Chapter 06.

1.6K 227 7
                                    


Dia yang tertinggal sendirian di tengah samudra.

Yoongi selalu menyukai gelap seperti biasa, kesepian yang biasanya dibenci banyak orang adalah sesuatu yang menguntungkan untuknya. Ia suka malam, ia suka kesunyian. Seorang pemuda yang tidak banyak bicara, menurut orang-orang.

Cukup keren menurut beberapa orang. Beberapa orang juga tidak tahu betapa berisiknya seorang Min Yoongi.

Dia salah satu dari anak beruntung. Tapi keberuntungannya itu berbeda, tidak seistimewa yang orang-orang punya.

Jika anak lain merasa beruntung memiliki ayah yang pemberani.

Yoongi malah tidak tahu, sepenakut apa ayahnya.

Disaat anak lain mempunyai ibu yang bisa memasakkan makanan enak.

Yoongi pikir, lidahnya sudah lupa rasa masakan ibunya.

Kenyataan dirinya dibuang dan dipaksa lenyap, Kenyataan bahwa dirinya hanya dihargai uang asuransi yang jumlahnya tak seberapa itu; membuat Yoongi mau tidak mau mengumpat pada orang-orang yang mengatakan, tidak ada orangtua yang tidak menyayangi anaknya.

Omong kosong.
Karena menurut Yoongi, ada orangtua yang tidak menyayangi anaknya; Mereka adalah manusia yang hanya memiliki status tanpa menjiwai.

Seperti bagaimana Yoongi ditinggalkan di jurang sendirian saat usianya tujuh tahun, usia yang cukup untuk mengingat betapa menyakitkannya terlahir sial. Betapa menyakitkannya tidak terlahir di keluarga kaya yang kerjaannya hanya membuang uang tiap hari, sementara ibu Yoongi harus setengah mati menanam kentang. Jangankan membeli kue kacang yang sering membuat Yoongi menggigit kukunya sampai habis, bahkan tidak jarang Ia dan ibunya kelaparan karena tidak punya cukup uang untuk sekedar membeli beras.

Jika ditengah kota terlihat banyak anak-anak yang ceria dengan mainan yang canggih, bisa menyala dan berjalan tanpa diseret, maka dipinggiran kota ada anak-anak yang seperti Yoongi; bukan lagi memikirkan mainan apa yang ingin mereka beli, tapi makan apa besok.

Ada anak-anak yang memikirkan seperti apa hari esok. Akankah semuanya lebih baik?

Mungkin ibu Yoongi juga memikirkan itu setiap hari, sampai ia sendiri lelah hidup dengan keadaannya.

Menikah di usia muda, mempunyai anak, ditinggal mati dan menjanda bukan Perkara mudah. Ditambah kesiapan mental belum sempurna mungkin membuatnya berhenti membelai anaknya dimalam hari, lupa memasak sarapan hingga malam itu; Ia meninggalkan anaknya di jurang yang jauh dari jangkauan orang, memalsukan data anaknya dibawah status kematian.

Memikirkan hal itu Yoongi ingin berteriak, melompat ke laut dan diam di dalam air; membiarkan dirinya menyatu dengan air, sampai air laut bisa menyembuhkan lukanya.

Tetapi saat Ia memikirkannya kembali, jika hal itu dilakukan; Maka Ia benar-benar mati konyol dan tak beharga, sia-sia keberuntungannya diadopsi oleh keluarga Min, diterima dengan baik di sana.

Orangtua asuhnya benar-benar melakukan banyak hal, termasuk berupaya mati-matian memperjuangkan hak asuhnya di saat ibu kandungnya tidak mengakuinya sama-sekali.

Yoongi sadar, uang asuransinya membuat sang ibu hidup bahagia sekarang meski tanpa dirinya.

Dulu, Yoongi pikir mereka akan menghabiskan waktu bersama sampai mati. Sampai Yoongi menjadi anak laki-laki yang berguna dan menghasilkan banyak uang untuk membuat mereka sekedar hidup layak.

Dulu, saat cita-cita seorang Lee Yoongi masih sesederhana itu.

Sekarang, keadaan sudah lain. Ibunya melanjutkan hidup, maka Yoongi juga harus.
Ia tidak bisa terpaku ditempat, sementara orangtua asuhnya mengupayakan banyak hal untuk membuat dirinya menjadi manusia yang lebih berharga.

SEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang