Part 14

3.3K 124 0
                                    

Seminggu berlalu dengan cepat. Mommy sudah pulang beberapa hari yang lalu sebelum sibuk dengan urusan pernikahanku dengan Michael. Walaupun sebenarnya aku tidak ingin membuat mommy lelah dan sakit lagi, semua orang memaksaku untuk duduk diam dan membiarkan mereka menyelesaikan semuanya. Daddy yang biasanya selalu mementingkan kesehatan mommy saja memaksaku untuk tinggal di rumah. Sungguh menyebalkan.

Selama seminggu ini juga aku hanya bersantai-santai di rumah dan tidak melakukan apapun. Ya, mungkin sesekali melukis dan memasak. Tapi selebihnya aku tidak melakukan apapun, seperti pengangguran sejati. Aku hanya diizinkan keluar rumah untuk fitting baju pernikahan dan untuk ke rumah mommy. Selebihnya, dilarang.

Setelah check up di rumah sakit dan memastikan kondisiku dan si kembar baik-baik saja, Michael tidak menunda-nunda lagi. Dia menyelesaikan semua persiapan pernikahan kami dalam waktu seminggu. Dan tepat hari ini, aku sudah resmi menjadi istri Michael. Pagi ini kami mengucapkan janji suci dihadapan Tuhan dan pendeta.

“I, Michael Carolus Wilson, take you Athalie Jovita Moore, to be my wedded wife. To have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health, to love and to cherish ‘till death do us apart. And hereto I pledge you my faithfulness.”

Aku menatapnya dengan penuh keyakinan sebelum mengucapkan janjiku. “I, Athalie Jovita Moore, take you Michael Carolus Wilson, to be my wedded husband. To have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health, to love and to cherish ‘till death do us apart. And hereto I pledge you my faithfulness.”

Aku tersenyum lebar setelah mengucapkannya. Pendeta mengumumkan kami sebagai suami istri, dan Michael menarik pinggangku mendekat sebelum bibirku tenggelam dalam kehangatan bibirnya. Suara riuh tepuk tangan bahkan tidak membuatnya menghentikan ciumannya. Dan yang bisa kulakukan hanyalah berpegangan pada kedua lengannya dan membalas ciumannya dengan lembut.

“Kau masih punya banyak waktu nanti malam, Kak.”

Dan ucapan memalukan Marcell yang membuat Michael menghentikan ciumannya dengan enggan. Dia menatapku kecewa dan bergumam pelan. “Aku akan membunuh bocah itu nanti.”

Aku tertawa kecil dan menggeleng. “Kau sangat kekanakan, Michael.”

“Bersiaplah nanti malam, istriku.”

Aku melihat sinar mata penuh godaannya saat dia mengatakan itu. Panas mulai menjalar ke wajahku dengan cepat. Aku sangat yakin kalau make up yang kupakai tidak bisa menutupi rona merah ini.

“Kenapa kau malu seperti itu? Kau kan sudah sering melihatku telanjang.”

Aku melotot dengan tidak percaya dan mendengus. “Siapa yang melihatmu telanjang? Kau sengaja membuka pakaianmu dihadapanku, suamiku. Kalau kau tidak lupa.”

Michael tersenyum lebar dan mencuri satu ciuman dibibirku. “You know me so well, hon.”

Itulah yang terjadi pada pemberkatan pernikahan kami tadi pagi. Sekarang, daddy dan papa memutuskan mengadakan resepsi dipadang rumput yang membatasi rumahku dan Michael. Aku tidak tahu kalau daddy dan papa sangat antusias dengan pernikahan kami ini. Kupikir laki-laki tidak akan seantusias itu. Tapi, mereka ya mereka. Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan.

“Kau baik-baik saja?”

Aku menatap Michael yang duduk disebelahku. Kami baru selesai menyalami semua tamu undangan yang kurasa jumlahnya ratusan, aku bahkan bisa merasakan tanganku mulai kebas karena terlalu lama berjabat tangan. Tapi beruntung mommy mengetahui kondisiku dengan baik, jadi mommy berhasil menyeretku duduk kembali di kursi khusus milik pengantin malam ini.

“Kakiku sangat lelah.”

Aku memeluk lengan Michael dan menyandarkan kepalaku ke bahunya. Mataku memperhatikan para tamu yang saling mengobrol dengan gelas minuman ditangan mereka. Mungkin mereka sedang membicarakan bisnis. Aku tidak peduli.

“Apa kau ingin istirahat saja di kamar? Aku akan mengantarmu.”

Meninggalkan tamu yang hadir dipernikahanku sangatlah tidak sopan. Jadi, selelah apapun tubuhku, aku tidak bisa meninggalkan tamu-tamuku begitu saja. That’s so rude.

“Kita tunggu sampai tamu-tamunya pulang, ya. Aku tidak ingin dicap sebagai tuan rumah yang tidak sopan.”

“Mereka pasti mengerti kalau kita mundur dari acara kita sendiri, honey. Kau sedang hamil, dan acara dari pagi tadi sudah cukup membuatmu lelah.”

Aku mengeratkan pelukanku dilengannya dan memejamkan mataku. “It’s okay. Aku bisa bertahan beberapa jam lagi.”

“Honey, …”

“Temani saja aku, hon. I’ll be fine, don’t worry.”

Michael mengusap kepalaku dan mencium puncaknya. “Baiklah kalau itu yang istriku inginkan. Tapi langsung katakan padaku kalau perutmu mulai keram, hmm?”

“Aku mengerti, suamiku.”

Michael tertawa kecil dan kembali menggodaku. “Terus memanggilku dengan sebutan itu dan aku tidak akan bisa tidur semalaman.”

“Mulutmu sungguh penuh rayuan.”

“Tapi kau mencintaiku.”

“Dan akan selalu seperti itu.”

.
.
.

“Aku akan membantumu mandi. Kau sudah terlalu lelah, Lie.”

Aku hanya bisa pasrah saat Michael mulai melepas gaun yang kupakai. Aku sudah benar-benar lelah dan ingin segera mengistirahatkan tubuhku ini. Aku bahkan yakin kalau aku akan langsung tertidur setelah mencium bau ranjang.

“Oh shit.”

Aku tidak terlalu memperhatikan umpatan Michael. Dia memasukanku ke dalam bathup dan aku merasakan tubuhku menjadi sedikit lebih rileks. Entah apa yang sedang Michael lakukan, aku hanya memejamkan mataku sampai Michael selesai memakaikanku pakaian tidurku. Dia membaringkanku di ranjang dan menyelimutiku.

“Kalau saja kau tidak kelelahan, aku tidak akan menahan gairahku lagi.”

Aku memeluk perut Michael dan menyandarkan kepalaku ke dadanya. “Maafkan aku, Mikey. Aku benar-benar lelah.”

“It’s okay, honey. Kita masih memiliki banyak waktu berdua. Aku tidak ingin menyakitimu atau anak-anak kita. Tidurlah.”

“Maaf, suamiku.”

“Hmm.”

Aku akhirnya terlelap dalam pelukan Michael, sahabat yang sekarang sudah resmi menjadi suamiku, teman hidupku. Tapi entah kenapa, aku terbangun jam 3 pagi. Tidak bisa dipungkiri kalau aku menginginkan olahraga malam ki. Dan kemarin karena tubuhku yang terlalu lelah, aku melewatkan kewajibanku. Tapi kalau sekarang aku membangunkan Michael, aku pasti akan mengganggu istirahatnya. Dia sudah pasti lelah karena kemarin.

Aku menghembuskan napasku panjang dan menjauhkan wajahku dari dada telanjangnya. Karena kebiasaannya memang dia hanya tidur dengan celananya. Dan aku terkena efeknya. Tubuhnya begitu menggoda didepanku, tapi aku tidak bisa melakukan apapun.

Sekali lagi aku menatap dadanya sebelum beralih pada wajah tampannya. Dia tidur seperti bayi, tidak bersuara sama sekali, hanya deru napasnya yang terdengar mengalun pelan. Tanganku bergerak tanpa sadar mengusap dahinya, turun ke hidungnya dan berakhir dibibirnya yang sedikit terbuka. Bibir ini selalu membungkam mulutku saat aku mulai melantur. Selalu berhasil membungkam kemarahanku dan membuatku tergoda untuk terus merasakannya.

Michael terlihat terganggu dengan kegiatanku ini, terbukti dengan alisnya yang berkerut kecil. Aku tersenyum dan beralih mengusap rahang kokohnya yang bersih dari rambut. Tangan Michael mengencang dipinggangku. Aku mengalihkan tatapanku dari bibir merahnya ke matanya. Mata hitam segelap malam itu sudah terbuka dan menunjukkan gairah yang tertahan.

“Kenapa kau terbangun?”

Aku tahu kalau Michael sudah menahan hasratnya dari tadi malam. Jadi dengan perlahan aku menarik tengkuknya mendekat. “Aku tiba-tiba menginginkannya, suamiku. Maukah kau melakukannya untukku?”

“Honey…”

Aku menggeleng untuk mengatakan kalau aku baik-baik saja. Michael menatap mataku dalam kemudian tersenyum. Dia mulai mencium bibirku dan tangannya bergerak menyusup ke dalam baju tidurku.

“Apapun yang istriku inginkan.”

.
.
.

“Kenapa banyak sekali hadiahnya? Sepertinya aku sudah melarang para tamu untuk membawa hadiah.”

Aku menatap kado-kado dihadapanku dengan tidak tertarik. Bahkan di undangan penikahannya sudah ada peringatan kalau kami tidak menerima hadiah. Tapi apa yang kulihat bahkan terlalu banyak.

“Kurasa mereka tidak memperhatikan undangannya, Lie. Kita buka saja, ya?”

Aku menyandarkan sikuku pada pegangan sofa. Michael mulai membuka satu persatu hadiah dihadapan kami. Ada selimut, peralatan makan, hiasan meja, bahkan ada beberapa pakaian bayi yang kupikir sangat lucu. Aku bahkan menyukai semua pakaian bayi itu.

“Tinggal ini yang tersisa. Kau ingin membukanya?”

Aku menatap kotak ditangan Michael. Tidak terlalu besar ataupun kecil. Bungkusnya bahkan terlihat sangat cantik, aku jadi penasaran dengan isinya. Aku mengangguk dan menerima kotak itu dari tangan Michael.

Kubuka kertas pembungkusnya dengan cepat. Dengan rasa penasaran, aku membuka penutup kotaknya. Tapi apa yang kulihat sungguh membuatku seperti menerima serangan jantung. Aku melempar kotak ditanganku dengan kasar dan beringsut ke sudut sofa.

Aku kembali menerima bangkai ayam penuh darah untuk kedua kalinya. Tanpa mencari surat pengirimnya pun, aku tahu kalau Natasha berada dibalik semua ini.

“Michael,” suaraku tercekat. Michael segera bangkit dari karpet dan menarik tubuhku dalam pelukannya. Tanganku langsung mencengkeram bajunya. Getaran dari tubuhku sudah tidak bisa ditutupi lagi.

“Mike… darah…”

“Sayang, jangan lihat.”

Aku merasakan oksigen mulai berkurang dan isakan lolos dari mulutku. “Darah…”

“Lihat aku, Lie. Jangan lihat darah itu. Lihat aku.”

Aku menatap Michael dengan takut dan menggelengkan kepalaku. Michael terlihat panik dan pucat. Entah apa yang terlihat diwajahku saat ini. Bahkan setelah mengalihkan pandanganku dari kotak terkutuk itu, napasku masih tersendat-sendat.

“Papa! Tolong aku. Papa!”

Michael menarik tubuhku dan membuat kepalaku bersandar pada dada bidangnya. Aku mencengkeram bajunya dan memejamkan mataku. Mencoba menarik napas dan menghembuskannya.

“Papa!”

“Ada apa, Michael?”

“Ada darah.”

“Apa? Di mana?”

“Kotak itu.”

Cukup lama aku tidak mendengar suara papa maupun Michael. Aku merasakan Michael melepas pelukannya dan mengusap pipiku. “Buka matamu, hon.”

Aku membuka mataku perlahan dan menatap sekeliling dengan takut. Papa sudah duduk disebelah Michael dan menyodorkan inhaler padaku. Aku menerimanya dan segera menggunakannya. Walau aku tidak memiliki riwayat penyakit asma, aku membutuhkan inhaler ini saat phobiaku kambuh seperti ini. Setidaknya, inhaler ini membantuku menormalkan napasku.

“Papa sudah membuang kotak itu, sweetheart. You’ll be fine.”

“Maafkan aku, Lie. Seharusnya kau tidak perlu membuka kotak itu.”

Aku menggeleng dan menatap Michael dengan lembut. “Tidak. Kita tidak tahu apa isi kotak itu, Michael. Ini bukan salahmu.”

“Papa akan mencari tahu siapa pengirim kotak itu. Kalian tidak perlu mencemaskannya.”

Aku menatap papa. “Aku tahu siapa pelakunya, Pa. Ini bukan yang pertama kalinya aku menerima ini.”

Papa menatapku marah. “Bukan pertama kalinya? Apa maksudmu, Atha? Kenapa kau tidak pernah memberitahu papa?”

“Kupikir dia tidak akan berani melakukannya lagi, Pa.”

“Siapa yang melakukannya?”

Aku meneguk ludah dan menatap papa dan Michael bergantian. “Natasha.”

Michael mengeraskan rahangnya marah. Ya walaupun aku memang tidak menyukai Natasha, aku tidak ingin sampai Michael melakukan sesuatu yang ceroboh. Dia mungkin mengetahui sifat asli Natasha dari apa yang kuceritakan, tapi dia tidak akan pernah tahu seberapa mengerikannya wanita itu kalau kita mengusik ketenangannya.

“Hon…”

“Aku akan meminta tolong Uncle Thomas, Lie. Aku tidak akan bertindak ceroboh. Apa yang kita hadapi adalah seorang psikopat.”

Aku menatap Michael dengan berterima kasih. Sekarang aku hanya perlu menjelaskannya pada papa supaya dia mengerti bagaimana berbahayanya Natasha itu. Papa mungkin memiliki banyak kekuasaan ataupun koneksi, tapi bukan berarti papa bisa menghadapi Natasha.

“Papa tidak perlu melakukan apapun, okay? Aku tidak ingin kalian semua terluka karena aku. Natasha tidak akan murka seperti ini kalau aku tidak menikah dengan Michael. Jadi biarkan aku yang menyelesaikannya.”

Papa menatapku dengan tidak suka, mulutku sudah terbuka tapi suara Michael membungkam kami berdua. “Kau sedang hamil, demi Tuhan. Apa yang kau pikirkan dengan menyelesaikannya? Kau pikir aku akan diam saja melihatmu melakukan sesuatu yang berbahaya? Kau adalah istriku, Athalie. Aku berhak melakukan apapun, demi keselamatanmu dan anak-anakku.”

Aku melirik papa sekilas dan bisa melihat senyum bangga di sana. Mana mungkin aku bisa lupa aku sedang hamil? Yang benar saja Michael ini. Dia pikir aku akan lupa disaat aku selalu membawa perutku yang semakin besar?

“Kalau begitu papa tidak akan cemas. Michael pasti bisa mengatasinya. Bukankah begitu, sweetheart?”

Aku memutar mataku dan menatap papa dengan malas. “Ya. Papa benar. Suamiku memang bisa diandalkan. Apa papa tidak pergi bekerja?”

Papa melirik jam tangannya dan menyeringai. “Kau benar, sweetheart. Papa harus bekerja.”

“Berhati-hatilah, Pa.”

“Okay, sweetheart. Papa berangkat dulu. Michael, papa titip Athalie, okay?”

“Siap, Pa.”

Papa mencium keningku sebelum keluar dari rumah dengan membawa tas kerjanya. Aku menyandarkan bahuku ke sofa dan mengusap perutku. “Apa menu makan siang kita?”

Michael menatapku bingung. “Kita baru saja sarapan, honey. Kenapa sudah bertanya tentang makan siang?”

Aku tersenyum polos, “Aku sudah lapar lagi.”

Michael tertawa keras. “Astaga, nafsu makanmu naik drastis ya. Terima kasih karena sudah membuat mama makan banyak, babies.”

Dia mencium perutku dan bangkit menuju dapur. Dia pasti akan memasakkanku sesuatu. Beruntungnya aku bisa bersama Michael yang sangat pengertian itu. Bahkan walaupun aku mengeluh lapar saat tengah malam, dia langsung bangkit dan membuatkanku makanan. Suamiku memang sangat pengertian.

“Aku akan menunggumu di galeri ya. Hon?”

“Okay. Aku akan memasak dengan cepat.”

.
.
.

Aku membuka dua lukisanku yang baru saja datang dari Jerman. Yang pertama adalah lukisan Michael. Kuletakkan sedikit ke ujung karena aku akan menyelesaikan lukisan milikku yang kedua ini. Kalau biasanya orang lain akan meminta pelukis untuk melukis dirinya, aku berbeda. Aku memilih melukis diriku sendiri, yang mana adalah hal aneh untuk pelukis. Mana ada pelukis melukis dirinya sendiri? Aku benar bukan?

Setelah menyiapkan beberapa warna di palet, aku mulai memilah kuas yang akan kupakai. Kuletakkan semua yang kubutuhkan di rak dorong dan membawanya di sebelah kursi yang kududuki. Goresan demi goresan kutorehkan ke kanvas, menyelesaikan lukisan yang memang sudah hampir selesai di Jerman.

“Kau tidak bilang akan melukis, hon.”

Aku menyelesaikan goresan terakhir dan menatap lukisanku dengan puas. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Aku berada ditengah padang dengan balutan gaun dan mahkota bunga dirambutku. Cahaya matahari menyilaukan wajahku yang memang kulukis hanya dari samping.

Aku menatap Michael dan tersenyum lebar. “What do you think?”

Michael meletakkan nampan berisi makanan ke meja dan berjalan mendekat. Dia menatap lukisanku dengan terpesona. Ya, dia memang selalu mengagumi lukisanku dari dulu. Tidak heran kalau dia kembali terpesona hari ini.

“It’s beautiful, Lie. Kau menumpahkan semuanya dalam lukisan ini, aku benar kan?”

“Yup.”

“Kurasa aku hampir saja jatuh cinta pada lukisanmu. Kau begitu cantik.”

Aku terkekeh dan bersandar ke perutnya yang berada tepat dibelakangku. Michael memeluk dadaku dari belakang. “Mana bisa kau jatuh cinta pada gadis lain?”

“Well, aku yakin tidak akan bisa. Karena hanya dengan melihatmu setiap harinya, membuatku kembali jatuh dan jatuh pada pesonamu.”

“Mulutmu memang pandai sekali merayu.”

“Aku serius, honey.”

Aku tersenyum dengan lebar dan bangkit berdiri. Aku mencuri ciuman dibibir Michael sebelum mengalihkan pikiranku pada makanan di meja. Aku tetap lapar walaupun Michael terus membuatku tersipu. Aku kembali duduk di kursi dibawah meja dan menyantap steak buatan Michael.

“Apa ini, hon?”

Aku menelan daging dimulutku dan memutar badanku melihat Michael. Dia sedang berdiri didepan lukisannya. Sial, aku lupa menutupnya lagi tadi. Tapi mau bagaimana lagi, suamiku ini berhak tahu.

“Hmm, begitulah.”

“Kapan kau melukis ini?”

Aku melanjutkan makanku tanpa melihatnya lagi. “Cari saja dilukisannya, you’ll find it.”

“Ini sudah tiga tahun yang lalu, hon. Bagaimana bisa aku tidak pernah melihatnya?”

“Aku melukisnya memang tidak untuk dilihat orang, Mike.”

“Kenapa?”

“Aku ingin menikmatinya untuk diriku sendiri.”

Michael terdiam. Aku tidak ingin melihat apa yang sedang dilakukannya sekarang, karena aku masih lapar dan menikmati makananku. Urusan Michael marah atau tidak, aku bisa mengatasinya nanti.

Sesaat setelah aku membuka mulutku untuk memasukkan daging, mulut Michael membungkamnya. Aku melotot terkejut dan menjatuhkan garpu dari tanganku secara reflek. Apa maksudnya menciumku seperti ini?

Michael menarik tengkukku dan menciumku lebih dalam. Aku masih terdiam dan tidak membalas ciumannya. Setelah kecupan-kecupan kecil mendarat di bibirku, aku mengerjapkan mataku. “Apa yang kau lakukan? Aku sedang makan.”

“Terima kasih. Ternyata kau sudah mencintaiku sejak lama.”

“Apa maksudmu?” Aku tiba-tiba merasa gugup. Michael masih belum menjauhkan wajahnya dari wajahku dan itu membuatku bisa merasakan hembusan napasnya yang hangat. Ini tidak baik untuk kerja jantungku.

“Kau menulisnya dibalik lulisan itu. Sejak aku beranjak dewasa, aku sadar kalau aku semakin mencintainya. Kau menulis itu, hon.”

Aku mengerjap gugup dan memundurkan wajahku sedikit. “Benarkah?”

“Seharusnya kau menemuiku kalau memang merindukanku. Aku jadi penasaran berapa jam sudah kau habiskan untuk duduk diam didepan gambarku itu.” Michael tersenyum dengan jahil. Dia pintar sekali kalau membuat perasaanku jungkir balik.

“Tidak lucu.” Aku mendorong tubuhnya menjauh dan meminum air mineral di gelas. Dia menghilangkan nafsu makanku.

“Kenapa tidak menghabiskan makanmu?”

“Kau membuatku tidak nafsu makan.”

“Apa maksudmu kau sedang bernafsu dengan hal yang lainnya?”

Pipiku sudah pasti memerah sekarang. Dia tidak juga berhenti menggodaku, sial. Lihat saja kalau aku sampai marah. Aku tidak akan membiarkannya tidur di kamar malam ini. “Mulutmu itu memang tidak bisa disaring sebelum bicara? Menjengkelkan. Kau tidur di luar saja malam ini.”

“Apa-apaan? Apa kau marah sekarang? Hey, aku kan hanya bercanda, hon. Kenapa kau serius sekali?”

Aku mengabaikannya dan membawa nampan itu kembali ke dapur. Michael masih mengikuti dibelakangku tapi belum mengatakan apapun. Aku memutuskan untuk mencuci piring kotor itu dan mengabaikan Michael didepanku.

“Kau benar-benar marah?”

Well, suaranya terdengar tidak baik. Kalian tahu bagaimana saat seseorang tidak percaya apa yang sedang terjadi karena perbuatannya? Michael terdengar seperti itu sekarang. Dan bagaimana bisa aku tetap marah kalau melihat wajahnya yang menggemaskan itu?

Dengan susah aku menggigit bibir bawahku menahan tawa yang akan keluar dari mulutku. Dia pasti akan marah kalau tahu aku sedang mempermainkannya. Apa jadinya kalau dia yang marah nantinya, kan?

“Apa kau sedang tertawa sekarang?”

Aku menutup keran dan meledakkan tawaku. “Kau harus lihat ekspresimu tadi, hon. Lucu sekali, sungguh. Kalau mommy disini, dia pasti akan setuju denganku.”

Michael menatapku tidak percaya dan tersenyum. “Ternyata kau tidak marah padaku, syukurlah. Aku bisa kelabakan kalau kau benar-benar marah tadi.”

“Bagaimana aku bisa marah padamu?”

“Stop laughing, honey. You’ll hurt you stomach.”

Aku menghentikan tawaku dengan perlahan dan melebarkan senyumku. “Baiklah.” Aku menyeka tangan basahku dan keluar dari dapur. “Kau tidak bekerja hari ini?”

“Aku ada beberapa urusan dikantor nanti.”

Aku berhenti berjalan dan menatapnya dengan tatapan andalanku. “Aku ikut, ya?”

“Kau nanti kelelahan, honey.”

“Babies yang menginginkannya. Hmm? Ikut ya?”

Michael mengacak rambutku dan mencium pelipisku. “Baiklah kalau begitu. Sekarang, kita mandi bersama, ya?”

“Selalu saja mencari kesempatan.”

Michael terbahak dan menuntunku ke kamar. “Bukan mencari kesempatan, hon. Hanya menghemat waktu. Itu lebih baik, kan?”

“Mulut penggoda.”

“Aku juga mencintaimu, Lie. Ayo mandi dan siap-siap.”

Aku memilih mengalah dan mengikuti langkahnya masuk ke dalam kamar mandi. Biarlah dia berbuat seenaknya. Yang penting aku masih bisa mengabulkan keinginannya dan tidak terjadi masalah. Lagipula, hanya mandi bersama, itu hal yang wajar untuk suami istri, kan? Walau aku tahu pasti kita tidak akan hanya mandi nanti.

Just Hug Me, please! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang