Prolog + Trailer

6.1K 625 640
                                    

Jakarta, Juli 2018

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Juli 2018

Dari tadi semua orang sangat sibuk dengan urusannya masing-masing, mondar-mandir tidak jelas ah bukannya tidak jelas, mereka jelas mengerjakan sesuatu namun bagi seseorang yang melihatnya sekilas saja pasti mengira mereka mondar-mandir tidak jelas. Mulai dari bi Mijjah yang sibuk membawa masuk bahan-bahan makanan dan Pak Mahmud yang sibuk mendekorasi ruangan seperti dekorasi pesta ulang tahun. Fyi, padahal tidak ada yang ulang tahun di hari ini.

"Padahal cuma nyambut kepulangan si Bara." Seorang lelaki dengan seragam putih abu-abu yang masih melekat di bajunya dan selempangan tas di bahunya tiba-tiba berbicara. Dengan tangan yang dia silangkan di dada membuatnya tampak angkuh.

Kekehan kecil terdengar dari samping laki-laki itu. "Ya kan abang Bara udah satu tahun gak pulang loh."

"Eh ngomong-ngomong, adiknya kakak kok tumben pulang cepat?"

Arga-lelaki berseragam SMA- menghempaskan tubuhnya ke sofa dan duduk tepat di samping Agatha-Kakak perempuan Arga.

"Kenapa kok muka kamu kesel gitu?" Agatha mengacak rambut Arga sambil terkekeh kecil melihat adiknya itu yang kini cemberut.

"Gimana gak kesel Kak. Asal Kakak tau seharusnya hari ini aku mau latihan futsal di sekolah, dan ini tuh penting banget kak karena Bambang Pamungkas mau datang buat ngasih ilmunya. dan parahnya Mami malah nyuruh aku pulang dengan ancaman motor aku mau dijual kalau enggak pulang."

Agatha tertawa kecil melihat Arga menceritakan keluhan adiknya itu. "Yaudah sabar deh, kan Mami mau kita itu ngumpul buat nyambut bang Bara."

"Tapi kan Kak, ini itu-"

"Ssstt, Kamu mau Mami dengar? Nanti kamu bisa di amuk Mami loh."

Arga mendengus lalu menyenderkan tubuhnya ke sandaran sofa. "Kesel aku Kak, kenapa juga sih si Bara harus pulang di hari ini. Mending gak usah pulang aja sih selamanya kan bisa tentram terus hidup aku."

"Oh jadi gitu, Kamu mau Abang kamu gak usah pulang selamanya gitu?"

"Ma... Ma... Mami?"

Arga meneguk ludahnya melihat Mami yang berada tak jauh darinya dengan tangan yang berkacak pinggang, "Kenapa kamu, ngelihat Mami kayak ngelihat hantu gitu."

"Arga, kalau latihan futsal sih bisa kapan aja. Ini moment langka loh jadi kamu harus di rumah dan lagi Mami suruh kamu pulang bukan itu duduk-duduk. Kamu sana bantu pak Mahmud ngedekor."

"Yaampun Mi, ini tuh cuma kepulangannya Bar-"

"Arga!"

"Maksud aku bang Bara. Cuma nyambut dia pulang bukannya nyambut presiden Mi. Ini apalagi pake dekorasi dikira mau ada kawinan."

Mami melotot sementara Agatha udah siaga satu mau kabur ninggalin Arga kalau Mami ngamuk. Arga mendengus. "Oke, fine. Aku kerjain." Arga langsung melepas tasnya dan berjalan cepat meninggalkan Mami dan Agatha.

"Kamu liat kan Tha, sifatnya itu sama persis sama Bara. Pantes kalo gak pernah akur." Mami menggelengkan kepalanya melihat anak bungsunya itu. "Yaudah Tha kamu beresin kamarnya Abang kamu ya. Mami sama yang lain soalnya masih sibuk. Lagian kan kamu tau, Bara itu gak sembarangan ngasih orang masuk ke kamarnya. Tapi kalo kamu yang masuk mungkin gak masalah. Ah, kuncinya ada di kamar Mami gabung sama kunci kamar Mami, kamu ambil aja ya."

Agatha tersenyum dan mengangguk mengerti lalu langsung beranjak dari tempat duduknya menuju kamar abang tertuanya.

Agatha masih berdiri di ambang pintu kamar Bara, kamar itu masih sama seperti dua tahun yang lalu ketika pemiliknya masih menempatinya, kamar itu masih memiliki suasana tenangnya, dengan jendela besar yang langsung menampakan pemandangan luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Agatha masih berdiri di ambang pintu kamar Bara, kamar itu masih sama seperti dua tahun yang lalu ketika pemiliknya masih menempatinya, kamar itu masih memiliki suasana tenangnya, dengan jendela besar yang langsung menampakan pemandangan luar. Agatha berjalan menuju jendela itu dan membuka gorden hitam yang menutup dinding kaca itu.

Agatha tersenyum. "Pemandangannya masih sama."

Agatha kini berjalan mendekati meja belajar yang cukup besar di sudut kamar, dengan beberapa frame foto milik Bara dan buku2 yang masih tersusun rapi. "Kamar abang itu udah rapi, aku bingung apa yang mau di rapiin." Agatha tertawa kecil karena memang itu adanya kamar itu sudah bersih dan rapi. Namun Agatha akhirnya menemukan apa yang akan dia kerja kan.

"Dari dulu abang gak pernah suka pakai sprei gelap kan karena bikin banyak nyamuk."

Lalu perempuan itu mulai membuka sprei berwarna biru gelap di tempat tidurnya dan mengganti dengan satu set bedcover berwarna putih abstrak namun tampak cerah. Namun saat mengeluarkan sprei itu sebuah foto jatuh dan mendarat di atas tangan Agatha dengan pas karena dia menangkapnya.

Foto yang dicetak polaroid itu di bubuhi sebuah tulisan tangan yang Agatha kenal itu tulisan tangan Bara.

Seharusnya gak mustahil mengingat darah yang mengalir di tubuh kita tidaklah sama

Agatha tercekat lalu membalikkan foto dan Agatha sekarang menemukan jawaban di balik semua pertanyaannya selama ini.

AKUTUH CAPEK MIKIR PUBLISH TIDA PUBLISH TIDA YAH

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AKUTUH CAPEK MIKIR PUBLISH TIDA PUBLISH TIDA YAH

AGATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang