Theodore menatap dirinya di cermin. Kini dirinya berdiri dengan jas yang menutupi tubuh maskulinnya. Tetapi ada yang kurang. Dasinya. Sejak dulu, Theodore memang selalu kesusahan dalam mengenakan dasi.
Mungkin inilah gen yang diturunkan oleh ayahnya. Theodore masih bisa mengingat dengan jelas, saat ayahnya masih menduduki jabatan CEO dalam perusahaan keluarga mereka, tiap pagi ibunya selalu membantu ayahnya untuk mengenakan dasi. Tetapi hal yang membuat Theodore dan ayahnya berbeda, Theodore sama sekali tak tertarik untuk melibatkan seorang wanita dalam hidupnya. Walaupun dia sudah dituntut terus menerus oleh ayah dan ibunya.
Bunyi pintu yang dibuka dari luar membuat Theodore menolehkan kepalanya ke arah pintu yang terletak cukup dekat dengan cermin besar yang ada di kamarnya.
"Hey."
"Hey, Tiff." Theodore menatap Tiffany untuk beberapa saat, lalu kembali fokus dengan usahanya mengenakan dasi.
"Kesusahan lagi untuk mengenakannya, baby Theo?" Tiffany tertawa kecil saat melihat kakak laki-lakinya yang paling tua masih kesusahan mengenakan dasi. Sudah menjadi kebiasaan Tiffany untuk membantu Theodore yang seakan-akan seperti bayi itu.
"Sini. Biar kubantu." Theodore membalikkan tubuhnya ke arah dimana Tiffany berada, lalu menatap adik perempuannya.
Tiffany merapikan dasi biru itu, lalu membantu mengenakannya di leher Theodore. Sedangkan Theodore hanya bisa menatap betapa lincahnya tangan Tiffany melakukan itu. Bagaimana bisa wanita itu melakukannya?
"Selesai. Kau tahu, Theo. Aku tak selamanya akan bisa membantumu. Lebih baik jika kau segera menemukan wanita untuk menggantikan tugasku ini." Tiffany menepuk bahu Theodore, membuat pria itu berdecak.
"Harus berapa kali kubilang padamu bahwa aku..."
"Tidak butuh wanita. Yeah, aku tahu kau akan mengatakan hal itu. Tapi sadarlah, Theo. Kau bahkan tak bisa mengenakan dasimu sendiri." Tiffany hanya bisa menahan emosinya dengan mengerang sambil menjambak rambutnya sendiri. Kapan kakak laki-lakinya ini akan sadar bahwa dia membutuhkan seorang wanita? Lagipula, wanita tidak seburuk itu, bukan?
"Kau berhutang es krim padaku, Theo. Semangat bekerjanya." Tiffany menjulurkan lidahnya, lalu melangkah keluar dari kamar Theodore. Itulah kebiasaan Tiffany. Jika saudaranya berbuat hal yang menurutnya menyebalkan, maka dia akan meminta makanan atau minuman untuk meredakan rasa kesalnya.
Theodore hanya berdecak kecil sambil menggelengkan kepalanya, lalu keluar dari kamar. Baru saja dia akan membuka pintu utama, suara ibunya menggema di rumah besar kediaman keluarga Carsson.
"Theo, berpikir akan pergi tanpa berpamitan pada Mom?" Theodore hanya mengerang kecil, lalu membalikkan tubuhnya ke arah ibunya. Bukannya dia tidak menyukai ibunya atau apa, tetapi Theodore sudah cukup kesal akan omelan ibunya agar dia cepat menikah. Asalkan ibunya tahu saja, ini adalah usia bagi dirinya untuk mencapai masa-masa suksesnya. Bukan malah jatuh dalam lubang pernikahan.
"Tadi aku sudah berpamitan pada Tiffany. Bisakah aku berangkat sekarang, Mom?"
"Kau berbohong, Theo. Kau justru malah membuat Tiffany mengomel. Dia sudah menceritakan semuanya pada Mom."
Theodore hanya menahan kekesalannya pada adik perempuannya itu dengan menekan bibir atas dan bawahnya. Awas saja anak itu. Lihat saja nanti!
"Ayo cepat, Theo. Kapan kau akan membawa pulang seorang wanita untuk Mom? Mom sudah sangat mengidamkan cucu. Lagipula, apa kau tak kasihan pada Terrence yang ingin segera menikahi kekasihnya itu?"
"Kalau begitu, lebih baik jika Mom berhenti mempertahankan hal konyol seperti 'anak pertama harus menikah pertama'. Aku tidak siap, Mom."
"Tidak ada pembantahan, Theodore Carsson! Jika kau terus menerus keras kepala seperti ini, Mom akan mempertemukanmu dengan salah satu putri teman Mom. Dia adalah wanita yang baik dan cocok untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [CFS #1] (COMPLETED)
RomanceThe first book of Carsson Family Series [CFS #1] Theodore Carsson kembali menerima keluhan dari ayah dan ibunya, agar dia cepat menikah. Menjadi anak sulung tak pernah mudah, karena dia terus menerus dituntut untuk menikah lebih dahulu sebelum adik...