Chapter 03.

2.2K 258 7
                                    

Ini tentang Namjoon yang pekerja keras bersama sepupunya Hoseok yang sering mengacau.

Buktinya telur ceplok Namjoon gosong karena Hoseok yang menyalakan musik terlalu keras, sampai-sampai Ia tidak mendengar suara penggorengan yang sudah bekerja cukup lama.

Jadinya mereka hanya makan sereal pagi ini. Tidak buruk juga lah, Hoseok juga menikmati makanannya sementara Najoon menikmati dengan terpaksa.
"Kenapa kau harus datang ke rumahku sepagi ini sih?"

Hoseok dengan santainya tetap memasukkan sereal ke dalam mulutnya dengan tenang.
"Biasanya juga lebih pagi dari ini, dan kenapa kau harus menyakiti hati diri sendiri sepagi ini dengan menggerutu. Satu lagi, telur mana yang tidak gosong kalau ditinggal tidur lagi?"

Namjoon melengos pasrah, sudahlah: ini memang kebiasaan Hoseok, anak itu bahkan pernah datang subuh dengan pakaian seragam lengkap.
"Kali ini kenapa lagi?"

Dan selalu begini, Hoseok terlalu bosan dengan pertanyaan yang  sama saat dirinya datang pagi-pagi.
"Apa menurutmu aku harus punya masalah dulu untuk datang pagi-pagi?"

"Yaah biasanya memang begitu, kakak mu lagi?"

Hoseok menggeleng untuk menanggapi ucapan Namjoon.
"Aku punya masalah serius, lebih dari oceran orangtuaku tentang kakak"

Namjoon menghentikan aktivitasnya, khawatir kalau-kalau memang terjadi hal yang lebih buruk. Melihat dari ekspresi Hoseok saat dibandingkan dengan kakaknya, Namjoon pikir hal itulah yang paling buruk.
"Apa?"

"Aku butuh tumpangan, Joon"

Hampir saja Namjoon melempar mangkuk dihadapannya, kalau Ia tidak ingat bahwa setiap perabotan adalah kekuasaan sang ibu.
"Aish, bukannya setiap hari kau selalu berangkat denganku?"

"Aku hanya malas menunggumu di teras rumah, mengacau pagi-pagi rasanya lebih menyenangkan"

"Daripada diomeli karena nilaimu buruk? Jangan mengatakan apa-apa lagi. rumahmu di sebelah, aku mendengar pertengkaran kalian semalam. Kau marah pada kakakmu?"

Hoseok menyelesaikan makanannya, menarik napas dengan ringan.
"Tidak. Aku dan kakakku bukan lagi pada level harus marah pada satu sama lain saat orangtua kami memberi memotivasi. Saat aku yang gagal maka kacaku adalah kakak, begitu juga sebaliknya"

Namjoon tersenyum, tidak salah Ia selalu mencontoh Hoseok. Sepupunya memang selalu sedewasa itu.
"Lalu kenapa kalian bertengkar?"

"Aish, aku ini manusia normal. Hatiku gatal saat dibandingkan begitu, memangnya kau menerima tanpa perlawanan saat dibandingkan dengan Seokjin Hyung?"

Tentu saja Namjoon menggeleng, dan Hoseok sudah tahu pasti hal itu. Namjoon adalah tipe yang akan mengamuk hanya karena satu hal yang menyakiti hatinya, maka dari itu Ia benar-benar memperlakukan oranglain sebagaimana dirinya ingin diperlakukan walau kadang sikapnya tidak sesempurna itu. Seperti sekarang, Ia sudah bangun dari duduknya bersiap ingin meninggalkan Hoseok yang berlalu mengejar.

Bagi Hoseok, pencapaiannya tidak ada yang berarti untuk dirinya sendiri karena semua hal yang Ia miliki sepenuhnya dipersembahkan untuk ayah dan ibunya. Jadi alasannya melakukan ini dan itu, hanya untuk mereka.

Hoseok hampir tidak pernah mempermasalahkan kegagalan, apalagi hanya sekedar nilai ulangan semester yang turun; itu sama sekali bukan masalah untuknya, bukan karena Hoseok itu pintar atau bagaimana, Ia hanya malas untuk membuat sakit hati diri sendiri. Yang menjadi masalah itu ketika nilai bertinta merah ditemukan oleh ibunya di dalam tas, maka ayahnya akan mengoceh semalaman.

Mulut ayahnya lebih cerewet dari ibu, makanya Hoseok bisa seberisik itu. Apalagi saat Hoseok mulai jengah, dibangunkan tengah malam hanya untuk diceramahi; maka rumah akan ikut-ikutan berisik sampai-sampai terdengar oleh tetangga.

SEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang