Happy reading
~
Malam ini sungguh berat, jam sudah menunjukkan pukul 00.48 dan itu berarti semua orang sudah berpijak ke alam mimpinya masing-masing. Tapi tidak dengan Lizy, dia tidak bisa tidur. Kepalanya sibuk memikirkan sesuatu, benda pipih berbentuk persegi itu sedari tadi menempel di telinga kanan Lizy."Yah tapi yan gue mau ikut," bantah Lizy pada lawan bicaranya.
"Bisa lain kali, kan zy! Lagian itu 3 bulan sekali. Lo jangan cari masalah baru deh, kalau lo kenapa-napa ntar gue juga yang disalahin." Lawan bicaranya itu Diana, entah dari mana dia tau Lizy akan mengikuti pendakian. Dia tiba-tiba saja menelepon tengah malam dan mengoceh.
"Lebay deh, lagian 3 bulan sekali-emang dalam waktu tiga bulan lo bisa menjamin gue masih hidup?"
"Lo kalau ngomong jangan ngawur!"
"Gue gak ngawur, emang bener, kan? Gue cuma dapet 30% untuk tetap hidup dalam 1 tahun ini, bahkan kalau kambuh lagi mungkin gak ada harapan."
Di seberang sana Diana cuma bisa menghela nafas berat, dasar keras kepala! Batinnya. Sempat Diana memijit keningnya sebentar, bagaimana caranya menjelaskan kepada orang yang keras kepala?
"Lizy, sekali iniiiii aja dengarin gue. Jangan sampai lo ujung-ujungnya tersiksa,"
"Belum sampai ujung gue udah tersiksa kok yan,"
"Makanya itu, lo udah tersiksa dari sekarang. Jadi jangan lo buat diri lo tambah tersiksa."
"Kalau gue berusaha biar gak tersiksa, it's impossible Diana. Ini dunia, kalau gue gak tersiksa berarti gue udah di surga. Belum tentu juga sih gue masuk surga." Suara Lizy sempat mengecil di kalimat terakhir.
"Gak lucu,"
"Lho, siapa yang bilang lucu? Kan lo yang bilang lucu."
"Liz--"
"Kalau lo larang gue karna penyakit gue malahan lo nambah masalah, nanti orang rumah pada curiga dengan penyakit gue."
"Penyakit...???"
•••••
Suara tangisan seorang wanita terdengar jelas di telinga pria dengan raut muka kecewa, mereka berada di balkon kamar milik wanita itu. Wanita yang berada di kursi santai mulai sesegukan, sedangkan pria yang berdiri membelakangi wanita itu mengepalkan tangan dengan kuat.
"Kenapa kamu gak bilang sama abang, Lizy? Kenapa kamu sembunyikan semua ini?" Raihan, seorang pria dengan rasa kecewa mendalam setelah sang adik menceritakan tentang keadaannya.
Lizy, seorang wanita dengan rasa sedih mendalam setelah menceritakan tentang keadaannya kepada kakak laki-lakinya, dan membuat kakak laki/lakinya kecewa. Perlahan beban masalah menimpanya, lagi-untuk kesekian kalinya.
"Ma-a-fin Lizy....hiks...hiks...Lizy takut mama, bang Raihan...hiks...bang Farhan tinggalin Lizy...hiks sa-ma ka-yak pa-pa ninggalin..hiks.." tak sanggup lagi Lizy melanjutkan kalimatnya, air mata jatuh bercucuran.
Raihan mendengus pasrah, ia berbalik badan dan duduk dihadapan Lizy. Tangannya mulai menghapus air mata Lizy.
"Buat apa abang tinggalin kamu hanya karna keadaan kamu? Kalau ada apa-apa bagaimana?" Raihan tampak mengecilkan suaranya, berusaha menenangkan Lizy. Namun adiknya itu malah menangis sejadi-jadinya dan memeluk Raihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream a girl(END)
Teen Fiction"Berharap keajaiban datang menjemputku pada kebahagiaan di masa putih abu-abu ku. Aku hanya bisa berharap, berjuang menepis serta menghalau semua parasit yang menghambat timbulnya suatu kebahagiaan padaku. Walaupun dia mencintaiku apapun keadaanku...