga menggunakan sebuah mobil golf.
Agatha tidak pernah membencinya.
Brianne tertawa. Seharusnya, Nenek Sihir itu melamar menjadi seorang aktris daripada menetap di Imperium.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince and Me
RomanceBrianne Marlowe, seorang gadis sederhana yatim piatu yang sedang menjalani tahun ke-tiga SMA-nya. Dia terpaksa bekerja sambilan diam-diam sebagai pelayan restoran, sejak neneknya meninggal setahun yang lalu. Hidupnya berubah saat suatu hari ia kedat...