07 She Will Be Loved

1.6K 361 55
                                    

Pagi ini, Rissa dikejutkan akan keberadaan koper yang mirip sekali dengan koper yang dia miliki. Rissa beranjak dari ranjang dan mendekati koper itu, memperhatikan lebih rinci sampai akhirnya, Rissa bisa menyimpulkan jika koper itu adalah koper miliknya yang seharusnya tertinggal di apartment dua orang asing jahat kemarin. Pertanyaannya, bagaimana bisa koper ini ada di sini sekarang?

Semua pertanyaan dalam otak Rissa buyar begitu pintu kamar mandi yang ada di kamar ini terbuka, Rissa buru-buru menutup wajah begitu mendapati Aksa yang ke luar dari sana, setengah basah dengan handuk yang melilit di pinggang, menutupi bagian bawah, tapi tidak tubuh atasnya.

"Koper lo udah gue ambilin jadi, lo gak ada alasan buat—,"

"Tunggu!" Rissa berseru masih sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Cewek itu menjatuhkan tangan, namun belonya jelas tertutup saat dia berkata, "A—aku ke luar sebentar. Silahkan pakai baju kamu. Permisi."

Aksa terkekeh geli begitu melihat Rissa melangkah cepat ke luar dari kamar, tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya. Aksa menggeleng-gelengkan kepala, lalu melangkah menuju ke lemari pakaiannya. Aksa mengambil asal kaus berwarna kecokelatan dan celana jeans. Dia sempat bercermin sebentar dan lanjut menertawakan bagaimana sikap Rissa tadi sebelum melangkah menemui cewek itu.

Aksa mendapati Rissa berdiri bersandar di samping pintu kamar sambil mengelus dada. Aksa terkekeh lagi dan kekehan itu secara refleks membuat Rissa menoleh was-was. Cewek itu menghela napas lega melihat Aksa yang sudah berpakaian lengkap, tapi dengan rambut masih basah dan berantakan.

"Kamu itu kalau mandi, bilang-bilang dulu biar aku bisa bangun dan siap-siap."

"Siap-siap apa? Lo mau mandiin gue?" Goda Aksa.

Rissa melotot dengan pipi memerah. "Eng—enggak, lah! Apaan, sih?"

"Terus, lo mau siap-siap ngapain kalau gue mandi?" Aksa melipat tangan di depan dada, menyandarkan punggung pada kusen sebelah kiri pintu kamarnya.

"Aku bisa ke luar kamar biar kamu bisa leluasa mandinya."

Satu alis Aksa terangkat. "Emang kenapa kalau lo di kamar pas gue mandi?"

"Enggak etis!" Rissa menjawab cepat, refleks dan sesaat kemudian, menyesali apa yang dia ucapkan. Rissa menunduk, "Ma—maaf."

Aksa tertawa. Ini kali pertama Aksa mengawali hari dengan tawa tiada henti karena kepolosan dari Rissa. Cewek itu benar-benar polos dan Aksa senang melihat pipinya merona hanya karena hal-hal sederhana yang Aksa ucapkan.

"Lo pagi-pagi udah bikin gue ngakak aja sampai perut gue sakit," Aksa memegangi perutnya setelah berhasil mengontrol tawa. Tatapan Aksa beralih lagi pada Rissa yang sekarang diam, menundukan kepala. Aksa berdeham, "Lo mandi sana. Siap-siap. Kita berangkat kuliah. Itu koper lo benar, kan?"

Rissa mengangkat wajah. "Tunggu. Gimana kamu bisa ambil koperku saat aku aja gak ingat di mana koper itu ketinggalan?" Ah, akhirnya Rissa mengeluarkan pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikirannya.

Aksa malah mengedipkan satu mata sambil menjawab, "Rahasia," sebelum mendorong Rissa agar masuk ke dalam kamar dan bersiap, ketika dia bilang akan meminta dibawakan sarapan oleh restoran yang berada di lantai satu apartment menengah ke atas ini.

Di dalam kamar, butuh waktu yang cukup lama untuk Rissa berpikir haruskah dia pergi ke kampus atau bertahan di sini. Rissa benar-benar tak siap menemui banyak orang, Rissa takut mereka memberikan Rissa tatapan benci seperti yang pernah dia dapatkan dulu. Dulu, Papa bahkan baru masuk ke dunia politik dan Rissa sudah dibenci. Apalagi sekarang? Papa terkena kasus korupsi dan Rissa tak tahu bagaimana nasibnya nanti.

ArasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang