Di meja makan sudah tersedia makanan, namun tak ada yang siapa-siapa disitu. Kakaknya Raihan masih di kamarnya, entah sudah bangun atau belum.
Lalu Bi Ijah datang membawa air dari dapur
"Bi, mama mana? Biasanya kan jam segini sudah ada disini." Tanya Lizy yang masih berdiri di anak tangga terakhir.
"Nyonya tadi malam pamit pergi keluar kota. Saya juga kaget, non Lizy juga sudah tidur saat nyonya pergi."
Lizy menghela nafas lalu duduk, menyantap sarapannya.
"Pagi ma--" ucapan Raihan berhenti saat melihat tak ada Hanum disitu.
"Mama pergi tadi malam." Balas Lizy cuek.
"Oh....berarti kita ke sekolah naik bus dong." Raihan mengatakannya dengan sangat enteng, Lizy yang mendengarnya langsung tersedak. Apalagi dengan keadaan hujan yang melanda Jakarta pagi ini membuatnya semakin takut.
"Gak! Gak mau!!" Lizy menolak mentah-mentah.
"Terus naik apa? Jalan kaki? Taksi? Pala lu pea' uang semua di pegang mama. Cuma recehan aja buat bayar bus." Kakaknya (Raihan) sama sekali tak peduli dengan Lizy, padahal ia tau bahwa Lizy sudah sangat trauma.
Lizy termenung tak melanjutkan santapannya. Hingga jam menunjukkan pukul 06.30. Waktu tempuh dari rumahnya ke SMAnya itu sekitar 17 menitan.
"Ayo!" Ajak Raihan untuk pergi ke sekolah."Ya elah. Ayo, keburu terlambat. Tenang aja ada gue."
Mau tak mau harus mau. Lizy dan Raihan keluar dan menuju halte bus untuk menunggu. Hujan tak berhenti-berhenti, malah semakin deras.
"Woy jangan melamun!" Raihan menatapnya, ia tau perasaan Lizy jika harus naik bus lagi. Tapi tidak selamanya bus akan mengalami kecelakaan, itu yang harusnya ia ketahui.
Bus datang dan berhenti di halte,
"Ayo naik!!" Raihan menarik tangan Lizy, tapi Lizy tetap diam dan masih saja duduk,"Ayo naik bawel." Ucap Raihan sekali lagi dan menarik tangannya dengan sekuat tenaga. Sayangnya Lizy tak bisa menahan. Hingga di dalam bus Lizy terpaksa berdiri karena tak ada kursi kosong. Takut, itu yang dirasakan. Pikirannya di bayang-bayangi oleh kejadian 12 tahun silam.
Di tengah perjalanan, bus tiba-tiba saja rem mendadak, Lizy langsung terduduk menekuk memeluk kakinya.
"Zy, lo ngapain sih. Bikin malu aja. Berdiri!" Titah Raihan membentak.
Tak kuasa menahan rasa traumanya, Lizy langsung menyuruh supir untuk berhenti dan turun disitu. Dengan sangat terpaksa Raihan mengikutinya bukan karena takut seperti Lizy, tapi ia takut terjadi apa-apa dengan adiknya itu, jika terjadi apa-apa padanya, Raihan lah yang di salahkan karena tak bertanggung jawab menjaga adiknya.
"Zy, apa-apaan sih lo. Sekarang kita pake apa ke sekolah. Bisa-bisa kita di hukum. Belum lagi basah kuyup, lo mau sakit?" Bentakan Raihan dari tadi membuat Lizy risih, seperti tak peduli dengan perasaannya.
"Bang Rai, bisa gak sih ngertiin Lizy. Lizy takut, Lizy pusing. Kalau bang Rai mau naik bus, pergi saja. Lizy bisa jalan kaki sendiri."
"Maaf deh...lo sih bawel amat. Habis ini gue yakin kita dihukum. Udah jam 07.00 lagi." Ucap Raihan sambil melihat jam tangannya.
•••••
Sampai lah di sekolahnya. Hujan juga sudah reda bahkan sekarang sangat terik.Namun sayangnya mereka berdua masih basah kuyup, tak secepat itu baju kering. Jam menunjukkan pukul 07.30, pasalnya mereka ke sekolah jalan kaki, tak heran mereka terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream a girl(END)
Teen Fiction"Berharap keajaiban datang menjemputku pada kebahagiaan di masa putih abu-abu ku. Aku hanya bisa berharap, berjuang menepis serta menghalau semua parasit yang menghambat timbulnya suatu kebahagiaan padaku. Walaupun dia mencintaiku apapun keadaanku...