PM | Chapter 9

10.7K 1.6K 80
                                    

Instagram: zeeyazeee (dm for follback)

"Bri, kamarmu ada di sebelah kamar Nord." Annelise menjatuhkan bokongnya di sofa berbahan viscose berwarna abu-abu gelap. George mengikutinya selang beberapa detik kemudian. Keduanya bertingkah seperti orangtua yang amat kelelahan meskipun selama perjalanan mereka tidak melakukan hal lain selain tidur.

"Nord, kau ingin ke kamar, kan? Antar tunanganmu." Annelise memijit-mijit tulang hidungnya. Sementara Edson terkekeh melihat tingkah ibunya yang tidak pandai bersandiwara dadakan.

"Sebenarnya Ibu tidak perlu repot-repot bersandiwara hanya untuk membuatku mengantar Brianne." Nord tersenyum lebar hingga deretan gigi rapinya menampakkan diri. Di sisi lain, George dan Edson berusaha keras untuk tidak tertawa, kecuali mereka bermaksud merelakan makan malam mereka.

Singkat cerita, Nord menunjukkan Brianne jalan menuju kamarnya. Kamar itu berada di sayap kiri vila, dengan pemandangan yang langsung menghadap pantai dan matahari terbenam. Terangnya cahaya jingga itu memenuhi lantai lorong berdinding kaca yang sedang Brianne dan Nord lewati. Untuk beberapa saat, Brianne menghentikan langkahnya.

"Simpan rasa takjubmu, kau belum menikmati menu utamanya." Nord telah lebih dulu sampai di depan kamar Brianne. Pria itu bahkan sudah membuka pintunya, dari posenya jelas sekali terlihat ia menunggu Brianne agar segera menyusulnya.

Nord benar. Brianne memang belum menikmati menu utamanya.

Kamar Brianne memiliki balkon dengan dinding yang juga berfungsi sebagai pintu sebagai satu-satunya akses menuju balkon bernuansa krem dan putih. Dinding kaca terbuka lebar, sepertinya ini memang sengaja dilakukan untuk menyambut Brianne. Dan Brianne tidak bisa berhenti tersenyum.

"Sepertinya dua hari tidak akan cukup untukku." Brianne memutar berbalik menghadap Nord.

Nord mendekati Brianne dengan kedua lengan terlipat di depan dada. "Well... kau bisa ke sini kapanpun kau mau nanti." Pria itu mengeluarkan satu tangannya dari saku, lalu diletakkannya di kepala Brianne.

"Apa?" Brianne menyorotkan tatapan keheranan ke arah Nord.

Nord membungkukkan badannya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Brianne. Bercampur dengan sinar jingga matahari terbenam, bagi Brianne, wajah Nord terlihat beratus kali lipat lebih tampan dari biasanya. Tentu saja ia tidak berniat mengatakan hal itu padanya.

Menyadari ada yang berbeda dari senyum Nord, Brianne merasakan firasat buruk. "Hei, kalau kau melakukan ini karena—"

"Sudah kuduga, kau benar-benar pendek."

Brianne sontak menoyor kepala Nord. "Sudah kuduga kau akan mengatakan itu. KELUAAAAR!!!"

***

Brianne membuka pintu dan langsung hendak menutupnya kembali saat melihat sosok Nord di depan pintunya.

"Eits!" Nord menahan pintu kamar Brianne dengan kakinya, dan Brianne pura-pura tidak melihat. Ia terus mendorong pintunya hingga Nord berteriak kesakitan, dan baru berhenti ketika suara kesakitan pria itu terdengar semakin melengking.

"Sorry, aku tidak melihat kakimu ada di sana."

Nord terlihat seperti hendak mengumpat, tapi ia memutuskan untuk menahan diri. "Makan malam sudah siap. Ibu benar-benar semangat memasak. Ia menyuruh semua pelayan beristirahat selama ia sibuk di dapur.

Brianne menunjukkan wajah berseri-seri. "Bukankah itu bagus?"

"Bagus? Dia memasak menu yang sama dengan tadi pagi, dan beberapa menu lain yang tidak pernah kami coba sebelumnya. Asal kau tahu, Edson dan Oliver pernah diare selama seminggu penuh karena masakannya."

Brianne tersenyum kikuk. "Ehm... setidaknya mereka berdua tidak mati karena diare." Lalu, wanita itu melenggang dengan sedikit melompat menelusuri lorong, meninggalkan Nord yang tampak enggan berjalan menuju ruang makan.

Aroma daging panggang memenuhi ruang makan yang besarnya hampir sama dengan ruang makan di istana. Hanya ruangan ini satu-satunya tempat yang memiliki interior khas kerajaan, sementara ruangan lain benar-benar menyerupai kebanyakan vila biasa yang didominasi dengan kayu berwarna putih.

Nord yang terlambat beberapa menit dari Brianne mengembuskan napas lega begitu melihat menu makan malam yang sudah tertata di atas meja makan. "Sepertinya ini tidak seburuk yang kukira."

"Seburuk yang kau kira?" Annelise datang sambil membawa semangkuk besar kentang tumbuk, yang kemudian ia letakkan di tengah-tengah meja. "Ibumu hanya terlalu jarang menunjukkan bakat memasaknya."

"Ya, ya, terserah Ibu saja." Edson meletakkan ponselnya di samping alat makan. "Kuharap Ibu tidak lupa dengan apa yang menimpa aku dan Oliver saat kami berumur 12 tahun."

Annelise tampak tidak memedulikan perkataan Edson. Wanita itu hanya bersenandung pelan, seraya menyendokkan kentang tumbuk ke piring makan yang sudah bisa ditebak untuk siapa. "Brianne, makanlah yang banyak."

Dan... baru kali ini semua anak-anak Annelise merasakan perasaan cemburu terhadap orang lain yang diperlakukan baik oleh Annelise.

"Jadi... anak kesayangan Ibu adalah Brianne?" Josephine menunjukkan raut wajah sedih yang terlalu dibuat-buat. Brianne tertawa melihatnya.

"Karena hanya Brianne yang menghargai masakan Ibu." Annelise termakan pancingan Josephine. "Ah, mungkin sebaiknya kau memakan itu terlebih dahulu." Annelise yang semula akan mengambilkan kentang tumbuk untuk George, tiba-tiba melesat kembali ke dapur dan kembali membawa piring kecil berisi beberapa potongan kecil makanan yang bentuknya menyerupai nugget.

Brianne terdiam saat Annelise menyodorkan piring itu padanya. Dan perasaan Annelise yang ingin Brianne mencicipi hidangan itu, terasa begitu kuat hingga Brianne tak sanggup menolak.

Brianne mengambil satu potong nugget. Pandangan Nord menangkap jemari Brianne yang terlihat bergetar saat memasukkan makanan itu ke mulutnya.

Tiga kali kunyahan, dan Brianne menangis...

Annelise panik. Ia kira masakannya benar-benar gagal, sementara Oliver tergesa-gesa menyodorkan gelas minumannya sendiri kepada Brianne yang duduk di sebelahnya.

"Nenek..." Suara Brianne yang terisak memanggil mendiang neneknya sontak membuat seluruh keluarga inti imperium itu terdiam.

Annelise—yang berdiri di belakang Brianne—mengikuti naluri keibuannya dengan merangkul wanita itu dari belakang. "Aku tidak bermaksud membawamu kembali ke kesedihanmu, Brianne..."

Brianne menggelengkan kepala kuat-kuat. "Tidak. Ini benar-benar enak. Sudah lama sekali sejak aku makan ini." Brianne menunjukkan senyumnya di sela-sela air mata. Bola-bola sayuran daging keju yang dibuatkan Annelise memiliki rasa yang menyerupai masakan mendiang nenek Brianne.

Entah. Ia sering membuatnya sendiri, memakannya di restoran-restoran yang menjual menu yang sama. Tapi... dia tidak pernah semelankolis ini. Mungkin karena Annelise ikut mencurahkan kasih sayangnya saat membuat makanan itu untuk Brianne, sama seperti bagaimana mendiang nenek Brianne membuatnya dulu.

"Baiklah, semuanya... cepat makan sebelum masakan ibu kalian dingin." George mengubah suasana dingin kembali hangat, seraya melemparkan senyumannya kepada Brianne yang segera membalas dengan ulasan senyum yang sama lebarnya.

Perhatian Brianne tersita oleh Nord yang tiba-tiba bertukar tempat duduk dengan Oliver. Dan Nord menghentikan pertanyaan Brianne—bahkan sebelum wanita itu membuka mulutnya—dengan menempelkan jari telunjuknya di bibir tunangannya itu.

"Enjoy the dinner, Bri," ujar Nord, sembari meletakkan sepotong daging panggang ke piring Brianne.

Prince and Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang