Part 8

3.3K 163 1
                                    

Selama seminggu ini hidupku sangatlah kacau. Aku tidak bisa berkonsentrasi dengan lukisan-lukisanku sehingga banyak komplain dari para klien. Papa juga semakin sering pergi ke Jerman entah untuk alasan apa. Tapi setidaknya karena ketidakhadiran papa, aku sedikit leluasa untuk menangis di rumah.

Michael sendiri tidak pernah menghubungiku selama seminggu ini. Aku juga tidak pernah melihat lampu kamarnya menyala. Mungkin dia tidur bersama kembarannya. Karena tidak mungkin mommy membiarkan anak itu tidak tidur di rumah kalau tidak ada masalah yang terlalu penting di kantor. Mommy benar-benar memperlakukan semua anaknya dengan baik. Karena itu semua anak-anak mommy tidak ada yang pembangkang.

Sebenarnya mungkin aku tidak akan pernah bisa menemui Michael seperti biasanya lagi, sekeras apapun aku berusaha. Persahabatan kami sudah hancur dan aku tidak pernah berniat untuk memperbaikinya. Entah kenapa setelah sekian lamanya kami berteman, datang masalah yang menurutku tidak terlalu besar tapi sanggup menghancurkan apa yang sudah kami bangun selama ini. Tapi kepercayaan adalah pondasi suatu hubungan, bukan? Tanpa adanya kepercayaan, semua pasti tidak akan berjalan dengan baik.

Tapi aku tetap tidak akan pernah berhenti mencintainya, aku sadar akan hal itu. Walau sebanyak apapun dia menyakitiku, aku tetap mencintainya. Bahkan meski dia tidak percaya padaku sekalipun.

.
.
.

Mikey’s calling…

Kenapa Michael menelponku sekarang? Setelah seminggu ini kami lost contact? Apa dia memutuskan untuk menghubungiku lagi? Aku harus mengangkatnya atau tidak? Kalau memang ada yang penting bagaimana? Bagaimana ini? Kenapa aku jadi bimbang seperti ini?

Baiklah. Mendengarnya saja tidak akan ada masalah untukku, seharusnya. Kutarik napasku dalam sebelum menggeser ikon hijau di layar ponselku.

“Hallo?”

-Aku merindukanmu, Lie.-

Kenapa suara Michael terdengar tersendat-sendat seperti itu? Dia pikir apa yang sedang dia lakukan?

“What are you doing?”

-I miss you so bad.-

“Are you drunk?”

Sejak kapan Michael mulai minum-minum? Kurasa dia tidak pernah mabuk sampai seperti ini sebelumnya. Dimana dia sekarang? Dia sudah lama sekali tidak pergi ke klub.

-Apa kau tidak merindukanku, hmm? Aku sangat menderita di sini.-

“Katakan dimana kau sekarang.”

-Apa kau akan datang ke sini? Kau sudah tidak marah padaku lagi?-

“Shit. Just tell me, idiot. You’re going crazy.”

-Aku gila karenamu, Lie.-

Michael benar-benar sudah gila. Sebenarnya apa yang sedang dikatakannya itu? Kenapa dia harus sampai mabuk seperti itu?

“Dimana kau sekarang, Michael?-

Aku mengatakannya dengan menekan disetiap katanya. Kuharap dia bisa sedikit berpikir jernih dan mengatakan padaku dimana dia sekarang. Aku bisa gila hanya karena mencemaskannya saat ini.

-Kau tahu aku ada dimana.-

“Apa kau ada di apartemen mommy?”

-Kenapa Athalieku ini sangat pintar? Kau menebak dengan tepat sekali.-

“Stupid you, Michael.”

Aku mematikan sambungan dengan cepat dan meraih dompet serta kunci mobil di nakas. Berhubung aku baru saja mandi setelah seharian bekerja, aku tidak perlu repot-repot untuk berganti pakaian lain. Kurasa baju tidurku tidak akan menjadi masalah kalau hanya untuk pergi ke apartemen mommy. Jaket sepertinya cukup untuk menutupinya.

“Papa, aku ada urusan sebentar. Tidak perlu menungguku pulang, aku akan langsung pulang setelah menyelesaikan urusanku.”

Aku mencium pipi papa yang sudah hampir tertidur di ranjangnya. Sepertinya papa kelelahan dan aku hampir saja mengganggu waktu istirahatnya. Michael memang benar-benar pembuat masalah.

“Be careful, sweetheart. Sepertinya papa akan langsung tidur.”

“Okay, good night, Pa.”

“Good night, dear.”

Aku meninggalkan kamar papa dan menutup pintunya pelan. Setelah mengeluarkan mobilku dari garasi, aku langsung melajukannya ke apartemen di pusat kota. Kuharap Michael memang benar-benar berada di sana.

“I hope so.”

Kutekan tombol kode akses dan masuk ke dalam apartemen dengan cepat. Keadaan di sini gelap, benar-benar bukan tempat Michael biasanya berada. Apa mungkin dia ada di sini?

“Michael?”

Mungkin dia ada di kamar tidur karena aku bisa mendengar suara gelas dan botol kaca saling bersentuhan. Kurasa memang Michael sedang mabuk di apartemen mommy ini.

“Mike?”

Aku meletakkan barangku di meja dekat ruang tamu sebelum masuk ke dalam kamar. Keadaan di dalam sangatlah kacau. Selimut di lantai, bantal yang berserakan di bawah ranjang, sprei yang kusut dan beberapa pecahan kaca di dekat sofa.

“Mike?”

Aku menatap Michael dengan bimbang setelah melihat keadaannya yang benar-benar mengerikan. Pakaian yang sudah acak-acakan, rambut berantakan dan tatapan matanya yang kosong. Dia sedang memegang segelas penuh wine dan siap untuk menyesapnya kembali.

“Kurasa aku kembali berhalusinasi. Tidak mungkin Athalie akan mau menemui lagi. Tadi aku berpikir mendengar suaranya. Dan sekarang aku bahkan membayangkannya berada dihadapanku. Aku sudah gila.”

Dia benar-benar kacau, kalian perlu tahu itu. Aku tidak pernah melihatnya sekacau atau seterpuruk ini. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

“Michael? Ini aku Athalie. Kau tidak berhalusinasi. I’m real.”

Michael mengerjapkan matanya dan meletakkan gelas ditangannya ke meja. Dia bangkit berdiri dan berjalan mendekatiku dengan perlahan. Aku sebenarnya merasa sedikit takut untuk menghadapinya yang sedang mabuk karena dia sedang tidak berada dalam akal sehatnya. Dia bisa saja melupakan apa yang dikatakan atau yang akan dilakukannya sekarang.

“Kau benar-benar di sini?”

“Ya. I’m here.”

“You’re real?”

Aku menganggukkan kepalaku. Dia semakin mendekat dan aku hanya bisa berdiam ditempat. Michael merengkuhku dalam pelukannya yang membuatku menegang karena terkejut.

“Kau benar-benar di sini. Aku bisa merasakan tubuhmu dan mencium aroma tubuhmu.”

“You okay, Mike?”

Aku membalas pelukannya dan mengusap punggungnya perlahan. Dia menyerukkan wajahnya ke leherku dan aku bisa merasakan napasnya menyentuh tengkukku.

“Bagaimana aku bisa baik-baik saja? Kau tidak lihat keadaanku?”

Michael mulai mencium leherku dengan bibir basahnya. Aku merasakan getaran aneh diseluruh tubuhku karena ciumannya itu. Kenapa dia menciumku? Selama ini dia tidak pernah menciumku bahkan pipiku sekalipun. Tapi hari ini dia mencium leherku. Apa dia bahkan sadar dengan apa yang dilakukannya?

“Michael…”

“Kau sangat harum, Lie.”

Michael menarik wajahnya dari leherku dan tangannya mulai mengusap pipiku. Matanya menatap mataku kemudian turun ke bibirku. Aku meneguk ludah karena gugup.

Belum sempat aku mengatakan apapun, bibir Michael membungkam bibirku dalam ciuman yang panas. Dia menciumku dalam dan sesekali menggigit bibir bawahku. Aku membalas ciumannya dengan lapar, karena akhirnya rasa penasaranku akan bibirnya terbayar sudah. Walaupun aku tahu kalau aku sudah melakukan sesuatu yang sangat salah dengan mencium sahabatku sendiri.

Entah bagaimana, tapi Michael sudah berhasil membaringkan tubuhku diatas ranjang di bawah tubuh kekarnya. Dia kembali mencium bibirku dengan penuh gairah dan tangannya membuka kancing piyamaku. Aku tahu kalau kita akan melakukan suatu kesalahan, tapi entah kenapa aku tidak sanggup melawan.

Aku memang bodoh karena membiarkan Michael menyentuh tubuhku tanpa adanya ikatan apapun diantara kami. Aku bahkan merasa sabuk hitamku tidak berguna lagi karena tidak sanggup melawan Michael yang sedang mabuk ini. Aku mungkin bukannya tidak sanggup, lebih tepatnya aku terlalu lemah dibawah semua sentuhan Michael di seluruh tubuhku.

Akhirnya kami melakukannya. Dengan keadaan Michael yang setengah sadar dan aku yang terlalu terpesona padanya malam ini. Dia merenggut semuanya dariku sampai habis tak bersisa. Aku tidak merasa menyesal karena menyerahkan tubuhku pada Michael karena aku mencintainya. Tapi aku tahu, saat Michael sadar nanti, dia pasti akan terus mengatakan kalau dia menyesal dan sudah melakukan kesalahan.

.
.
.

Aku mengerjapkan mataku menghalau sinar matahari yang menyilaukan. Tubuhku terasa sangat pegal dan organ intimku terasa perih. Kurasa kami memang melakukannya semalam. Aku bisa mengingat semuanya dengan jelas. Michael menyentuh tubuhku dengan memuja dan dia bahkan melakukannya dengan sangat lembut seolah aku adalah kekasihnya.

“Athalie?”

Aku mengerjap sekali dan sadar kalau Michael duduk di tepi ranjang hanya dalam balutan celana pendek. Dia menatapku dengan penuh penyesalan. Aku tahu kalau aku akan menangis setelah ini.

“Kurasa aku sudah melakukan kesalahan padamu.”

Aku bangkit berdiri setelah melilitkan selimut ke tubuh telanjangku. Masih perih rasanya, tapi aku harus terlihat kuat saat ini.

“Kesalahan yang kau buat karena mabuk?”

“Athalie, maafkan aku karena apa yang terjadi tadi malam. Aku benar-benar menyesal karena sudah menyakitimu. Aku tidak tahu apa yang sudah kulakukan. Aku benar-benar bodoh.”

“Kau pikir maaf saja cukup? Kau sudah merenggut semuanya, Michael. Seribu kali maaf pun tidak akan cukup.”

Michael bangkit berdiri dan mencoba mendekatiku. Tapi aku berusaha mundur memberi jarak di antara kami. Dia tidak boleh menyentuhku di saat seperti ini. Karena aku benar-benar akan luluh kalau sampai dia bisa memegangku.

“Athalie. Menikahlah denganku. Aku akan bertanggung jawab untuk semua yang sudah kulakukan. Kita menikah saja, ya?”

Aku menutup mataku menahan aliran air yang sudah menggenang di ujung mataku. “Kau pikir aku mau menikah dengan seseorang yang tidak mencintaiku? Kau pikir menikah adalah jalan keluar dari semua ini? Tidak, Michael. Masalahnya lebih besar dari itu. Kau menghancurkan semuanya. Tidak ada lagi yang tersisa dariku.”

Aku memungut pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi. Dengan cepat kupakai lagi piyama tidurku dan mencuci muka. Aku harus segera pergi dari sini sebelum pertahanan yang kubangun hancur tak bersisa.

Setelah membuka pintu kamar mandi, aku bisa melihat Michael duduk di sofa dengan keadaan kamar yang lebih kacau dari tadi malam. Pecahan gelas dan botol wine ada di mana-mana. Kurasa Michael baru saja membuat kekacauan ini.

“Kuharap kita benar-benar tidak bertemu lagi setelah ini, Michael. Tidak ada lagi urusan di antara kita berdua. Kuharap kau mengikuti perkataanku dengan tidak menampilkan wajahmu lagi dihadapanku. Aku benar-benar sudah lelah.”

Dengan tidak mendengarkan apa yang Michael katakan, aku keluar dari kamar dan mengambil barang-barang yang kubawa sebelum keluar dari apartemen ini. Kuharap semuanya bisa selesai sampai di sini. Tidak ada lagi pertemuan yang menghancurkan hati ataupun tubuhku.

“Selamat tinggal, Michael.”

.
.
.

Michael’s POV

Kalian tahu bagaimana rasanya menyakiti seseorang yang kalian cintai berkali-kali? Bagaimana rasanya kalian bangun dan mengetahui kalau kalian sudah merenggut sesuatu yang sangat berharga untuknya? Dengan keadaan tidak sadar?

Aku terbangun dan tersadar dari mabukku. Melihat Athalie tidur dengan telanjang di sebelahku. Bercak darah di sprei. Pakaian kami berdua yang berserakan di lantai. Aku tahu persis kelakuan bejat apa yang sudah kulakukan. Aku memperkosanya.

Mungkin kalian akan berpikir aku adalah bajingan. Tapi memang benar, aku tidak menyesali apa yang sudah kuperbuat. Aku justru merasa senang karena melakukannya dengan seseorang yang kucintai. Aku bahkan sampai berpikir untuk memaksa Athalie menikah denganku setelah apa yang aku lakukan. Mungkin dengan alasan bertanggungjawab, dia akan mau menerimaku.

Tapi ternyata tidak. Dia menolak menikah denganku. Dia mungkin tidak tahu kalau aku mencintainya. Dia pasti berpikir aku ingin menikahinya hanya karena tanggung jawab. Tapi sebenarnya tidak. Aku ingin menikahinya karena aku mencintainya. Aku membutuhkannya lebih dari apapun.

Kalau aku mengatakan aku mencintainya, dia pasti berpikir aku berbohong. Dan semuanya tidak akan pernah selesai.

Tapi sekarang yang terjadi justru dia meninggalkanku. Dia pergi dari hadapanku dan kupikir dia tidak akan pernah kembali kali ini. Dan aku hanya diam tanpa mencegah kepergiannya. Apa yang akan aku lakukan sekarang? Separuh hidupku sudah pergi meninggalkanku sendirian. Bagaimana aku bisa bertahan hidup dengan separuh nyawa saja? Aku pasti akan mati perlahan tanpa Athalie disisiku.

.
.
.

Aku memutuskan untuk melupakan semua yang terjadi antara aku dan Michael. Walau perasaan cintaku padanya tidak akan pernah terhapuskan. Tapi setidaknya aku tidak ingin mengingat kenangan buruk yang terjadi diantara kami berdua. Aku akan menyimpan kenangan-kenangan bahagia kami yang cukup untuk membuatku bertahan selama ini.

Aku akan memutuskan kontakku dengannya. Mungkin aku harus kembali ke Inggris dan memulai semuanya lagi dari awal. Dari masa dimana aku belum bertemu dengan Michael ataupun jatuh cinta padanya. Walau aku tahu kalau mendapat persetujuan papa adalah hal yang mustahil. Tapi aku akan mencoba, setidaknya. Daripada aku terjebak dalam situasi ini, aku akan memilih untuk menghindar dan melupakan.

.
.
.

Sudah lebih dari tiga minggu dan Michael sama sekali tidak terlihat atau menghubungiku. Setidaknya dia mengikuti semua permintaanku. Aku mungkin egois karena melakukan semua ini padanya. Tapi aku tidak ingin dia terjebak denganku hanya karena rasa tanggung jawab padaku. Dia bisa bersama dengan gadis yang dicintainya, daripada aku. Dia bisa bahagia bersama dengan gadis lain.

Dan yang kulakukan selama tiga minggu ini adalah berdiam diri di rumah setelah membersihkan barang-barangku di galeri. Semua urusan disana kuserahkan pada Gabriel dan aku menyelesaikan pekerjaanku dari rumah. Tapi yang kulakukan hanyalah berdiam diri didepan lukisan Michael tanpa beranjak sedikitpun. Karena berapa kali pun aku ingin melupakannya, aku tidak bisa melakukannya. Dia sudah sangat berarti dalam hidupku lebih dari yang kusadari. Aku sangat membutuhkannya lebih dari apapun. Dan aku tidak bisa menyangkalnya.

“Athalie. Makan malam sudah siap. Let’s have dinner.”

Aku segera menutup lukisan dengan kain putih dan  beranjak dari galeri lukis miniku. Kulangkahkan kakiku kembali ke dalam rumah dan menuju meja makan. Papa sudah duduk disana dengan ponsel ditangannya. Aku duduk disebelahnya dan meminum jus jerukku. Mungkin sekarang saat yang tepat untuk mengutarakan niatku pada papa.

“Pa?”

Papa mengalihkan pandangannya dari ponsel dan mulai menatapku. Aku menarik napas sebelum mulai berbicara. “I wanna tell you something.”

“What is it, Atha? You look so serious.”

“Aku ingin kembali ke Inggris.”

“Athalie Jovita. Apa kau tahu apa yang baru saja kau katakan?”

Aku tahu kalau papa akan marah besar. Tapi aku harus membuat keputusan kali ini. Aku sudah dewasa dan berhak memilih masa depanku sendiri. Papa bukan lagi seseorang yang harus selalu mengambil keputusan untukku. Aku berhak mengambil keputusan.

“I know it, Pa. Aku hanya memberitahu apa yang ingin kulakukan. Kurasa aku memang harus mengatakannya pada papa, kan?”

“Papa tidak akan pernah mengizinkanmu pergi kemanapun tanpa papa, Athalie. Jadi berhenti mengungkit hal-hal yang membuat papa marah padamu.”

“Papa tidak berhak mengekangku disini. Aku ingin memilih apa yang ingin kulakukan. Papa tidak bisa terus melarangku seperti ini.”

“Kau dengar apa yang papa katakan. Sekali tidak tetap tidak. Lagipula apa yang ingin kau lakukan di Inggris? Kau ingin kembali pada orang itu?”

Aku melotot marah dan bangkit berdiri. “Kalau itu yang papa cemaskan, maaf. Aku tidak pernah sekalipun berpikir untuk tinggal dengannya. Aku hanya ingin pergi dari sini secepatnya. Selamat malam.”

“Kau tidak bisa pergi kemanapun tanpa izin papa.”

“Terserah apa yang ingin papa katakan. Aku sudah lelah.”

Aku meninggalkan papa sendiri dan masuk ke kamarku. Kurebahkan tubuhku ke atas ranjang dan menatap langit-langit kamarku. Apa yang akan kulakukan sekarang kalau papa bahkan tidak mengizinkanku keluar dari rumah ini? Aku akan terjebak disini dan tidak akan pernah bisa melupakan semua yang terjadi. Dan aku hanya akan semakin terpuruk tanpa tujuan yang jelas.

Aku berbaring miring dan memperhatikan balkon kamarku. Dari dalam sini aku bisa melihat kamar Michael yang lampunya menyala. Tapi aku tidak bisa melihat siluet pergerakan apapun. Mungkin Michael sudah tidur. Atau mungkin dia sedang tidak berada di kamarnya.

“Aku lapar.”

Tapi tidak mungkin aku makan di meja makan bersama papa tanpa kembali berdebat seperti tadi. Mungkin aku harus menunggu papa masuk ke kamarnya sebelum aku makan. Tahu seperti ini, aku tadi lebih baik makan dulu. Jadi tidak perlu kelaparan seperti ini.

“Menyebalkan.”

Just Hug Me, please! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang