Melodi Kelima : Tuhan yang Memilihku

5 0 0
                                    

Melodi Keajaiban

Dita Chun © 2013

*

*

*

*

*

Melodi Kelima :

Tuhan yang Memilihku

              Klub sastra, satu-satunya organisasi yang mampu membuat Melodi terus bersosialisasi. Meski anggotanya rata-rata terdiri dari kakak-kakak kelas, Melodi tetap kukuh melakukan profesi sampingan itu di sela-sela aktivitas sekolahnya, sebagai seorang pelajar.

              Ia termasuk pribadi yang tak suka menganggur. Maka dari itu, ia memutuskan untuk masuk klub sastra yang tidak diburu hitungan waktu dan tak terlalu banyak membutuhkan pendengaran—yang tentu saja tak mampu dilakoninya.

              Ketertarikannya terhadap klub ini juga tak lepas dari kegemaran membacanya. Ia sangat suka membaca karena hal itu akan menambah wawasannya semakin luas. Seolah jendela dunia, Melodi merasa bahwa buku-buku yang dibacanya telah membawanya mengintip banyak tempat hanya dengan duduk di kursi. Ia tahu banyak tentang seluk beluk kota lain di luar negeri tanpa harus datang. Membaca merupakan hal paling praktis untuk mengetahui banyak hal, begitulah pikirnya.

              “Melodi,” seorang senior menepuk pundak Melodi. Gadis itu menoleh. “Kamu nggak keberatan menganalisis buku sebanyak ini?”

              Melodi menggeleng kemudian menuliskan sesuatu di buku sakunya, “Nggak apa-apa. Lagian aku nggak punya banyak tugas yang harus dikerjain, Kak.

              Sang senior tersenyum. Sejenak ia membenarkan letak kacamatanya yang mulai turun kemudian mengucap terima kasih pada Melodi. Dari apa yang Melodi dengar, belakangan tugas-tugas untuk siswa kelas empat dan lima mulai bertambah. Oleh karena itu, Melodi merasa hanya dengan cara ini ia bisa membantu kakak-kakak seniornya sebelum liburan semester satu dimulai.

              Sudah setengah tahun Melodi berada di sekolah ini, tapi ia masih memiliki satu hal yang ingin ditanyakan pada seseorang. Sampai saat ini sangat sulit menemui pihak yang bersangkutan. Karena sebetar lagi liburan semester satu, ia akan mendapat waktu luang lebih banyak. Dari situ, ia berencana untuk menemui orang tersebut. Ia pernah bertanya pada beberapa temannya dan mereka mengaku lebih sering melihatnya di perpustakaan, tempat Melodi biasa bercengkrama.

              Hari ini ia mencoba memasang mata teliti. Orang itu terlalu sulit ditemui, makanya ia berusaha keras mengejarnya. Orang yang menimbulkan satu pertanyaan di benak Melodi sejak awal berada di sekolah ini.

              Pandangan Melodi menangkap sesosok pria di samping rak buku paling utara. Ia lekas meletakkan kertas sebagai pembatas buku bacaannya kemudian bergegas menuju pria tersebut. Itu Pak Andre.

              Melodi tiba tepat di hadapannya. Pak Andre menatapnya heran. Untuk apa gadis itu ada disini?

              “Pak Andre, ada yang ingin aku tanyakan.

              “Apa?”

              Gadis kecil itu membalik halaman buku sakunya. Ia sudah mempersiapkan tulisan itu sejak lama, maka dari itu ia tinggal mengutarakannya pada pihak yang bersangkutan ini. “Kenapa namaku ada di daftar siswa lolos seleksi? Bukannya waktu itu Pak Andre yang memvonisku gagal masuk? Bukankah pihak sekolah bisa saja mendepakku karena aku tuli?

              Pria itu mengalihkan pandangan dan berjalan ke arah lain. Ia kembali membaca buku di genggamannya dalam diam, mengabaikan Melodi yang masih berselimut tanya. Gadis kecil itu tak gentar. Ia kembali membalik buku sakunya dan menunjukkannya pada Pak Andre.

              “Kenapa?

              Pak Andre menutup buku bersampul hitam di genggamannya kemudian kembali berbicara. “Kenapa aku harus menjawabnya?”

              Melodi mengeluarkan pulpen dari saku kemejanya dan menuliskan sesuatu yang lain di salah satu lembaran baru. “Karena Pak Andre yang menghentikan interview hari itu. Aku penasaran. Pak Andre juga yang paling kukuh menolakku berada disini. Lantas kenapa?

              Pria itu menatap kedua manik mata Melodi. Pandangannya terasa dalam. Gadis itu masih diam sambil menyodorkan buku saku ke hadapan Pak Andre. Pria itu menarik pulpen dan buku saku dari genggaman Melodi kemudian menuliskan sesuatu disana. Ia segera menutupnya setelah selesai menulis dan memberikannya pada sosok gadis kecil di hadapannya. Tak lama setelah itu, ia sudah menghilang ditelan kelokan rak-rak hitam.

              Melodi membaca tulisan itu saksama. “Tanyakan saja pada Tuhan. Karena Tuhan yang memilihmu, bukan aku. Aku juga tidak mengerti, maka aku tidak perlu menjawab, kan?

              Melodi tersenyum. Pak Andre memang dingin sejak awal. Tapi, di balik semua itu, ada sebuah sisi hangat yang baru disadari Melodi hari ini. Hari ini Pak Andre terasa berbeda, jauh lebih hangat dari sebelumnya. Sungguh.

***

Melodi KeajaibanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang