[ 23 ]

17 6 2
                                    


~Happy Reading~

Rina merapatkan sweaternya ketika angin malam kembali berhembus.  Baru saja ia berbelok ke blok rumahnya, sebuah mobil terparkir di depan rumahnya. Si pemilik berdiri sambil bersandar di samping mobil.

Ia menoleh lalu tersenyum. “Bella.”

Rina buru-buru berjalan ke rumahnya, berusaha tak mengindahkan keberadaan Doni. Namun, sekali lagi upayanya untuk menghidar gagal.

Dengan sigap Rina menepis tangan Doni ketika cowok itu menepuk bahu Rina.

“Bel, tolong kasih aku kesempatan buat ngejelasin semuanya. Kamu udah salah paham, Bel,” celetuknya ketika Rina hendak mendorong gerbang rumah.

Rina membalikkan badan, menatap Doni dengan sorot benci.

“Basi tahu gue dengernya. Lo pikir gue nggak inget apa yang lo omongin dulu? Kalau emang salah paham, kenapa nggak lo jelasin dari dulu biar masalahnya selesai?!”

“Waktu itu aku-..”

“Apa?! Diancem sama Sheilla? Takut? Banci!” Langsung saja Rina pergi dari hadapan Doni.

-----

Rintang melangkahkan kaki menuju kelasnya. Belum sampai sepuluh langkah, ia merasa seseorang mengikutinya. Lantas ia menoleh ke belakang.

“Whoa..!” pekik Rina terkejut sendiri saat Rintang tiba-tiba membalikkan badan.

Rintang terkekeh pelan sedangkan Rina memegang dadanya untuk meredakan jantung yang berdetak cepat.

“Lo mau ngagetin gue tapi lo sendiri kagetan pas gue nengok ke belakang.”

Rina memanyunkan bibir lalu bersedekap. “Lo harusnya nggak usah nengok ke belakang tadi, jadinya gue gagal deh ngagetin elo.”

“Apaan sih?” Rintang menggelengkan kepala lantas beranjak kembali.

“E-eh tungguin!” Rina menyejajarkan langkahnya dengan Rintang. Lalu ia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan kotak bekal.

“Nih, bekal buat lo.”

Rintang menerima kotak bekal itu sembari tersenyum miring. “Tahu aja gue belum sarapan.”

“Rina gitu lho,” ucap Rina sambil mengibaskan rambutnya.

Rintang terkekeh sambil memerhatikan senyum manis yang kembali terukir di bibir Rina. Senang rasanya bila melihat orang yang kita suka tersenyum seperti itu. Namun, masih mengganjal di benaknya ketika mengingat kemarin Rina menangis lagi saat bertemu Doni.

Mantan sebrengsek apa Doni itu sampai tidak ingin melepaskan Rina yang jelas-jelas sudah ia campakkan? Memikirkan itu Rintang berdecak pelan dan buru-buru mengenyahkan pikiran itu. Lebih baik ia membuat Rina tersenyum setiap hari, bisa menjadi pendengar setia untuknya, itu sudah lebih dari cukup.

“Gue masuk kelas dulu.” Rina mengangguk.

“Oke, sampai nanti di kantin.” Rina melambaikan tangannya lalu melangkah pergi. Rintang tersenyum simpul menanggapinya.

LAKUNA [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang