[ 16 ]

35 5 1
                                    

~Happy Reading~


Sejak kemarin malam, Rintang tak bisa berhenti memikirkan Rina. Bukan karena ia merasa kasmaran atau sejenis perasaan menye-menye lainnya, melainkan ia penasaran dengan masa lalu Rina. Meskipun kedekatannya dengan Rina baik-baik saja. Namun, Rina masih begitu tertutup untuk berbagi cerita masa lalunya, baik membahas tentang keluarga atau masa-masa ketika ia SMP.

Kalau dipikir-pikir lagi, tidak terlalu penting untuk Rintang. Tapi entah dorongan dari mana makin ke sini makin besar rasa ingin tahunya. Cewek pemilik senyuman manis itu mampu menyembunyikan rahasianya dengan rapat.

Pagi sekali Rintang berangkat ke sekolah. Sudah menjadi rutinitas ia menjalankan motor maticnya menuju rumah Rina terlebih dahulu. Sampai di rumah Rina, Rintang mendapati cewek itu sedang berada di teras rumah sambil memainkan ponselnya. Setelah tahu Rintang datang, Rina beranjak dari tempatnya.

Tanpa banyak berbincang, Rina segera menaiki jok motor setelah menerima helm dari Rintang. "Kok kelihatan murung, ada masalah?"

Rina melirik spion lalu menggeleng sambil menyunggingkan senyuman. Rintang menghela napas pelan lalu segera meluncur menuju sekolah.

Sepanjang perjalanan, baik Rina maupun Rintang tak membuka percakapan. Biasanya Rina akan mengoceh dahulu, menanyakan kegiatan Rintang semalam atau menceritakan bahwa dirinya susah tidur karena tugas sosiologi contohnya. Kali ini tidak. Seakan tidak ada hal yang penting untuk dibicarakan.

Sampai pelataran sekolah, Rina turun dari jok motor. Mengucapkan terima kasih lalu berjalan menuju kelasnya.

Rintang sempat menggaruk kepala belakangnya yang sama sekali tidak gatal. Ia bingung, bingung akan perubahan sikap Rina. Kemarin-kemarin cewek itu akan menunggu Rintang memarkirkan motor lalu berjalan ke kelas bersama-sama. Sambil bersenda gurau atau iseng-iseng menyenggol lengan lalu belagak marah dan ketika istirahat tiba mereka kembali seperti semula, seakan kejadian tadi pagi tidak pernah terjadi.

Rintang cepat-cepat beranjak. Ia segera berlari menuju koridor kelas sepuluh IPS sampai akhirnya berhenti di depan pintu kelas 10 IPS 4.

Melongok ke dalam dan mendapati Rina sedang menyapu karena hari ini jawdalnya untuk piket.

Mata tajamnya memicing sejenak lalu pandangannya jatuh pada cewek berambut sebahu yang sedang mengobrol dengan teman-temannya di depan kelas.

"Syasa!" panggil Rintang. Si empunya nama menoleh, sedikit terkejut lantas menghampirinya.

"Ngapain ke sini, kelas lo kan di gedung seberang."

"Ada yang perlu gue omongin."

"Ngomongin apa?"

"Jangan di sini."

Syasa menunjuk ke arah lab. Bahasa yang berada di ujung koridor. Ia berjalan ke sana diikuti Rintang di belakang.

"Mau ngomong apa?"

"Soal Rina."

Syasa mengernyit. "Rina kenapa? Lo udah nyadar kalau suka sama Rina?" Rintang memutar bola matanya.

"Lupakan soal itu, gue mau tanya, apa hubungannya cowok kemarin sama Rina?"

"Cowok kemarin, yang mana?" Syasa memang tipe orang pelupa. Rintang memaklumi, tapi lama-lama ia menjadi gemas karena yang ia tanyakan adalah kejadian dua hari yang lalu. Secepat itukah Syasa melupakannya. Heran.

"Cowok yang kemarin waktu turnamen bikin Rina hampir nangis di depan photoboot."

Syasa membulatkan mulut lalu mengangguk. Rupanya ia baru ingat.

LAKUNA [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang