Ada hikmahnya aku sakit. Jadi bisa update wkwkw. Jangan lupa vomment!
“Jangan macam-macam, Yang Mulia.” Brianne menyatakan ultimatum, dibarengi dengan sorot mata tajam. “Tidakkah kau tahu ciuman pertama wanita itu sangat sakral?”
Sebelah sudut bibir Nord naik dengan menawan. “Ah… jadi kau memutuskan untuk mengakuinya secara terang-terangan sekarang? Menarik.” Nord mengulur tangannya, membuat jarak antara dirinya dan Brianne sebelum ia menarik kembali tunangannya itu dalam satu gerakan memutar yang anggun.
Brianne menahan napasnya, saat merasakan pandangan Nord menghujam tepat ke kedua matanya. Hidung keduanya nyaris bersentuhan.
Nord mengangkat pinggang Brianne, sontak Brianne memegangi lengan Nord. Kakinya bergerak meniru tarian yang pernah ia tonton secara tidak sengaja di televisi. Untungnya, gerakan perdananya itu tidak berakhir memalukan.
Nord tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya, jemarinya ia jalinkan dengan jemari kanan Brianne. Lengan kirinya masih betah melingkari pinggang ramping wanita yang tampak mulai gugup itu.
“Kapan pesta ini berakhir?” Brianne terdengar tidak sabaran. “Aku mulai tidak tahan berada di sini.” Wanita itu memalingkan pandangannya dari tatapan Nord.
Nord menyeringai. “Kau tidak betah dengan pesta ini, atau kau tidak tahan berada sedekat ini denganku?”
Brianne mengembalikan perhatiannya kepada Nord. Wanita itu sejenak terpukau dengan manik cokelat yang sekilas terlihat keeemasan. Yang terjadi selanjutnya, ia mendorong dada pria itu dengan satu gerakan samar yang tidak mencuri perhatian orang-orang sekitar mereka.
“Kau terlalu percaya diri, Nord.” Brianne mencebik, meninggalkan Nord menuju Josephine dan Stephanie yang sedang mengobrol di dekat meja saji.
“Apa yang terjadi?” tanya Josephine, sembari meletakkan gelas wine-nya. “Kalian sudah selesai berdansa?”
Brianne melirik sekilas ke arah Nord yang sedang menolak ajakan berdansa wanita lain. Kemudian diam-diam dia tersenyum puas. Saat ia kembali menatap Josephine dan Stephanie, raut wajahnya kembali berubah datar. “Aku bosan.”
Stephanie mengambilkan segelas wine, dan Brianne menerimanya. “Apa ini? Wine? Kalian meminum ini dari tadi? Berapa umur kalian?”
Stephanie dan Josephine saling berpandangan, kemudian tertawa terbahak-bahak. “Pesta adalah pengecualian,” ujar Josephine. “Setidaknya, kami diizinkan meminum dua sampai tiga gelas oleh calon suamimu itu.”
Stephanie mengangkat gelasnya kepada Nord. Brianne tidak mengikuti arah pandang kedua calon adik iparnya itu, karena tidak ingin bersitatap kembali dengan tunangannya.
“Oh, tidak--arah jam tiga, Nenek Sihir datang.”
Stephanie menutupi wajahnya dengan tangannya yang dibentuk seperti payung.
“Bri, jangan menatap dia.” Kali ini Josephine melakukan hal yang sama.
Brianne mengikuti rasa penasarannya. Ia melihat ke arah yang dikatakan Stephanie, dan menemukan seorang wanita tua bergaun putih berpadu krem mendekati mereka bertiga.
Raut wajah wanita tua itu sama sekali tidak bersahabat. Ia memegang kipas yang terlipat di tangan kanannya, dan yang ada di pikiran Brianne, kipas itu terlihat seperti pisau yang siap menggorok leher siapa pun yang melawan wanita itu.
“Brianne Marlowe?” Wanita tua itu menyebut nama Brianne, sambil mengangkat sebelah alisnya. “Aku sengaja datang ke pesta ini untuk bertemu denganmu.”
Brianne menunduk dalam-dalam seraya setengah membungkuk.
Wanita tua itu lalu melanjutkan. “Aku, Agatha, adik satu-satunya mendiang Sharron. Aku ingin melihat siapa yang dipilih menjadi calon istri Pangeran Mahkota kami… dan sepertinya, aku harus kecewa.”
Brianne memiringkan kepalanya dengan heran. Di belakangnya, Stephanie dan Josephine tampak perlahan melangkah mundur. Mereka tidak ingin ikut campur meramaikan genderang perang.
“Terlalu muda.” Agatha memukul kepala Brianne dengan kipas yang ia bawa. “Sama sekali tidak terawat.” Kemudian berganti menggesek kulit tangan Brianne dengan benda yang sama. “Sama sekali tidak menunjukkan postur yang menawan.” Agatha memukul dagu, punggung dan pantat Brianne. “Inilah kenapa aku benci dengan sifat kakakku yang terlalu dipenuhi kenaifan.”
Brianne meniupkan udara ke keningnya dengan kasar, sambil memejamkan mata. “Well, maafkan aku, Mam.” Brianne menangkap sekelilingnya sekarang sedang menjadikan dirinya pusat perhatian. “Beginilah seorang Brianne Marlowe yang dijodohkan dengan Pangeran Mahkota--terimalah kenyataan ini meskipun itu mengecewakanmu, Yang Mulia.”
Agatha membuka kipasnya dengan kasar, kemudian berlalu meninggalkan Brianne dalam kemarahannya. Wanita tua itu baru saja mempermalukannya!
“Kau tidak apa-apa?” Josephine sudah kembali bersama Stephanie. “Nenek kami yang satu itu memang begitu.”
Stephanie mengipasi Brianne yang wajahnya memerah karena menahan amarah, dengan tangannya sendiri. “Tahan. Setidaknya kau harus bersabar menghadapi dia selama sebulan ini.”
Brianne melirik putus asa kepada Stephanie. “Apa maksudmu?” Tuhan, para malaikat dan Dewa-dewi yang sedang menontonku di atas sana, apakah sebegitu senangnya kalian melihatku terpuruk dalam masalah?!
“Nenek Agatha yang dulu mengajari kami tata tertib seorang Putri. Kami menjalaninya dari kami berumur delapan tahun sampai kami berumur sepuluh tahun. Jelas kau masih sangat beruntung--kau hanya perlu menahan diri selama sebulan saja.” Josephine menjelaskan panjang lebar.
Brianne membuka mulutnya, menunjukkan raut wajah kaget bercampur kata-kata 'apa kau bilang tadi?’ tanpa suara.
Stephanie menepuk-nepuk pundak Brianne, lalu berbisik. “Aku menyimpan bir kaleng di kamarku kalau kau butuh.”
Dan Brianne mengangguk berkali-kali dengan cepat.
Yuhuuuu! New Cast!
Agatha Willros
Adiknya mendiang Nenek Nord, masih menyandang nama keluarga Sharron dulu karena dia tidak menikah.
Kira-kira gimana ya hubungan si Brianne dan Nenek Agatha? 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince and Me
RomantizmBrianne Marlowe, seorang gadis sederhana yatim piatu yang sedang menjalani tahun ke-tiga SMA-nya. Dia terpaksa bekerja sambilan diam-diam sebagai pelayan restoran, sejak neneknya meninggal setahun yang lalu. Hidupnya berubah saat suatu hari ia kedat...