[ 12 ]

51 5 2
                                    


~Happy Reading~


"Kamu kenapa?"

Meskipun Rina memanggil cowok itu berkali-kali, ia tetap berjalan menjauhinya. Seolah-olah apa yang telah diperbuat Rina adalah kesalahan fatal yang tidak bisa ditoleransi.

"Doni, kamu kenapa, sih? Kalau aku ada salah, aku minta maaf," ucap Rina ketika berhasil menghentikan langkah cowok itu.

Doni berbalik dan menatap Rina sinis, tatapan lembut yang sering Rina jumpai setiap hari sirna sudah. Cowok itu sudah berubah.

"Lo bilang 'kalau ada salah lo minta maaf', cih, bahkan lo nggak sadar kesalahan lo bisa dimaafin apa nggak." Rina tertegun sejenak mendengar perubahan ucapan Doni serta sikapnya yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari biasanya.

"Doni, kamu kok jadi aneh sih? Coba bilang salah aku apa sampai kamu kayak gini ke aku?"

"Lo salah karena hidup dan sekolah di sini!" tegas Doni lalu berjalan kembali. Mata Rina memanas seketika, ia tak habis pikir Doni berucap seperti itu. Kemana Doni yang ia kenal kemarin? Kemana Doni yang selalu membelanya ketika semua orang mengucilkannya? Kemana Doni yang ia cintai kemarin?

"Doni, kenapa kamu jadi berpihak pada mereka, kamu nggak percaya lagi sama aku?" Rina mencekal lengan Doni dan menatapnya dengan sorot sendu, berharap cowok itu masih peduli dengannya.

Doni memang menghentikan langkahnya. Ia bergeming, tetapi tetap memalingkan pandangan ke depan, seakan tak mau melihat Rina lagi.

"Kalau memang kamu berpihak sama mereka, ya udah. Aku bakalan melepaskan kamu meskipun itu berat buat aku. Makasih untuk semuanya, aku menghargai semua usaha kamu yang udah memihak aku selama ini."

Doni tersenyum miring, masih dengan tatapan sinis ia menoleh pada Rina. "Gue nggak butuh apresiasi dari lo." Doni melepas cekalan Rina dengan kasar. "Ah, satu hal lagi, kata siapa lo berharga buat gue?" Doni melirik Rina dari atas ke bawah dan kembali ke atas persis menghunus iris coklat Rina, "Jangan mimpi, dasar cewek murahan!" hardiknya pelan dan terdengar tegas, lantas cowok itu pergi meninggalkan Rina yang diam terpaku.

Seperti ribuan beton menghantam dada Rina, begitu sesak hingga ia terduduk lalu membenamkan wajah di lipatan tangan. Menangislah ia hingga terdengar pilu bagi orang yang mendengarnya. Bagaimana tidak, bayangkan saja orang yang ia sayang, yang ia cintai, yang ia temui kemarin masih baik-baik saja kini menjadi sosok yang sangat asing, sangat jauh dari Doni yang ia kenal.

"Hahaha..!" Rina berjengkit kala mendengar tawa itu.

"Hahaha.. lo itu nggak berguna!"

Rina segera menutup telinga dengan kedua tangannya, berharap suara itu teredam dan hilang. "Lo itu egois!"

"Lo itu pembawa sial!"

"Lo salah karena lo sekolah di sini!"

"Egois!"

"Lo salah!"

Tiba-tiba wajah Doni beserta teman-teman yang pernah membullynya dulu muncul memenuhi kepala Rina. Rina menggeleng-gelengkan kepala, namun yang terjadi justru wajah-wajah itu semakin mendominasi dan membuat Rina memekik kencang.

Sepasang kaki muncul tepat di depannya. Rina pun mendongakkan kepala. Keringat mengucur dari dahi hingga ke pipi saat ia melihat siapa yang berada di hadapannya.

LAKUNA [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang