Part 10

3.8K 170 0
                                    

Kalian tahu bagaimana perasaan seorang wanita saat mengetahui dirinya hamil? Aku juga tidak pernah tahu sampai mengalaminya sendiri.  Aku merasa sangat bahagia sesaat setelah mengetahui ada sesuatu yang tumbuh didalam tubuhku. Bahagia karena mengetahui aku menginginkan anak ini lebih dari apapun. Karena bagaimanapun anak ini ada, dia tetap darah dagingku dan bertumbuh di dalam diriku. Aku harus menjaga nyawa lain yang tumbuh dalam rahimku.

Setelah keputusan untuk pindah ke Jerman, negara mama kandungku, aku tidak mengulur waktu lagi. Hanya dalam beberapa hari aku sudah menyelesaikan packing barang-barangku dan segala sesuatu yang akan aku butuhkan nantinya. Papa memang sempat menentangku karena aku pergi secepat ini, tapi aku memiliki alasan dan ancaman yang kuat untuk mendebatnya. Dan akhirnya papa luluh akan semua permintaanku.

Lagipula bukan tanpa alasan aku melakukan semua ini. Karena aku mengetahui kalau aku mengandung dan ternyata mama yang selama ini kukenal bukanlah mamaku, aku ingin cepat keluar dari negara ini dan memulai sesuatu yang baru. Aku akan memulai dengan mengumpulkan kenangan-kenangan bersama mama yang mungkin tidak akan pernah kuingat lagi. Dan memulainya bersama anak yang sedang kukandung.

Mengenai keputusan untuk tidak memberitahu Michael, aku benar-benar yakin. Dia tidak boleh mengetahui keadaanku. Aku mungkin egois, tapi aku tidak akan pernah mau kalau Michael harus terkekang bersamaku hanya karena anak ini. Aku hanya perlu tahu kalau dia adalah ayah dari anak yang kukandung, itu saja. Semuanya akan berjalan dengan sendirinya.

Tapi sebulan setelah aku tinggal di rumah papa dan mama di Jerman, aku untuk pertama kalinya datang ke rumah sakit. Sebenarnya tidak ada rencana sama sekali, tapi aku hanya merasa sangat aneh dengan kandunganku. Morning sicknessku sangat membuatku kewalahan, belum lagi tubuhku yang jadi sangat mudah lelah. Aku terpaksa mendatangi salah satu dokter kandungan di rumah sakit tidak jauh dari rumah.

Setelah melakukan beberapa konsultasi, Dokter menyarankanku melakukan USG untuk mengetahui lebih lanjut. Aku yang tidak paham sama sekali tentang kehamilan, akhirnya menyetujuinya. Aku berbaring di atas ranjang rumah sakit dan membiarkan Dokter mengoleskan gel dingin ke perutku.

“Kita akan melihat bayimu, Nona.”

Aku menatap monitor di sampingku dengan jantung berdegup kencang. Entah kenapa sensasinya jadi begitu mengharukan.

“Oh my God. Aku tidak percaya ini.”

Aku menatap monitor kemudian ke Dokter dan kembali lagi ke monitor. Ada apa? Apa ada sesuatu yang tidak beres di sini? “What’s wrong, Doc?”

“Kau hamil kembar, sayang. Aku tidak pernah menemui pasien kembar lain, ini yang pertama. Aku benar-benar terkejut.”

“Apa? Kembar kau bilang?”

“Iya. Lihatlah dua gambar ini. Mereka bayi-bayimu. Selamat.”

Aku menatap layar monitor dengan takjub. Aku hamil kembar. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus. Apakah tidak ada yang lebih mengejutkan daripada ini semua?

“I can’t believe this.”

“Jenis kelamin mereka belum bisa kita ketahui. Biasanya setelah bulan keempat atau kelima. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mereka tidak mengalami gejala-gejala kelainan untuk bayi kembar. Semuanya normal.”

Aku tidak terlalu mendengarkan ucapan Dokter. Aku masih terlalu takjub dengan gambar di monitor itu. Aku bahkan tidak pernah berpikir kalau aku akan mengandung anak kembar. Tapi itu tidak aneh kalau melihat bahwa ayah mereka juga kembar. Aku bisa merasakan kehangatan menyusup ke dalam hatiku.

“Aku bisa menyimpan fotonya, kan?”

“Tentu saja. Aku akan mencetaknya untukmu.”

“Thank you, Doctor.”

“Never mind, darling.”

.
.
.

Selama sebulan di Jerman, aku menempati rumah papa dan mama dulu setelah mereka menikah. Papa memaksaku untuk menerima beberapa pelayan dan pengawal untuk menjagaku disini, tapi aku hanya mentoleransi Jonathan dan beberapa orang untuk membantuku membersihkan rumah besar ini. Untuk pengawalan, aku menyerahkan pada Jonathan. Yang penting aku tidak akan merasa terganggu dengan keberadaan mereka.

Dan yang kulakukan biasanya hanyalah berdiam diri didepan lukisan Michael, karena entah kenapa untuk beberapa lama aku merasa sangat merindukannya, mungkin itu karena hormon kehamilan. Karena itu aku menghabiskan beberapa jam untuk menikmati wajah Michael. Selebihnya aku merawat taman bunga milik mama atau menonton program kehamilan di televisi.

Mungkin terdengar membosankan, tapi hanya itu yang bisa kulakukan sekarang. Sesekali melukis dan berjalan-jalan. Lagipula aku berada di sini hanya karena ingin mengetahui semua tentang mamaku. Dan kebetulan, untuk menyembunyikan keberadaanku dari Michael. Karena aku tahu kalau dia tidak akan diam saja setelah mengetahui kepergianku. Tapi setidaknya, tidak akan pernah terpikirkan olehnya kalau aku akan pergi ke negara ini. Dia tahu kalau aku tidak memiliki hubungan dengan siapapun dari Jerman. Aku bisa sedikit tenang dengan itu. Biarlah Tuhan yang mengatur apa yang akan terjadi nantinya.

.
.
.

Michael’s POV

“Ada apa kau ke sini malam-malam seperti ini, Michael?”

Aku menatap papa dengan takut. Sedekat apapun aku dengan papa, dia tetap bukanlah papa kandungku. Dia adalah papa dari gadis yang kucintai. Aku tentu saja merasa sangat takut sekarang.

“Aku ingin mengatakan sesuatu, Pa.”

“Apakah ada sesuatu yang penting?”

Aku meneguk ludah dan menarik napas panjang. “It’s very important.”

Papa menatapku penuh selidik dan melepaskan tangannya yang sedang menahan pintu. Dia membuka pintunya lebih lebar dan memberiku kode untuk masuk ke dalam. “Come in, then.”

“Thank you, Pa.”

Aku masuk ke dalam dan mengikuti papa ke ruang tamu. Papa duduk di sofa dan menyilangkan kakinya. Entah kenapa aku merasa kalau papa bersikap defensif. Apa mungkin papa tahu apa yang akan kukatakan padanya?

“Kau bisa beritahu papa apa yang ingin kau sampaikan, Michael.”

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan, mencoba untuk menenangkan diriku sendiri. Apakah seperti ini rasanya saat daddy ingin melamar mommy dulu? Kenapa aku merasa sangat gugup.

“Aku ingin melamar Athalie, Pa.”

Papa mengangkat alisnya dan menatapku penuh selidik. “Kau tahu kalau Athalie sudah pergi, kan?”

“I know, Pa. Aku hanya ingin menyampaikan keinginanku pada papa sebelum mencari Athalie dan meyakinkannya.”

“Apa yang ingin kau yakinkan padanya?”

Aku harus mengakui semua kelakuan bejatku pada papa. Aku tahu kalau hal ini tidak mungkin berjalan baik karena papa pasti akan sangat marah padaku dan mungkin tidak akan mengizinkanku menikah dengan Athalie. Tapi aku harus berjuang untuk gadis yang kucintai.

“Sebelum aku mengatakannya, aku ingin mengakui sesuatu pada papa.”

Papa tidak mengatakan apapun padaku seolah menungguku untuk menyelesaikan apa yang ingin kusampaikan. Baiklah kalau begitu, aku harus menyiapkan mentalku.

“Aku sangat menyesal tapi tidak akan meminta maaf. Malam itu aku mabuk dan tanpa sadar menghubungi Athalie tengah malam. Aku tidak tahu kalau aku bisa kehilangan kontrol seperti itu. Akhirnya, aku mengambil sesuatu yang sangat berharga untuknya.”

“Kau tahu, Mike?”

“Ya?”

“Papa sangat ingin memukulmu saat ini juga.”

Aku meneguk ludah dengan susah dan memberanikan diri tetap menatap mata papa. Aku harus menunjukkan padanya kalau aku serius bahkan kalau papa harus menghajarku saat ini juga.

“Aku tahu.”

“Tapi Athalie tidak akan suka kalau tahu papa melukaimu.”

“Excuse me?”

Apa aku tidak salah dengar? Apa maksud perkataan papa itu?

“Athalie tidak akan pernah suka kalau papa sampai melukaimu. Kau hanya perlu tahu itu.”

“Laku bagaimana dengan lamaranku? Apa papa mengizinkan aku menikahi Athalie?”

“Apa alasan kau ingin menikahi Athalie? Papa pikir kalian hanya berteman.”

Aku akhirnya tahu bagaimana rasanya memperjuangkan gadis yang kucintai. Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mencari restu dari orangtuanya. Tapi aku tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan Athalie. Karena aku tidak akan pernah bisa membayangkan hidupku tanpanya. Beberapa bulan ini sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasa sangat menderita. Aku tidak menginginkannya lebih lama lagi.

“I love her.”

“Kau yakin tidak sedang bercanda?”

“Aku yakin, Pa. Aku tidak pernah bercanda pada siapapun tentang perasaanku. Aku mencintai Athalie.”

“Bagaimana dengan Athalie? Apa dia mencintaimu?”

Athalie? Apakah dia mencintaiku? Aku tidak pernah tahu perasaannya padaku sebelumnya. Mungkin dia hanya berpikir aku adalah sahabatnya dan setelah apa yang kulakukan, dia mungkin membenciku selamanya. Tapi aku ingin memilikinya, aku membutuhkannya. Kalau dia tidak mencintaiku bagaimana? Apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku tidak pernah berpikir bagaimana perasaannya padaku? Kenapa aku begitu tidak peka?

“Michael?”

“Aku tidak tahu, Pa. Tapi aku harus bertemu dengannya terlebih dahulu. Kalau dia memang tidak mencintaiku, aku akan membuatnya mencintaiku perlahan.”

“Dan kalau dia tidak mau?”

Sial. Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Apa aku harus memaksa Athalie untuk mencintaiku? Aku bukan pria kejam seperti itu.

“Kau memang tidak pernah mengerti perasaan Athalie, Mike. Aku tidak ingin seseorang sepertimu bersama dengan putriku. Dia lebih dari berharga untuk seseorang sepertimu.”

Aku merasakan jantungku berhenti berdetak. Papa tidak akan pernah mengizinkanku bersama Athalie. Dan itu seperti hukuman mati untukku. Aku tidak mungkin hidup tanpa Athalie. Aku sudah terlalu jatuh pada rasa cintaku padanya. Aku bisa benar-benar mati kalau tidak bisa bersamanya.

“Papa …”

Aku bisa merasakan mataku memanas dan pandanganku mulai kabur karena air mata. Jangan lakukan ini padaku. Aku sudah membiarkan gadisku pergi walau aku tahu kalau aku akan menderita. Tapi sekarang setelah aku memutuskan untuk memperjuangkannya, aku tidak bisa menerima ini. Ini terlalu berat.

Dengan semua harga diriku, aku berlutut dihadapan papa dan menundukkan kepalaku. Air mataku jatuh saat aku mencoba menahan tangisku.

“Aku mohon, Pa. Aku benar-benar mencintai Athalie. Aku tidak akan sanggup hidup tanpanya. Izinkan aku bertemu dengannya. Aku mohon.”

Aku tidak mendengar apapun dari papa, tapi aku tidak ingin mengangkat kepalaku sekarang. Aku takut menghadapi kenyataan yang lebih kejam dari semua ini. Aku bisa mati saat ini juga kalau papa masih bersikeras.

“Aku memang terlambat menyadari perasaanku, tapi aku tahu kalau aku benar-benar sangat mencintainya. Aku bersedia melakukan apapun untuk bertemu dengannya, tapi tolong biarkan aku bertemu dengan Athalie. Aku mohon.”

Mungkin aku terlihat seperti pria lemah. Berlutut dihadapan papa dengan tangisanku yang tidak mau berhenti. Memohon dengan harga diri yang sudah tidak bersisa lagi. Tapi aku benar-benar mencintai Athalie. Aku butuh melihat wajahnya. Menyentuh wajahnya dan membawanya dalam pelukanku. Aku butuh berada dalam jangkauannya.

“Papa tidak pernah berpikir kalau kau akan seperti ini, Michael. Apa kau benar-benar serius dengan semua ucapanmu itu?”

Aku menahan tangisku dengan sulit. “Aku benar-benar serius, Pa.”

“Athalie hamil.”

Aku merasakan jantungku berdegup kencang. Athalie hamil? Apa aku tidak salah dengar sekarang?

Aku mengangkat kepalaku dan menatap papa dengan tidak percaya. “Apa yang papa katakan? Athalie hamil?”

Kepalaku terasa berputar saat melihat papa menganggukkan kepalanya. Aku tidak bisa berpikir dengan benar. Athalie hamil dan tidak memberitahuku? Dia hamil tapi justru pergi dari sini? Apa dia tidak ingin aku tahu kalau dia sedang mengandung anakku? Apa dia benar-benar tidak mencintaiku?

Semuanya berputar dikepalaku dan membuatku pusing. Hal terakhir yang bisa kudengar adalah panggilan papa yang berdengung ditelingaku.

.
.
.

“Kau yakin dia baik-baik saja? Wajahnya sangat pucat.”

“Dia kelelahan dan mengalami shock, Keenan. Itu wajar kalau dia terlihat pucat. Biarkan dia istirahat dulu, okay?”

“Dia hanya butuh istirahat, kan? Apa dia butuh sesuatu yang lain?”

“Kurasa dia butuh makan untuk mengembalikan tenaganya. Dia terlihat lebih kurus dari terakhir kali aku bertemu dengannya. Lakukan sesuatu untuknya, Keenan. Aku tahu kau tidak akan diam saja melihat Michael menderita seperti ini.”

“Aku tahu apa yang harus kulakukan, Dr.Smith. Terima kasih sudah datang. Aku akan menghubungimu lagi kalau sesuatu terjadi.”

“Tidak masalah. Kalau begitu aku pergi dulu. Banyak pasien menungguku di rumah sakit.”

“Terima kasih sudah menyempatkan dirimu datang ke sini.”

“Kuserahkan Michael padamu.”

“Aku mengerti.”

Aku mendengar suara daddy dan Dr.Smith dengan jelas. Tapi aku tidak memiliki tenaga untuk membuka mataku dan menerima kenyataan. Kenapa Athalie harus mengalami semua ini? Kehilangan mamanya sudah lebih dari cukup untuk membuatnya menderita. Kenapa aku harus menambah penderitaannya lagi?

“Mikey? Apa kau mendengar mommy?”

Mommy ada di sini? Aku benar-benar membutuhkannya saat ini. Setidaknya mommy bisa membuatku sedikit tenang.

“Sayang, kau yakin Mikey baik-baik saja? Dia tidak juga bangun. Ini sudah lebih dari dua jam sejak dia pingsan.”

“Dokter bilang dia butuh istirahat, sayang. Jangan khawatir, okay?”

“Aku benar-benar sedih dengan apa yang terjadi pada Mikey dan Athalie. Kuharap Athalie bisa menerima perasaan Michael.”

“Tidak perlu khawatir, sayang. Mereka sudah dewasa. Mereka bisa memutuskan apa yang akan mereka lakukan. Kita hanya perlu mendukung mereka, okay? Berhenti membuatku cemas.”

“Maafkan aku, Kee.”

“It’s no one fault. Don’t apologize.”

Aku memutuskan mencoba membuka mataku perlahan dan mengerjap. Kupikir aku masih berada di rumah Athalie, lebih tepatnya di kamar gadis itu. Sialan. Aku bisa mencium aromanya diseluruh kamar ini, membuatku semakin merindukannya saja.

“Mikey? Kau sudah bangun?”

“Mom?”

“Ya, it’s mommy.”

“Hug me, please.”

Aku bisa melihat mata mommy berkilat sedih sebelum dia tersenyum lembut dan mengangguk. Aku menggerakkan tubuhku dan menyandarkan kepalaku ke paha mommy. Sesaat setelah aku berhasil menenggelamkan wajahku pada perutnya, aku tidak bisa menahan tangisku lagi. Mommy mengusap kepalaku dengan perlahan.

“Menangislah.”

Jangan kalian pikir kalau pria tidak akan menangis. Mereka akan benar-benar menangis di saat mereka sudah tidak sanggup lagi menanggung ketegaran hati mereka. Mereka sudah tidak sanggup lagi berpura-pura kalau mereka baik-baik saja. Karena pria juga manusia. Mereka bisa menangis. Aku bahkan pernah melihat daddy menangis dengan histeris saat mimpi buruk.

“Keenan, apa yang harus kita lakukan?”

“Kita serahkan semuanya pada mereka berdua, sayang. Kita hanya perlu mendukung apa yang menjadi keputusan mereka. Kau jangan khawatir, okay?”

Aku memeluk perut mommy dengan erat dan mencoba menghentikan isakanku. “Aku harus bertemu dengan Athalie, mom. Dia sedang mengandung anakku. Aku harus berada disampingnya.”

“Kita coba berbicara dengan Abel, okay? Mommy akan bertanya tentang keberadaan Athalie padanya.”

Setelah mencoba menenangkan diriku sendiri, aku mengusap sisa air mata dipipiku dan melepas pelukanku. “Tidak. Aku akan bertanya pada papa sendiri. Aku penyebab masalah di sini, jadi aku harus bertanggung jawab sepenuhnya.”

Mommy dan daddy sudah melakukan banyak hal untukku. Jika aku terus-terusan menerima bantuan mereka, aku tidak akan pernah dewasa. Sekarang sudah saatnya aku melakukan semuanya dengan kekuatanku sendiri. Mom dan dad hanya perlu mendukungku dari belakang.

“Baiklah kalau begitu. Tapi lebih baik kau makan dan mandi sebelum berbicara dengan Abel. Kau terlihat mengerikan, Michael.”

Aku menoleh pada daddy dan tersenyum malu. “Maafkan aku untuk semuanya, dad. Aku seharusnya bisa lebih dewasa. Tapi justru kekanakan seperti ini.”

“You’re still my son, at least.”

Aku tertawa kecil dan merasakan daddy membawaku ke dalam pelukannya. Seolah semua beban sudah terangkat dari tubuhku. Daddy mengusap kepalaku dan mencium puncaknya. Aku sangat berterima kasih karena mommy dan daddy adalah orangtuaku. Mereka sangat menyayangiku.

“Daddy merasa kalian baru saja lahir kemarin, tapi sekarang, kau bahkan hampir menjadi seorang ayah. Kalian tumbuh terlalu cepat.”

Pelukan sesama pria memang sangat memalukan, tapi kalian harus mencoba pelukan seorang ayah. Kalian tidak akan lagi berpikir kalau pelukan ini memalukan. Justru kalian akan merasa sangat tenang dan nyaman. Karena kami pria memang jarang mengutarakan perasaan kami.

“Thank you, dad.”

“Selalu ada lain kali, son.”

.
.
.

“Athalie ada di Jerman.”

“Apa dia sudah tahu tentang Aghna?”

“Ya, dia memaksa pergi setelah mengetahuinya. Aku tidak bisa mencegahnya lagi.”

“Bagaimana dengan kehamilannya? Kenapa kau menutupinya dari kami semua?”

Aku menatap mommy kemudian beralih pada papa dengan pandangan penuh tanya. Aku juga penasaran dengan itu. Walau bagaimanapun, aku berhak tahu tentang kehamilannya.

“Kalian tahu Athalie. Sekali dia ingin, tidak ada yang bisa mencegahnya. Tapi kami memang baru mengetahuinya setelah hari itu. Athalie juga belum tahu sebelumnya.”

“Kenapa dia tidak ingin memberitahu kita?”

“Dia pikir Michael tidak mencintainya. Dia tidak ingin Michael terpaksa bersamanya hanya karena rasa tanggung jawab.”

“Tapi aku mencintainya, Pa.”

“Apa Athalie mengetahuinya?”

Aku terdiam seketika. Entah. Sepertinya Athalie memang tidak mengetahui perasaanku sebenarnya. Aku selalu bertingkah seperti sahabat baik didepannya dan terus mengatakan kalau kami bersahabat. Tapi tidak ada sahabat yang bersikap posesif atau protektif kepada sahabat perempuannya. Aku melakukannya tanpa sadar karena aku mencintainya.

“Pergilah temui Athalie. Yakinkan dia dan bawa dia pulang. Papa sudah tidak bisa melakukan apapun selain ini.”

“Aku akan membawanya pulang, Pa. Aku berjanji.”

“Tapi tolong, Michael. Jangan paksa dia. Athalie sudah banyak menderita.”

“Aku tahu, Pa. Terima kasih karena sudah mempercayaiku.”

“Papa akan membunuhmu kalau sampai melihatnya menangis lagi karenamu.”

Aku meringis malu tapi suara daddy membuatku menatapnya dengan penuh sayang. “Michael tetap anakku, Abel. Kau berhadapan denganku kalau sampai melukainya sedikit saja.”

Aku sungguh merasa bersyukur karena daddy dan mommy. Mereka adalah orangtua terbaik untukku. Mereka selalu melindungiku walaupun mereka tahu kalau aku bisa menjaga diriku sendiri dengan baik. Mereka tetap memperlakukanku seperti Mikey kecil mereka yang belum dewasa dan masih bergantung pada mereka.

“Satu pesan papa, Michael. Jangan pingsan setelah berhasil bertemu dengan Athalie. Papa tidak yakin dia bisa mengangkat tubuhmu itu.”

Kalimat dari papa berhasil membuat kami semua meledak dalam tawa. Walau secara tidak langsung papa berhasil menyindirku, tapi aku tidak peduli. Perkataannya berhasil membuatku merasa lebih baik.

“Aku mengerti, Pa.”

Just Hug Me, please! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang