[ 24 ]

20 4 4
                                    


~Happy Reading~

Rintang melepas dasi dan membiarkan seragam putihnya keluar dari celana. Ia menghembuskan napas perlahan sembari membaringkan badan di kasur empuknya. Sekilas ingatan Doni yang merangkul Sheilla dan berulang kali menemui Rina membuatnya bangun dari posisi berbaring lalu mengerutkan kening.

“Sialan, gue jadi kepikiran,” gumamnya. Rintang tidak habis pikir dengan sikap Doni. Bisa-bisanya cowok itu masih mengejar-ngejar Rina sedangkan dia sudah memiliki Sheilla. Tapi apa benar mereka memiliki hubungan khusus?

Rintang kembali terlempar ke dalam ingatan saat kali pertama bertemu Doni. Saat itu ia mengantar Rina ke kedai es krim, dan ia melihat Doni bersama seorang cewek. Rintang yakin cewek yang bersamanya waktu itu adalah Sheilla. Rintang rasa mereka memiliki hubungan. Benar tidaknya, Rintang tidak tahu, tidak mau tahu. Yang ia tahu ia tidak suka cowok itu mendekati Rina. Itu saja.

Lalu apa masalah Rina juga ada hubungannya dengan Doni? Atau Sheilla? Entahlah. Rina tak pernah cerita apa-apa selain masalah dengan ayahnya.

“Pasti ada yang disembunyiin.” Rintang mengacak-acak rambutnya lantas ia beranjak mandi.

Rintang duduk di pinggir kasur. Sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk, mata tajamnya melirik ponsel di atas kasur yang layarnya menyala. Diraihnya benda kotak itu lalu menjawab panggilan dari Radit yang menyuruhnya datang ke studio.

Sesampainya di studio, Rintang langsung disambut Radit yang terlihat fokus dengan komputernya.

“Serius amat, Bang,” celetuk Rintang mengagetkan Radit.

“Udah nyampe lo, cepet amat. Naik jet apa gimana?” Rintang terkekeh lalu duduk di samping Radit.

“Ke mana-mana pakai motor lah, Bang.”

“O iya, Tang, bantuin gue buat ngedit itu foto, dong,” pinta Radit sambil menunjuk komputer yang berada di pojok ruangan.

“Di apain, nih?”

“Background-nya lo ganti jadi merah, terus cetak jadi enam, ukurannya 4x6.” Rintang mengangguk. Selang beberapa menit, Rintang melirik apa yang dikerjakan Radit di komputernya.

“Tugas kuliah, Bang?”

“Iya, baru dikasih tadi pagi, deadline besok. Gila itu dosen. Makanya gue minta tolong buat ngeditin itu. Masih ada sepuluh foto lagi, diambil besok. Udah gue bilang gue lagi sibuk tetep aja ngotot diambil besok,” ujar Radit masih tetap fokus dengan komputernya.

Duk..!

Suara dentuman terdengar dari luar studio. Rintang dan Radit otomatis mengalihkan pandangan lalu keduanya keluar studio untuk melihat apa yang terjadi.

“Ada apa, Pak?” tanya Rintang kepada bapak-bapak yang sedang jongkok di samping mobilnya.

“Ini nak, ban mobil bapak pecah. Nggak bawa ban ganti juga,” ucapnya dengan raut wajahnya yang kebingungan.

“Bang, ban yang di dalem studio itu bisa dipake nggak?” Bang Radit mengerutkan kening sejenak, seolah mengingat-ingat.

“Oh yang dibuat foto anak kursusan itu? Ada, masih bisa dipake juga orang waktu itu beli baru.”

“Oke.” Rintang langsung ke dalam studio lagi. Tak berangsur lama Rintang keluar sambil membawa ban di tangan kanannya dan kotak perkakas di tangan kirinya.

LAKUNA [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang