PM | Chapter 6

9.4K 1.6K 42
                                    


Brianne bangun dengan perasaan yang tidak menentu. Dia tidak bisa menilai apakah dia takut, cemas, atau gugup. Yang jelas, jika ada dokter di imperium yang bersedia memalsukan surat keterangan sakit, Brianne berani membayar mahal—hanya jika cara pelunasannya bisa dilakukan dengan mencicil—karena Brianne benar-benar tidak punya uang banyak saat ini.

Menghadapi orang seperti Agatha mungkin bukan hal pertama bagi Brianne. Tapi justru karena dia adalah 'Agatha', adik dari mendiang Ratu terdahulu Imperium Domini, Brianne tidak perlu lulus ujian negara hanya untuk mengetahui bahwa wanita tua itu bisa melakukan apa saja jika Brianne melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Omong-omong soal 'melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginan Agatha', wanita tua itu tidak mengatakan jam berapa dia akan memulai mengajari Brianne.

Suara pintu yang terbuka hingga terbanting mengenai tembok, membuat jantung Brianne seolah nyaris melompat keluar dari tubuhnya. Di ambang pintu, berdirilah sumber perasaan tidak menentu yang dirasakan Brianne hingga detik ini; Agatha. Wanita itu mengenakan pakaian berkudanya, dan tampak begitu gagah untuk orang tua sesuainya dengan helm yang ia tenteng di tangan kirinya.

"Ah... Tuan Puteri baru saja bangun?" sindir Agatha.

Suara hak sepatu berkuda yang bertemu lantai kamar Brianne, terdengar horor di telinga Brianne. Tanpa sadar, ia menelan ludah cukup keras. "Pesta semalam benar-benar melelahkan."

"Hanya satu pesta, Brianne. Kelak, sudah menjadi hal yang biasa jika kau diwajibkan menghadiri tiga sampai empat pesta dalam semalam. Sekarang, angkat pantat malasmu itu dan cepat berganti pakaian!" Agatha melemparkan helm yang ia bawa kepada Brianne., nyaris meleset.

"Jangan bilang aku akan—"

"Berkuda? Tentu saja. Kau pikir kita akan ke pantai dengan baju seperti ini?" Agatha menunjuk dirinya sendiri. "Cepatlah. Masih banyak yang harus kita lakukan hari ini."

Brianne spontan mendesahkan napas berat, dan Agatha yang semula sudah berbalik hendak meninggalkan kamar Brianne, sontak kembali berbalik mengarahkan tatapannya pada Brianne. "Apa kau baru saja menghela napas?"

Brianne mengatupkan kedua belah bibirnya rapat-rapat seraya menggelengkan kepala kuat-kuat. Ia bahkan menahan napasnya sendiri, dan baru mengisi rongga dadanya dengan oksigen kembali saat Agatha benar-benar sudah berada jauh dari kamarnya.

***

Brianne mengusap-usap kedua lengannya naik-turun, berusaha menciptakan kehangatan untuk tubuhnya yang mulai mendingin. Suhu pagi di imperium sama sekali tidak bersahabat dengan Brianne yang hanya mengenakan blouse tipis seragam berkuda para puteri imperium. Bayangkan jika ia memiliki alergi dingin seperti teman sekelasnya di kelas Biologi akselerasi, Penelope. Wajahnya mungkin sudah bengkak dan memerah sekarang.

"Baiklah, sebelum memulai latihan pertamamu. Ada beberapa pengetahuan dasar berkuda yang harus kauketahui." Agatha berjalan mondar-mandir di depan Brianne, dengan kedua tangannya bersilang di belakang pinggang. Ia lalu mengangkat salah satu tangannya sambil mengatakan, "satu! Kau wajib memilih instruktur yang kompeten."

Brianne menganggukkan kepalanya asal-asalan. Namun, kedua matanya mengikuti arah langkah kaki Agatha yang tengah menuju ke salah satu dari dua kuda yang tersedia. "Dua, mulailah naik dari sisi kiri kuda." Wanita tua itu menyontohkan cara menaiki kuda. Kuda yang ia naiki adalah kuda gagah berwarna cokelat muda. Sekilas, terlihat sorot kelembutan Agatha saat ia mengusap pelan kening kuda itu.

"Ketiga..." Agatha turun dari kuda, lalu berjalan mendekati Brianne. "Kau harus mencobanya sendiri."

Brianne untuk beberapa saat memelototkan kedua matanya. Sambil celingukan, ia pun berkata, "di mana instrukturnya? Kau bilang tadi...." Brianne menghentikan ucapannya, tepat ketika ia menyadari sesuatu. Jawaban dari pertanyaannya. "You don't say...."

"Aku adalah instruktur terbaik dari yang paling baik, Brianne. Kau tidak perlu cemas." Agatha menepuk dadanya sendiri, lalu tertawa keras. "Yang seharusnya kaucemaskan adalah dia."

Brianne mengikuti arah telunjuk Agatha. Seekor kuda putih, kuda yang tidak dipilih Agatha sebelumnya.

"Dia adalah partner-mu pagi ini, Brianne." Agatha mendorong Brianne yang melangkah dengan enggan, dari belakang.

"Ehm—k-kau tahu, kan, aku belum pernah menaiki kuda sebelumnya?"

Agatha mengangguk. Tenaganya semakin kuat mendorong Brianne yang mulai menunjukkan perlawanan. "Tentu saja aku tahu. Karena itu aku akan membantumu menaiki kudamu."

Tangan Brianne gemetar hebat saat mengambil tali kekang kuda dari tangan Agatha. Ragu-ragu ia mulai mengambil ancang-ancang naik, dan dengan bantuan Agatha, ia berhasil menaiki kuda putih yang tampak tenang itu.

Brianne mengembuskan napas lega. "Lalu, apa lagi?" tanyanya.

Mendengar pertanyaan itu, senyum Agatha mengembang lebar. "Pegangan yang erat, Brianne. Kita akan mulai berjalan dengan sangat pelan," jawabnya, seraya berbalik berjalan menuju kuda cokelatnya.

Sesaat sebelum Agatha menaiki kudanya, ia berbalik dan menatap Brianne dengan senyum jenaka. "Aku lupa memberitahumu. Kuda yang kaunaiki itu... lumayan sensitif. Jadi... kau harus berhati-hati."

Wajah Brianne berubah pias. Rasa panik yang tiba-tiba melanda membuatnya secara refleks ingin cepat-cepat turun dari kuda. Namun sialnya, ia malah menarik tali kekang dengan sangat kuat dan membuat kuda yang ia naiki terkejut.

Selanjutnya, teriakan Brianne terdengar bersimfoni dengan derap kaki kuda putihnya yang berlari kencang mengelilingi lapangan.

Oh!

Jangan lupakan tawa Agatha yang terpingkal-pingkal melihat Brianne.

***

"SHE WANTS TO KILL ME!" Brianne melempar topi berkudanya ke sembarang arah, begitu ia memasuki kamarnya bersama Josephine dan Stephanie. Dua calon adik iparnya itu sengaja menjemput Brianne ke lapangan berkuda, begitu mendengar teriakan Brianne dari taman bunga tempat mereka menikmati teh pagi mereka. Taman itu memang berdekatan dengan lapangan berkuda.

"Percayalah. Dia sama sekali tidak bermaksud begitu. Dia hanya—"

"Hanya menganggapku sebagai bahan lelucon mengerikannya!" Brianne memotong kalimat Josephine, dan si penutur kalimat hanya menyengir merasa bersalah.

Stephanie memungut topi berkuda Brianne yang tergeletak tak berdaya di lantai, lalu menggantungnya di tiang gantungan mantel. "Kau hanya perlu bertahan."

"Bertahan saja tidak akan cukup untuk menghadapi wanita tua itu." Brianne meniupkan udara ke keningnya yang dibanjiri keringat dingin. Setelah menghabiskan hampir sepuluh putaran bersama kuda yang nyaris menyamai kecepatan motor Valentino Rosi, Brianne tampaknya harus mengisi cairan tubuhnya yang sebelumnya terlalu banyak menguap.

"Daripada mencemaskan Nenek Agatha—yang esok-esok akan kautemui lagi—lebih baik kau mencemaskan harga dirimu yang bisa lebih jatuh lagi nilainya, ketika bertemu Kakak nanti sore." Josephine mengingatkan Brianne akan ajakan Annelise untuk menikmati camilan sore di danau belakang istana, bersama para anggota keluarga kerajaan, termasuk Nord pastinya.

Josephine melanjutkan, "Kakak kami itu punya kebiasaan buruk; menertawakan kemalangan seseorang."

Jangan lupa vomment!

Follow me: Instagram--> zeeyazeee

Prince and Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang