Bagian 2

5.2K 351 7
                                    

Keesokannya, aku melihat bisu masuk ke kelas dengan raut wajah seperti biasa. Memar di wajah dan jalan bisu yang tidak normal menandakan bahwa bekas penyiksaan keempat orang-geng itu masih ada. Tentu saja, kejadiannya baru kemarin!

Orang-orang di sepanjang koridor hingga masuk kelas terus memandangi bisu. Hari ini bisu memang aneh. Bukan, lebih tepatnya berbeda. Bukan karena memar bekas tamparan atau cara jalan bisu yang tidak normal itu. Tapi, karena hari ini bisu tidak memakai kacamata bulatnya seperti biasa. Padahal setahuku, mata bisu itu min sehingga dia memakai kacamata setiap harinya. Dan dengan melihatnya tidak memakai kacamata membuatku heran. Bagaimana caranya melihat pelajaran di papan tulis nantinya jika bisu tidak memakai kacamatanya? Mengingat bisu duduk di bangku paling belakang.

Kalau diliat-liat tanpa kacamata, mata bisu sepertinya normal. Dia jalan dengan normal tanpa perlu terbentur dengan tembok ataupun menabrak siswa lainnya.

"Mana kacamatamu?" Akupun memberanikan diri bertanya padanya langsung. Kebetulan kelas sedang sepi dan hanya ada aku berdua dengan bisu.

Astaga! Aku sepertinya melupakan sesuatu. Bisu tidak bisa berbicara. Dan dengan bodohnya aku bertanya padanya. Bagaimana bisa dia menjawab pertanyaanku.

Tidak ada cara lain selain ini. Aku menyerahkan sebuah note padanya dan juga pena. Dia bisa menulis 'kan?

"Tulis saja jawabanmu disini." Dia menerima note serta pena dariku dan menatapku dengan ragu.

Hey, aku ini anak yang baik-baik!

Mungkin dia mengira aku akan mengerjainya. Atau mengejeknya dengan mengatakan bahwa tulisannya jelek. Well, aku tidak peduli tulisannya bagus atau tidak. Yang penting aku bisa membacanya. Aku bisa membaca setiap tulisan bagaimanapun buruknya tulisan itu. Asalkan ditulis dengan huruf abjad.

Dia mulai menulis jawabannya di note yang kuberikan. Setelah selesai, dia memberikannya padaku.

Kacamataku rusak. Beruntung alat bantu dengarku tidak.

Tanpa dia menjelaskan alasan mengapa bisa kacamatanya rusak, aku sudah tau. Pasti karena kejadian di toilet kemarin.

"Lalu, bagaimana caramu belajar? Apa kau bisa melihat tulisan yang ada di papan tulis?" tanyaku lagi.

Dia menjawabnya dengan gelengan yang berarti tidak. Tapi aku butuh jawaban detailnya. Sebelum aku sempat menyerahkan note dan penaku padanya, dia sudah kembali duduk ditempatnya. Ingin aku menghampiri bisu sebelum ada seseorang yang menepuk pundakku.

"Kau kenapa?" Aku menoleh dan mendapati teman sebangkuku menatapku dengan heran.

"Aku tidak apa-apa." Singkat. Aku tidak mau menjelaskan dengan detail.

"Lalu apa yang kau lakukan dengan note dan pena ditanganmu itu?" Aku menunduk melihat note dan pena yang kupegang. Lalu teman sebangkuku itu menarik note ku dan membaca tulisan yang ada disana.

"Kacamataku rusak. Beruntung alat bantu dengarku tidak. Apa maksudnya note ini?" Aku menyesal menjadikannya teman sebangkuku. Dia sangat ingin tau urusan orang saja. Belum lagi dia cerewet, sombong, dan tukang gosip. Dulu tidak ada orang yang mau menjadi teman bangkunya dan dia melihatku yang datang terlambat dan mengajakku duduk bersamanya. Aku tidak menerima begitu saja. Aku melihat semua bangku yang terisi kecuali bangku paling belakang dan bangku paling depan tepat disebelahnya. Karena aku yang tidak suka duduk dibelakang, akhirnya aku menerima duduk sebangku dengannya.

"Aku pernah bercerita padamu kalau aku punya kakak yang matanya minus? Nah, kacamatanya rusak."

Dia memerhatikan bisu yang membaca dibelakang lalu memandangku dengan ragu. "Kau yakin? Kau memang pernah bercerita kalau mata kakakmu minus sehingga dia harus memakai kacamata. Tapi kakakmu tidak tuli 'kan? Bagaimana dengan alat bantu dengar?"

BISUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang