Halo! Semoga masih ingat cerita ini ya..
Follow me on Instagram: zeeyazeee
and Twitter: zeeyazee28
Boleh banget di-followback
Brianne meregangkan tubuhnya sambil bibirnya membentuk sebuah senyuman lebar. Ia sengaja tidak menutup tirai jendela, sehingga kini cinar matahari dengan ramah menyapa bagian kulitnya yang tidak dilindungi kain pakaian atau pun selimut tebal kasurnya. Oh, sungguh pagi yang cerah tanpa bayang-bayang nenek sihir. Masih ada hari esok untuknya bersantai tanpa khawatir telinganya terancam tuli akibat serangan teriakan Agatha yang mematikan melebihi racun ular.
"Selamat pagi."
"Selamat pa—" Kedua mata Brianne nyaris keluar dari tengkoraknya. Mendapati senyuman Nord terbit di sisinya berhasil mengubah suasana tenang pagi harinya mendadak kelam. Yah, meskipun harus Brianne akui kalau hampir 45% itu merupakan pemanis yang menyenangkan, tapi tidak dengan keadaannya yang saat ini hanya mengenakan lingerie satin tali spagetti super mini with no bra inside!
"OH, AMPUNI AKU BUNDA MARIA—APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!" Brianne menarik selimutnya tinggi-tinggi hingga menyentuh dagu. "Keluar, atau kau ingin ibumu terpaksa membuat kita semua pulang hari ini karena aku menendang bokongmu, dan kau harus ke rumah sakit?"
Nord dengan santai menarik punggungnya, lalu duduk menghadap Brianne yang semakin waspada menarik selimutnya hampir menutupi separuh wajahnya. Pria itu lalu tertawa kala menangkap basah bola mata Brianne yang curi-curi pandang ke arah dadanya yang terlihat dari celah kemeja tidur putih yang ia kenakan. Sebenarnya ia lebih suka bertelanjang dada saat tidur, dan ketika berlibur di sini, ia biasanya akan berkeliaran dengan hanya mengenakan celana pendek santai. Alasan ia menutupi tubuh bagian atasnya saat ini karena tidak ingin Brianne melihatnya dengan tatapan risi. Jika saja ia tahu Brianne justru memandangnya dengan cara yang berbeda... ah, baiklah, kalau begitu ia tidak akan segan-segan lagi. Nyatanya, mengusili tunangannya itu memang hal yang paling menyenangkan bagi Nord.
"Bokongku bukan sasaran menyenangkan untuk kautendang, Bri." Nord meninggalkan kasur, membawa dirinya mendekati pintu balkon lalu membuka pembatas itu, membiarkan angin segar menyongsong seluruh penjuru kamar. "Ibu menyuruh kita menahan lapar hingga siang hari, karena katanya dia sedang menyiapkan menu baru yang spektakuler. Jadi, aku bermaksud mengajakmu berjalan-jalan di sekitar pulau."
"Kalau begitu aku akan bersiap-siap." Brianne menyibak selimut yang semula nyaris menenggelamkan dirinya, lalu berlari masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Belum genap satu detik ia menutup pintu, Brianne melongokkan kepalanya ke luar. "Kau tahu harus menunggu di mana, Nord. Keluar! Aku tidak ingin kaumelihatku dalam keadaan telanjang nanti."
Nord berbalik, tersenyum menatap pintu yang kembali menutup dengan cepat. Pria tampan itu lalu berteriak, "Hei, bukankah nantinya aku akan melihat tubuh telanjangmu? Apa bedanya dengan aku memutuskan melihatnya sekarang?"
Lalu, pintu kamar mandi kembali terbuka, menunjukkan Brianne yang hanya mengeluarkan jari tengahnya.
***
Brianne memejamkan matanya. Entah sudah berapa waktu berlalu sejak terakhir jari-jari kakinya menyentuh pasir yang dibasahi air laut. Ah, seandainya saja ia membawa baju renang....
"Bri, kau tidak berpikir untuk mandi di sini, kan?" Nord sedikit berseru. Jaraknya dengan Brianne saat ini memang cukup jauh. Nord masih berada di tepi pantai, sementara Brianne sudah melebur bersama air laut yang tingginya hampir mencapai setengah pahanya saat ini.
Brianne menoleh ke arah Nord, lalu mengangkat kedua bahunya dengan gaya acuh tak acuh. "Kalau kau tidak ada di sini... aku akan dengan senang hati berenang hanya dengan mengenakan pakaian dalamku."
"Kalau kau berniat melepas bajumu, maka aku tidak segan bergabung bersamamu sekarang juga."
"Bermimpilah sesukamu, Nord." Kemudian, Brianne melebur lebih jauh bersama buih laut.
"Jangan terlalu jauh, Bri... ombak terkadang bisa berubah menjadi tidak bersahabat tanpa aba-aba!" Nord mulai cemas. Pria itu perlahan mengikis jaraknya di antara Brianne. Kini, sebagian celana pendek yang ia kenakan pun ikut terkena sapuan air laut. Beberapa kali Nord akan melirik waspada ke arah ombak yang datang. "Hei, Bri... aku memperingatkanmu. Aku tahu kau pemberani, tapi gelombangnya semakin besar."
"Ini masih pagi, Nord. Air pasang baru akan dimulai beberapa jam lagi," timpal Brianne. Ia berusaha agar tidak terlalu percaya diri menganggap Nord sedang memperhatikannya, tapi ia tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk membayangkannya dan itu membuatnya senang. Sialnya, hal itu justru membuatnya lengah. Brianne sama sekali tidak menyadari bahwa ombak selanjutnya yang datang cukup kuat menghempas dan menggulung tubuhnya nyaris ke tengah laut.
Nord tentu saja tidak tinggal diam. Pria itu dengan sigap berenang cepat meraih Brianne sebelum ombak membawanya lebih jauh. Nord merengkuh tubuh Brianne dalam pelukannya, menuntunnya menuju permukaan. Brianne terbatuk-batuk begitu berhasil meraup udara. Kedua matanya memerah, bibirnya memucat. Brianne sempat mengira ia akan bertemu dengan mendiang neneknya hari ini.
"Dasar bodoh! Bukankah aku sudah memperingatkanmu?!" Di tengah kekesalannya, Nord membiarkan Brianne memeluknya lebih erat. Di sisi lain, pandangannya menemukan pelayan-pelayannya tampak panik melihat mereka dari kejauhan. Sebagian dari mereka terlihat sedang berlarian sambil membawa handuk, dan tidak sedikit yang mulai bersiap hendak menceburkan diri untuk menolong dirinya dan Brianne.
"A-aku tidak bisa menggerakkan kakiku." Brianne menangis. Perempuan itu benar-benar syok dengan apa yang baru saja terjadi. Kedua lengannya semakin erat mengikat dirinya bersama Nord, khawatir laut akan kembali menenggelamkannya.
Nord menepuk-nepuk punggung Brianne, mengusapnya naik turun perlahan seraya membubuhkan kecupan dalam di keningnya. "It's okay, I got you." Lalu, dengan tidak mengendurkan rengkuhannya sama sekali, Nord membawa Brianne menepi. Ia sama sekali tidak mengizinkan pelayan-pelayan yang hendak menolongnya menyentuh Brianne. Pria itu melakukan semuanya sendiri, termasuk menggendong tunangannya itu memasuki vila.
Di tengah ketakutannya, Brianne merasa tenang merasakan hangat tubuh Nord melekat di tubuhnya. Now, she's looking at him in a different way, and he knows. Namun, Nord memilih untuk berpura-pura mengabaikan netra hitam yang mengundangnya untuk menyambut tatapan itu.
Cause he could imagine perfectly how people will look at them when he's kissing her right now and there....
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince and Me
RomanceBrianne Marlowe, seorang gadis sederhana yatim piatu yang sedang menjalani tahun ke-tiga SMA-nya. Dia terpaksa bekerja sambilan diam-diam sebagai pelayan restoran, sejak neneknya meninggal setahun yang lalu. Hidupnya berubah saat suatu hari ia kedat...