“Mikey… tolong aku sekali ini saja, ya? Ya? This is the last time, I promise.”
Aku menatap Michael, my best bestfriend. Tanganku saling mengusap di depan wajahnya. Berusaha mendapatkan simpatinya yang sangat sulit untuk bisa dilakukan. Karena dia benar-benar dingin seperti Uncle Keenan.
“Lie, kau sudah berulang kali memohon padaku untuk terakhir kalinya. Dan ini sudah menjadi terakhir kali yang keberapa? Kau selalu saja membodohiku.”
Aku mengerucutkan bibirku cemberut. Dia ini memang tidak pernah bisa mengiyakan permintaanku langsung. Harus saja dengan rayuan atau tawaran yang lain.
“Ayolah, Mikey. Kau tahu papaku. Dia akan mengurungku di rumah kalau tahu aku kabur dari pestanya. Ini benar-benar urgent, Mikey. Tolong aku, ya?”
Dia mengalihkan matanya dari berkas di tangannya dan menatapku tajam. “Tidak. Kau tahu kalau kau tidak bisa menghindari papamu walaupun bersamaku, bukan? Aku kenal papamu, Lie. Dia akan tahu kau bersamaku. Dan aku akan menerima amarahnya.”
Aku menatapnya berkaca-kaca sebelum membalikkan badanku hendak meninggalkan ruangannya. Aku akan menangis kalau tetap melihat wajahnya. Mungkin dia memang tidak akan menolongku lagi kali ini, karena dia tidak tahu ketakutanku akan pesta, akan kerumunan orang yang berusaha mendekatiku.
“Ya sudah kalau kau tidak mau menolongku. Mungkin kita tidak akan bertemu selama beberapa hari karena papa pasti akan mengurungku di rumah dan tidak membiarkanku pergi kemanapun. Aku pergi dulu, Michael.”
Aku melangkahkan kakiku dengan ragu keluar dari ruangannya. Apa dia benar-benar tidak akan menolongku? Apa dia setega itu padaku?
“Baiklah, kau menang. Aku akan menolongmu.”
Aku menghentikan langkahku dan mengusap air mataku dengan cepat. Kubalikkan badanku dan menatapnya dengan penuh harapan.
“Kau benar-benar akan menolongku?”
“Iya.”
Aku berlari ke arahnya dan menghambur memeluknya dengan cepat. Kucium pipinya sebelum melepaskan pelukanku. “Kau benar-benar penyelamatku. Thank you so much.”
Michael menatapku dengan alis berkerut tidak suka. Tangannya mengusap sudut mataku. “Kenapa harus menangis hanya untuk menghindar dari pesta papamu itu? Kau terlihat jelek.”
Aku cemberut dan duduk di sofa dekat meja kerjanya. “Memangnya kau pikir kau tampan?”
“Aku memang tampan, shorty.”
Aku memberikan kesan ingin muntah padanya sebelum suara tawa meledak dan memenuhi ruangan Michael. Dia menatapku tidak percaya sebelum menggeleng-geleng dramatis.
“Kau benar-benar kurang bergaul dengan wanita, Lie. Cobalah untuk lebih dekat dengan Michelle. Kau benar-benar.”
Aku melemparnya dengan kotak tissue yang ada di depanku tapi berhasil ditangkapnya dengan mudah. Apa yang bisa kulakukan padanya sebagai pembalasan kalau seperti ini?
“Dan dia akan mengomentari setiap hal yang kulakukan. Atau apapun yang kupakai. Aku benar-benar tidak suka adikmu itu. Menyebalkan.”
“Tapi sepertinya dia sangat suka mengganggumu. Aku benar, kan?”
“Ya. Tidak salah lagi.”
“By the way, apa papamu tahu kalau kau kabur lagi dari pestanya?”
Tentu saja papaku itu tidak tahu. Atau mungkin sekarang sudah menyadari kepergianku dan sedang sibuk mencariku. Kapan aku bisa kabur dengan tenang darinya?
Aku menggeleng dan menyandarkan punggungku ke sofa dengan lelah. “Mungkin papa sudah tahu dan sedang mengerahkan semua orangnya untuk mencariku. Kau tahu papaku, Mike.”
“Kalau begitu kau tetap di sini sampai aku pulang kerja nanti. Dengan syarat jangan menggangguku sampai aku selesai dengan pekerjaanku.”
“Aye, Sir.”
Michael kembali pada pekerjaannya setelah mengatakan syarat itu. Aku menguap pelan sebelum menaikkan kakiku ke sofa dan memposisikan tubuhku dengan nyaman. Tanganku memeluk bantal sofa dan terlelap lelah. Kabur dari papa memang selalu jadi hal yang melelahkan untukku.
.
.
.
Aku mengerjapkan mataku perlahan dan menatap sekelilingku. Sepertinya aku masih berada di kantor Michael. Tapi dimana Michael?
Dengan perlahan aku duduk dan menemukan Michael tidur di sofa dengan pahanya sebagai bantalku tadi. Bagaimana bisa dia tidur di sofa dengan posisi duduk seperti itu? Apa dia lupa dengan badannya yang setinggi tiang itu?
“Mikey, wake up. Hei…”
Aku bisa melihat matanya langsung terbuka. Dia mengerjap pelan dan menatapku dengan sedikit lelah. “Kau sudah bangun?”
“Kenapa kau bisa tidur di sofa? Kau bilang akan menyelesaikan pekejaanmu.”
Michael menggeliat sebelum bangkit dari sofa. “Pekerjaanku sudah selesai dari tadi. Tapi setelah melihat kau tidur pulas, aku jadi ikut mengantuk. Karena itu aku ikut tidur.”
“Dasar beruang.”
“Up to me, shorty. Ini ruanganku, kalau kau lupa.”
Aku menghembuskan napas lelah dan merapikan pakaianku. “Sepertinya ini sudah sore. Aku harus pulang.”
Michael melirik jam digital di meja kerjanya dan mengernyit. “Sepertinya aku tidur terlalu lama. Ini bahkan sudah jam setengah tujuh, Lie.”
“APA??!! Setengah tujuh?!”
Michael kembali menatap jam digitalnya sebelum mengangguk. Oh Jesus. Papa bisa membunuhku kalau aku belum pulang saat makan malam. Ini benar-benar gawat.
“Papa benar-benar akan membunuhku kali ini. Shit.”
“Dilarang mengumpat dihadapanku, young lady.”
Aku tidak menanggapinya tapi segera memasukkan barang-barangku ke ransel dengan cepat. Michael menatapku dengan datar sebelum meraih ransel dan tanganku. Dia menarikku keluar dari ruangannya.
“Kau mau membawaku kemana? Aku harus pulang sekarang, Mike. Papa akan membunuhku kalau aku belum sampai saat jam makan malam.”
“Aku akan mengantarmu pulang. Diamlah.”
Aku masih mencoba melepas tangannya dengan langkah kaki yang tertatih mengikutinya. Dia benar-benar lupa kalau aku itu pendek.
“Tapi kau akan terkena amukan papa kalau dia tahu kau yang mengantarku pulang.”
“Aku baik-baik saja, Athalie. Berhenti mengkhawatirkan sesuatu yang tidak seharusnya kau khawatirkan. Lagipula mommyku lebih menyeramkan dari papamu. Aku bisa mengatasinya.”
Aku menghembuskan napas panjang sebelum menyerah dan masuk ke mobilnya. Dia melaju dengan kecepatan sedang. Membuatku jantungku semakin berdegup kencang. Bagaimana kalau papa benar-benar marah? Bagaimana reaksinya saat tahu aku bersama Michael? Bagaimana kalau papa sampai memukul Mike karena ini? Apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih.
“Berhenti berspekulasi yang tidak-tidak di kepalamu. Aku tahu papamu tidak sekejam itu. Dia hanya terlalu menyayangimu, Lie. You know that more than anyone. Dia tidak ingin kehilanganmu setelah apa yang terjadi.”
Ya, Mike benar. Papa hanya terlalu protektif padaku. Dia tidak ingin aku diambil oleh wanita itu. Lagipula kalau wanita itu berhasil menemukanku, aku juga tidak ingin pergi padanya. Lebih baik aku tinggal dengan papa daripada tersiksa bersama wanita itu.
“Thanks, Mikey. For everything.”
“Kau bisa bergantung padaku, Lie. Kau bisa menganggapku sebagai kakakmu.”
Entah kenapa aku tidak suka mendengar kalimatnya barusan. Aku tidak ingin dia menjadi kakakku. Dia lebih dari sekedar seorang kakak untukku. Tapi dia tidak tahu akan hal itu.
“I’ll think about it.”
.
.
.
“Athalie Jovita! Apa saja yang kau lakukan hari ini, hah? Tidak ada yang bisa menemukanmu di manapun. Kau membuat semua orang panik. Kau tahu itu??!!”
Aku mencengkeram ujung jaketku saat mendapat bentakan itu. Aku tidak berani menatap wajah papa kalau dia sedang marah seperti ini. Dia bisa menjadi sangat menakutkan.
“Kau dengar atau tidak?!!”
“Dengar, Pa.”
“Kemana saja kau hari ini? Kenapa kabur dari acara papa?”
Kalau kalian bingung kenapa Michael tidak ada bersamaku saat ini, itu karena aku memaksanya pulang setelah mengantarku. Aku benar-benar memaksa hingga mengancamnya supaya dia mau menuruti permintaanku. Walaupun itu tidak terlalu berarti karena rumahnya yang berada persis di samping rumahku. Yah, walau halaman luas memisahkannya.
“Aku hanya menyelesaikan pekerjaanku, Pa.”
“Kenapa kau harus pergi tanpa memberitahu papa? Kau tahu pasti bagaimana papa menjagamu tetap berada di sekitar papa, Athalie. Kenapa kau berani melanggar perintah papa?!!!”
“Maafkan aku, Pa.”
Ya, hanya meminta maaf yang bisa kulakukan setelah apa yang terjadi. Karena aku tidak mungkin memberitahu papa yang sebenarnya alasan kenapa aku selalu kabur saat beliau memintaku menemaninya ke pesta. Dia akan semakin protektif terhadapku. Dan penjagaannya padaku akan semakin ketat. Aku tidak suka itu.
Aku tidak lagi mendengar ocehan papa. Papa masih ada di depanku, bukan? Kenapa dia tidak bersuara? Atau papa sudah beranjak pergi?
Aku mendongak perlahan dan membelalakkan mataku. Papa berdiri di hadapanku dengan tangan terbuka lebar mengundang pelukan. Aku menatapnya dengan berkaca-kaca dan menghambur ke pelukannya. Kupeluk perut papa dengan erat dan menenggelamkan wajahku ke dadanya.
“Kau memang selalu berhasil membuat papa cemas, Atha. Berhenti melakukannya sebelum kau membuat papa mati jantungan.”
“Maafkan aku, Pa. Aku hanya tidak bisa menghadapi pesta-pesta itu. Aku tidak bisa berada di tengah-tengah banyak orang. Itu membuatku sesak napas.”
“Kau harusnya memberitahu papa. Bukannya kabur dan membuat papa cemas. Kau satu-satunya harta papa, sweetheart. Jangan pernah melakukan sesuatu yang membuat papa khawatir padamu. Biasakan itu, ya?”
Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengiyakannya. Aku tahu papa sangat menyayangiku. Sama seperti aku menyayanginya. Apalagi setelah perceraian papa dan wanita itu. Papa jadi sangat protektif padaku. Selalu ada bawahannya yang mengawasiku. Ya, aku tidak memungkiri kalau karena pengawasan itu aku jadi merasa sedikit tenang.
“Aku akan berusaha, Pa. Tapi aku tidak bisa menjanjikannya.”
Papa mengusap kepalaku sebelum mencium pelipisku lama. Aku memejamkan mataku merasakan perhatian papa yang sangat jarang ditunjukkannya. Dia biasanya hanya mengusap kepalaku atau memeluk bahuku. Tapi hari ini aku merasa sangat bahagia karena papa tidak marah padaku. Dia hanya ingin menjagaku.
“Kau ini memang keras kepala. Benar yang dikatakan Michael, kau tidak bisa diberi tahu. Selalu saja membantah. Semoga saja Michael selalu sabar menghadapimu yang stubborn ini.”
“Kenapa papa jadi berpihak pada Mike? Dia juga sama saja dengan papa. Suka seenaknya sendiri.”
Papa melototkan matanya padaku. Aku hanya bisa menyeringai tanpa dosa dan melepas pelukanku. “Papa memang seperti itu. Tapi aku menyayangi papa. Selamat malam.”
Aku berjinjit mencium pipinya dan berlari ke kamarku di ujung belakang. Kurebahkan tubuhku ke ranjang dan menghembuskan napas lelah. Hari ini terlewati dengan damai walau ada sedikit drama. Tapi tidak masalah karena sekarang aku bisa berbaikan dengan papa.
Aku memejamkan mataku saat handphoneku berbunyi dengan keras. Ck, siapa yang berani menggangguku saat ini? Awas saja dia, akan kuhajar sampai habis orang ini.
Aku meraba-raba ponsel di atas nakas dan menggeser tombol hijau tanpa melihat siapa yang menelpon. “Apa?!”
Tidak peduli kalau jawabanku jadi sangat ketus. Siapa suruh orang ini mengganggu waktu istirahatku yang sangat berharga ini?
-Kenapa kau membentakku, shorty? Aku tidak salah apapun padamu.-
Michael.
“Kau mengganggu waktu istirahatku, Mikey. Aku lelah.”
-Kau sudah akan tidur lagi? Bukankah kau baru saja bangun? Apa kau sudah makan malam?-
Aku menutup mataku dan menghembuskan napas panjang. Kenapa dia jadi cerewet kalau tidak ada di dekatku?
“It’s time for dinner, sweetheart.”
Aku mengerang keras dan bangkit dari ranjang. Kujauhkan ponselku sebelum menjawab teriakan papa. “Okay, Pa. I’m coming.”
“Mikey, papa memanggilku untuk makan. Bye bye.”
-Tapi, Lie…-
Aku langsung memutuskan panggilan dan melempar ponselku ke ranjang sebelum melangkah keluar. Kapan aku bisa bebas dari dua pria ini? Waktu istirahatku bahkan selalu diganggu mereka berdua. Menyebalkan.
“Cepatlah, sweetheart. Papa masih banyak pekerjaan.”
Aku berdecak kesal dan duduk di kursi sebelah papa. “Berhenti membicarakan pekerjaan di depanku, Pa. Selera makanku bisa hilang kalau begini.”
Papa mengangkat alisnya bingung. “Memang apa hubungan pekerjaan dengan selera makanmu, Athalie? Sepertinya tidak ada hubungannya.”
“Aku tidak ingin papa membicarakan pekerjaan saat sedang bersamaku. Perusahaan sudah terlalu menyita perhatian papa. Aku tidak ingin waktu kita juga diganggu dengan pekerjaan papa itu.”
Aku mulai makan masakan yang ada di depanku dan mengabaikan papa yang masih menatapku. Aku memang harus menyelesaikan makanku sebelum nafsu makanku benar-benar hilang.
“Baiklah, papa tidak akan membicarakannya lagi. Makanlah yang banyak. Kau terlihat semakin kurus, sweetheart.”
Aku memilih tidak mendengarkannya dan fokus pada makananku. Aku benar-benar tidak bisa makan banyak. Sudah kulakukan semua yang kubisa untuk membangkitkan selera makanku, tapi tidak berhasil. Dan aku sadar kalau aku sudah kehilangan cukup banyak berat badan selama setahun ini.
“I’m finish, Pa. Aku perlu istirahat.”
Aku bangkit dan mencium pipi papa. “Good night, Pa. See you tommorow morning.”
“Papa harus pergi, sweetheart. Early in the morning. Mungkin papa tidak bisa menemanimu sarapan. Maafkan papa, ya?”
Aku tersenyum lembut walaupun merasa marah. Tapi aku tidak ingin menunjukkan itu karena papa pasti merasa khawatir. Jadi lebih baik aku berpura-pura di depannya.
“It’s okay, Pa. Aku akan sarapan di rumah Michael saja besok. Tidak perlu mengkhawatirkanku. I’m fine.”
“Maaf, sweetheart.”
Aku hanya menggeleng dan meninggalkannya masuk ke kamarku. Kurendamkan badanku ke dalam air panas dan memejamkan mataku. Tapi ponselku itu kembali berdering dengan menyebalkan. Dengan malas, kugeser tombol hijau dan menekan loud speaker.
“Hallo?”
-Kau sudah makan?-
“Ya. Ada apa?”
-Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa belum tidur? Bukankah kau bilang ingin istirahat?-
“Aku sedang istirahat, Mikey.”
Tidak ada suara setelahnya. “Mike?”
-Dimana kau beristirahat? Aku tidak melihatmu di ranjang.-
Dia ini suka sekali mengintipku dari kamarnya. Bagaimana bisa dia mengintipku yang notabene masih seorang gadis? Apa dia benar-benar tidak menganggapku sebagai seorang wanita?
Kuangkat salah satu kakiku ke atas dan menggoyang-goyangkannya. Dia pasti bisa melihat kodeku ini. Dia tahu benar kalau kamar mandiku berdinding kaca dan hanya tertutup tirai. Jadi dia bisa menangkap siluetku kalau malam seperti ini.
-Apa yang kau lakukan di kamar mandi, Lie?-
“Berendam.”
-Kau pikir ini jam berapa, hah?!! Kau bisa sakit! Keluar sekarang atau aku akan mendobrak pintu rumahmu dan menyuruh papamu mengeluarkanmu dari sana.-
Aku berdecak malas. “Berhentilah mengancamku, Mikey. Aku bukan anak kecil yang mudah sakit. Tenang saja.”
-Athalie Jovita Moore. Ikuti perintahku atau aku benar-benar akan melaksanakan ancamanku.-
Kenapa semua orang selalu mengancamku melakukan semua yang mereka inginkan? Mereka pikir aku hanya sebuah robot yang bisa seenaknya mereka perintah?
“Sepuluh menit lagi. Biarkan aku istirahat, Michael.”
Aku tidak tahu apa yang ada dipikiran Michael saat ini, tapi yang kutahu dia akan mengabulkan permintaanku.
-Baiklah, sepuluh menit. Kalau sampai sepuluh menit kau belum juga keluar dari sana, aku benar-benar akan mendobrak pintumu. Kutunggu sepuluh menit lagi.-
Sambungan terputus membuatku memejamkan mataku dengan lelah. Aroma terapi yang memenuhi kamar mandi juga membuatku semakin terbuai. Biarkan aku berendam lebih lama lagi, ya.
.
.
.
“ATHALIE!!!”
Aku mengerjapkan mataku dengan cepat. Ada apa? Siapa yang berteriak?
“Athalie!! Kau mendengarkanku atau tidak??”
Aku mendongak cepat dan melihat Michael menatapku dengan wajah penuh kemarahan. Tapi tunggu, kenapa aku ada di kamar? Bukankah aku ada di dalam kamar mandi? Siapa yang membawaku kemari? Dan siapa yang memakaikanku piyama?
“Kau mendengarku atau tidak?!”
“MIKE!! Apa yang sudah kau lakukan??!!! Kau melihatku telanjang?”
“Kenapa berteriak seperti itu, hah? Yang seharusnya marah itu aku, stupid.”
Aku mengabaikannya dan mencengkeram selimutku dengan erat. “Kau melihatku telanjang?”
“Tentu saja. Kau berendam tanpa pakaian, tidak mungkin aku tidak melihatmu telanjang.”
Aku menatapnya dengan marah. Mungkin memang benar kalau kita tumbuh besar bersama. Tapi bukan berarti dia bisa seenaknya melihatku telanjang karena bagaimanapun aku tetap seorang wanita.
“Apa kau juga yang mengganti pakaianku?”
“Nannymu yang melakukannya. Aku tidak mungkin memakaikanmu pakaian.”
Aku menutup wajahku dengan selimut, enggan melihat wajah yang sudah melihatku telanjang itu.
“Kau mengabaikanku, Lie. Buka selimutnya!”
“Pergi kau! Aku tidak ingin melihatmu. Pergi!”
“Aku tidak akan minta maaf untuk melihat ketelanjanganmu. Tapi kau harusnya minta maaf padaku karena mengabaikan perintahku, Athalie. Bagaimana kalau kau tidak bangun sampai pagi, hah? Kau bisa mati karena hipotermia. Dan papamu akan membunuhku kalau sampai itu terjadi. Kau dengar tidak?”
“Tidak!”
“Athalie! Berhenti melakukan hal-hal bodoh! Sebelum aku angkat tangan dan mengikuti semua permintaan papamu untuk menambah personil pengawasanmu.”
“Berhenti mengataiku bodoh, sialan.”
“Karena kau memang bodoh.”
Aku menggeram keras dan membuka selimutku. Aku menyeret tangan besarnya ke luar dari kamarku. Setelah dia berada di luar, aku dengan cepat menutup pintu dan menguncinya.
“Apa yang kau lakukan, Athalie??!! Berhenti membuatku marah, bodoh.”
“Berhenti menyebutku bodoh! Aku tidak sebodoh itu.”
“Kalau kau tidak bodoh, buka pintu ini sekarang!”
Aku menyusup ke ranjang dan menutupi tubuhku dengan selimut. Biarkan dia melakukan apa yang dia mau. Aku tidak peduli lagi.
“Athalie!! Buka pintunya! Papamu sedang tidak ada di rumah. Jadi buka pintunya sekarang!”
Kuambil ponselku di di nakas dan menelpon nomor Marcell. Nada sambung terdengar cukup lama sebelum sebuah suara menjawabku.
-Ada apa, adik?-
“Kak Marcell, bawa kakakmu itu pergi dari rumahku. Dia berisik sekali.”
-Dia berulah apa lagi?-
“Cepat ke sini sebelum kakakmu merusak pintu kamarku.”
-Baiklah. Aku akan membawa pengacau itu. Tunggulah sebentar.-
Aku memutuskan sambungan dan melempar ponsel dengan asal ke ranjang. Dari luar aku bisa mendengar suara perdebatan dua orang. Mungkin Marcell sudah datang dan sedang membujuk Michael untuk pergi.
“Kau mengganggu istirahat Athalie, kak. Kita pulang sekarang.”
“Tapi dia bertindak bodoh, Marcell. Kakak hanya ingin membuatnya sadar.”
“Biarkan Athalie sendiri dulu, kak. Kakak bisa membicarakannya besok. Kasihan Athalie kalau kakak terus merecokinya seperti ini. Lagipula kakak juga butuh istirahat.”
“Marcell, kakak hanya sebentar untuk…”
“Baiklah kalau kakak memang ingin kupanggilkan mommy. Aku akan membawanya kesini.”
“Kenapa membawa-bawa mommy? Itu tidak adil. Nanti giliran mommy yang akan merecokiku dengan ceramahnya.”
“Kalau begitu ayo kita pulang.”
“Ck. Menyusahkan saja. Kau duluan ke depan, ada yang ingin kukatakan pada Lie.”
“Lima menit.”
“Athalie. Kau mendengarku, kan?”
Aku tidak menjawabnya tapi tetap mendengarkan. Dia pikir aku masih akan menjawabnya setelah ini?
“Aku tahu kau mendengarku. Kalau sampai besok kau sakit atau muncul di hadapanku dengan wajah pucat, aku bersumpah akan menyeretmu ke kamarku dan mengurungmu di sana. Ingat itu baik-baik. Aku pulang dulu, have a nice dream.”
Sialan kau, Michael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Hug Me, please! ✔
ChickLitProlog Kami adalah sahabat. Aku mengenal keluarganya. Dan dia mengenal keluargaku. Kami sudah saling mengenal satu sama lain untuk waktu yang sangat lama. Pertemuan pertama kami adalah saat keluargaku memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Dan rumah...