14 Maaf & Terima Kasih

1.3K 307 63
                                    

"Aw, sakit! Pelan-pelan, dong, Sa!"

Clarissa Arsy Seran memutar bola matanya mendengar keluhan dari seorang Aksara Gabriel Deandra saat Rissa sedang mencoba membersihkan luka di siku Aksa yang terluka. Entah bagaimana kejadiannya, tapi menurut cerita Norman, Aksa terserempet motor yang tengah melaju cepat saat cowok itu tengah mengambil bola basket yang memantul ke luar lapangan.

Norman bilang, dia menghafal plat nomor motor yang menyerempet Aksa tersebut, tapi Aksa meminta Norman untuk tak mempersalahkan mengingat Aksa tak merasa terluka parah. Hanya sedikit luka memar di siku dan lutut, luka yang sangat sederhana.

"Tadi katanya luka ringan, kenapa diobatin sedikit aja teriak-teriakan?!" omel Rissa sedikit kesal karena Aksa tak bisa diam saat dia mencoba fokus mengobati.

Aksa melotot. "Ya, kamu juga ngobatin pelan-pelan, lah! Ini luka asli, bukan bohongan! Sakit tahu!"

"Dasar manja!"

Norman, Jasmine dan teman-teman Aksa yang lain memperlihatkan bagaimana berbeda tingkah Aksa saat bersama mereka dan saat Aksa bersama dengan Rissa. Sudah sangat jelas menjawab pertanyaan mereka selama ini. Aksa dan Rissa memang memiliki hubungan spesial, bahkan mereka selalu berangkat dan pulang bersama.

"Kalian jadian gak bilang-bilang. Gak mau ditagihin PJ, ya?" goda Norman.

Rissa memutar bola matanya. "Siapa yang jadian sama cowok manja gini? Ogah!"

Aksa terkekeh. "Halah. Manja juga kamu suka, kan?"

"Enggak!"

"Bohong dosa."

"Kalau bohong dapat pahala, aku bohong mulu!"

Aksa terkikik geli melihat wajah Rissa yang memerah karena godaannya. Aksa menoleh ke teman-temannya sambil memberi isyarat agar mereka membiarkan Aksa memiliki waktu berdua dengan Rissa, hanya Norman yang mengerti isyarat tersebut.

Norman berpura-pura menguap. "Guys, lanjut main aja, yuk? Biarin, si Aksa udah ada pawangnya. Nanti kita ganggu."

Jasmine memicing. "Lah, gue, kan, yang mantan PMR. Biar gue aja yang ngobatin Aksa."

Norman menggeleng dan mendorong pundak Jasmine. "Udah, tenang. Luka Aksa biar Rissa yang urus. Kita main aja. Percayain Aksa ke tangan yang tepat alias Rissa."

Mulut Jasmine sudah ingin memprotes lagi, tapi Norman sudah lebih cepat mendorong pundak Jasmine dan mengajaknya menjauh dari ruangan kesehatan tersebut. Benar-benar meninggalkan Aksa hanya berdua dengan Rissa.

"Aku terpaksa bolos gara-gara kamu!" omel Rissa sambil masih mengobati Aksa.

Aksa menghela napas, satu tangannya yang baik-baik saja bergerak menyentuh puncak kepala Rissa. "Iya, iya. Maaf, ya? Selesai ini, aku antar kamu ke kelas. Biar aku yang jelasin ke dosen kamu jadi, kamu gak perlu takut dimarahin. Aku jamin, kamu bisa masuk kelas tanpa harus ketinggalan pelajaran."

Rissa mengangguk kecil. "Kamu gimana bisa keserempet begini, sih? Bikin khawatir orang aja. Untung lukanya gak banyak."

Aksa terkekeh. "Kayaknya aku dapat musuh baru."

Satu alis Rissa terangkat. "Musuh?"

Aksa mengangguk dan tangannya masih mengelus puncak kepala Rissa, Rissa tidak memprotes sama sekali. "Aku baru sadar. Hidup aku gak setenang yang kamu lihat. Terkadang, sangat berbahaya dan aku gak mau kamu terlibat." Aksa menarik napas dan menghelanya, "Aku gak mau kamu masuk ke dunia aku lebih dalam. Cukup sampai di sini dan semuanya akan baik-baik aja."

"Kamu ngomong apa, sih?"

Aksa menggeleng dan menarik tangannya dari puncak kepala Rissa. "Udahan, kan? Aku antar kamu ke kelas, ya?"

ArasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang