Lisa menatap Ibu dan Ayahnya yang sedang menonton tv bersama. Dibalik apa yang baru saja Lisa lihat, Ia sangat bersyukur. Ia benar-benar bersyukur memiliki Ayah dan Ibu yang masih utuh dan menyayanginya.
Lisa benar-benar tidak ingin mengecewakan keduanya, maka dari itu Lisa sangat ingin berusaha agar keduanya bangga memilikinya.
Lisa adalah anak tunggal dari keluarga Handes. Ibunya, Kim Hwa Handes, berasal dari Korea. Ibu dari Ibundanya itu orang Malang dan Ayah dari Ibundanya itu orang Korea.
Ibunya bilang, ia sudah tinggal di Jakarta sejak ia masuk sekolah SMA.
Sedangkan Ayahnya, Michaell Handes, berasal dari Amerika. Mereka bilang, mereka bisa bertemu saat di masa SMA. Bahkan keduanya sama-sama murid pindahan waktu itu.
Dan munculah Lisa. Keluarganya bilang, Lisa termasuk perpaduan yang manis antara Korea dan Amerika. Sejak kecil, ia selalu dijuluki anak yang beruntung.
Lisa tersenyum hangat lalu menghampiri kedua orangtuanya. Karena Lisa senang memanggil Ayah dan Bunda, orangtua-nya pun menyetujuinya.
"Ayah, Bunda, Lisa mau tanya sesuatu deh." Lisa duduk di kursi yang tak jauh dari orangtua-nya.
"Iya, Nak?" tanya Ibunya.
"Ayah atau Ibu pernah gak sih saling marah karna ada salah satu yang berbohong?" tanya Lisa dengan nada sedikit khawatir.
Ayahnya langsung cemberut. "Hwa, lihat anak kita, dia sudah tumbuh besar. Dia menanyakan hal ini pasti karena dia sudah mengenal artinya cinta. Aku benar-benar tidak rela."
Kim Hwa menatap suaminya dengan tatapan aneh. Lalu menjawab dengan Bahasa Korea. "Yang benar saja jika kamu tidak rela? dia sudah besar. Berhentilah bersikap seperti anak kecil di depan anakmu."
Michaell semakin memasang wajah sedih. "Dulu kau sangat menyukai aegyo andalan milikku. Bahkan semua Siswi di sekolah jatuh cinta saat melihatnya."
"Aku memang sangat menyukainya dulu, tapi sekarang kau sudah tua dan tidak menarik lagi."
Lisa hanya tertawa. Ayahnya melipat kedua tangannya di depan dadanya. Ia tau kalau Ibunya sedang bercanda tadi.
Kim Hwa menatap anak kesayangannya lalu mengelus rambut Lisa. "Ada apa kamu bertanya seperti itu? kamu dibohongi lelaki, hm? bilang pada Ibumu."
Lisa langsung menggeleng cepat. "Aniyo, tapi Alice."
Ayahnya langsung menghampiri Lisa. "Astaga, ada apa lagi dengannya?"
Lisa menggeleng pelan saat Ayahnya langsung mrnghampirinya. Ayahnya ini memang sangat menyayangi Alice semenjak kejadian kecelakaan orangtua Alice.
"Dia dibohongin sama orang yang baru aja dia percaya, Yah, Bun. Terus tadi dia lagi beda banget dari yang biasanya. Akhir-akhir ini Lisa jarang ngobrol sama Alice. Alice jarang mau ketawa sama humor Lisa yang emang Lisa sengaja supaya Alice ketawa," ucap Lisa.
Ayah dan Bundanya hanya diam mendengarkan. Menunggu anaknya melanjutkan ceritanya.
"Lisa juga biarin aja Alice dengan dirinya sendiri. Lisa juga percaya sama Alice kalo dia gak akan nyakitin dirinya sendiri kaya waktu itu. Barusan Lisa juga bohong sama orang yang percaya sama Lisa kalo Lisa sama Alice itu gak terlalu deket dan saling gak tau apa-apa."
Lisa berhenti sejenak sampai akhirnya ia bicara lagi. "Karna Alice minta buat ngerahasiain diri Alice yang sebenarnya, jadi Lisa terpaksa untuk ikut bohong. Alice lebih seneng main sama topengnya itu sampe dia gak sadar kalo udah banyak orang yang percaya sama dia. Dan pada akhirnya, Alice seperti mengajak Lisa dan Sally untuk ikut menggunakan topeng juga supaya nutupin diri Alice."
Lisa menundukan kepalanya. Ia benar-benar tidak enak dengan David.
"Lisa, kalau kamu berbohong untuk kebaikan dia, itu tidak apa-apa. Tapi kalau kamu merasa Alice harus melepas topengnya, maka kamu harus membantunya," ucap Ibunya.
"Alice udah kaya saudara Lisa sendiri, Bun, Yah, Lisa gak mau dia balik nyakitin diri dia sendiri." Lisa menangis.
"Tunggu sebentar lagi ya, Lisa. Ayah pasti bisa bawa Alice untuk tinggal disini. Kita hanya butuh keputusan Ibunda Alice," ucap Ayahnya seraya memeluk Lisa.
"Ayah harus bisa. Karena Alice punya gangguan mental, maka dari itu Ayah harus bisa bawa dia kesini. Lisa mau dia sembuh dan kembali ke Alice yang dulu."
Ayah dan Ibunda Lisa saling tatap lalu sampai akhirnya ia mengangguk dan memeluk Lisa.
Lisa benar-benar khawatir Alice akan kembali seperti Alice yang waktu itu.
*
Lisa berjalan lambat menuju kelasnya. Ia terlambat dan sudah ada guru di dalam kelasnya.
"Assalamualaikum." salam Lisa kepada guru prakarya yang memang saat mengajar santai sekali.
"Langsung duduk aja, lalu catat apa yang ada di papan tulis." Perintah gurunya.
Lisa mengangguk dan segera duduk. Ia menoleh ke tempat duduk Sally yang sebelahnya terlihat kosong. "Alice gak masuk?"
Sally menggeleng dengan raut wajah sedih. Lisa kembali menghadap kedepan lalu menghembuskan nafas lelah. Kali ini dia benar-benar khawatir dengan Alice.
Lisa menarik mejanya lalu membuka handphone-nya. Ia mau memeriksa keadaan grup di Line atau mungkin Alice mengirimnya pesan.
Gotcha! benar saja Alice mengirimnya pesan.
"Aish, jinjja!!" Lisa berteriak dengan kencang membuat satu kelas langsung menatapnya"A--ah, mianhae." Lisa menggaruk lehernya yang tidak gatal.
Gurunya hanya menggeleng pelan lalu kembali menyatat di papan tulis. Lisa menepuk keningnya pelan.
Sally mendekat kearah Lisa lalu berbisik. "Apa kamu gila?"
"YAA!!"
Lisa memejamkan matanya saat dia menyadari kalau ia kembali berteriak. Sudah pasti kali ini dia disuruh keluar dari kelas.
"Lisa Azzura, silahkan keluar."
*
July 10 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Popular Girl
Teen FictionKalian pasti punya murid yang popular bukan di sekolah? Begitupun di SMA high school. Alice, Lisa dan Sally terkenal karna paras wajah yang cantik dan kesempurnaannya. Disini kalian akan membaca cerita yang mengisahkan tentang persahabatan, kesetiaa...