4. Permainan Maut

19 5 15
                                    

Twinkle, twinkle, little star
How I wonder what you are
Up above the world so high
Like a diamond in the sky
Twinkle, twinkle, little star
How I wonder what you are

Lagu yang indah bukan? Yah, lagu ini indah. Tapi entah kenapa lagu ini menjadi mengerikan di telingaku. Ribuan kali lagu ini terus berputar di kepalaku bagaikan kaset rusak yang terus memutarkan lagu yang sama.

Dengan terpincang-pincang aku mencoba berlari sekuat yang ku bisa mengabaikan rasa sakit dan darah yang terus mengalir dari luka sayatan di pahaku. Lorong demi lorong telah ku lewati. Rasa takut itu semakin membuncah, membuat keringat bercucuran di pelipis.

Akibat darah yang terus mengalir kini mulai bereaksi pada tubuhku. Langkahku mulai melambat, kepalaku pusing luar bisa, pandangan mataku mulai memburam.

Tidak. Aku tidak boleh menyerah, jika aku menyerah aku mungkin tidak akan bisa keluar permainan 'dia'.

Dengan sisa-sisa tenaga yang aku punya, aku menyeret kakiku untuk berjalan ke lemari tua yang terletak tak jauh dari posisiku sekarang. Perlahan kubuka pintu kusam lemari itu dan masuk kedalamnya untuk menyembunyikan diriku dari 'dia'.
Aku memang tak yakin 'dia' tidak akan menemukanku hanya dengan diriku yang bersembunyi di dalam lemari ini, tapi tak ada jalan lain. Aku sudah lelah, tubuhku sudah tak mau lagi aku ajak kerja sama untuk mencari jalan keluar.
Delam ketegangan yang semakin nyata, suara langkah kaki itu semakin terdengar disusul dengan kekehan seseorang. Aku yakin sekali, itu pasti 'dia'.

Kupejamkan kedua mataku kuat, dalam hati aku mulai berdoa kepasa Tuhan agar memberikanku sebuah mujizat.
Air mata yang sejak tadi tertahan mulai membasahi pipi ketika mengingat kematianku mungkin sudah dekat.
Bohong jika diriku mengatakan aku tak takut akan kematian. Aku takut, bahkan aku sangat takut hingga rasanya aku ingin berteriak meminta pertolongan kepada siapapun sekencang-kencangnya saat ini.

Jika boleh memutar waktu, aku rasanya ingin kembali ke masalalu dan mulai memperbaiki kesalahanku. Aku akan bertutur kata dan berperilaku baik kepada orang-orang yang aku sayang terutama kedua orang tuaku. Aku ingin meminta maaf kepada mereka karena aku terlalu keras kepala melakukan semua keinginanku yang akhirnya malah menjebakku dalam permainan maut seperti ini. Sungguh aku ingin kembali.
Di saat aku mulai pasrah dengan keadaan, langkah kaki itu semakin menjauh dan menjauh hingga tak terdengar lagi.
Ragu-ragu aku buka perlahan-lahan pintu lemari tua ini yang menjari pelindung satu-satunya diriku, untuk memastikan keadaan saat ini memang benar-benar aman.
Baru saja aku berniat mengehembuskan nafas lega, tapi siapa sangka pintu yang tadinya aku buka pelan-pelan kini pintu itu ditarik dengan keras dan menampilkan 'dia' yang saat ini tidak ingin aku temui sekarang. Sangat-sangat tidak aku ingin aku temui. Selamanya.

Sesaat 'dia' hanya diam dengan ekspresi yang tidak terbaca. Kemudian bibir semerah darahnya itu menyugingkan senyum lebar yang menyeramkan.

"Let's play with me baby"

Aku sudah di kuasai ketakutan yang luar biasa saat mendengar suaranya yang sungguh demi apapun sangan menyeramkan. Aku ingin pergi dari sini tapi sudah terlambat,
Kupejamkan kedua mataku saat dia mengangkat tinggi pisaunya dan mengarahkannya ke atas kepalaku.

"Aaaaaaaaaaaaa"

Deru nafasku tak beraturan, dadaku naik turun, keringat sudah membanjiri tubuhku. Ini mimpi buruk!

●●●

Story by NurulAisyah330

Creepypasta [Challenge]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang