Saat aku hendak kembali dari kantin, empat orang yang menyiksa bisu sengaja menghalangi langkahku. Dia tersenyum tidak, lebih tepatnya menyeringai. Apa dia mencoba memalakku, mengancamku agar aku mau memberinya uang seperti yang dilakukannya pada siswa lain?
"Oh jadi ini wonder women yang diceritakan anak-anak sekolahan?" ujar salah satu dari empat orang yang menyiksa bisu.
Aku memilih diam. Membantahpun tidak ada gunanya. Lagipula aku tidak mengerti apa maksud perkataannya.
"Biar kuberi tau, tidak ada gunanya kau bersikap baik dengannya. Dia sudah terbiasa dengan sikap buruk anak-anak sekolahan ini. Siswa disekolah ini akan membencimu dan menjauhimu. Dan lebih parah, mungkin kau akan bernasib sama dengannya. Mendapat perlakuan buruk, hinaan, dan penyiksaan. Kau harus menjauhi bisu sebelum terlambat."
Salah satu sudut bibirku tertarik keatas. "Kau pikir aku peduli? Silahkan lakukan apapun yang kalian mau padaku. Silahkan perlakukan aku sama seperti bisu. Aku tidak peduli!"
Aku berjalan dengan santai melewati keempat orang yang paling ditakuti di sekolah ini. Aku tidak lagi memedulikan kalau aku tadi bersama temanku. Begitu juga teriakan keempat orang itu yang menyuruhku berhenti. Setidaknya mereka masih mempunyai malu untuk berkelahi dengan perempuan. Mereka tidak lagi menghalangiku dan membiarkanku pergi. Aku tau kalau mereka masih mencoba menggangguku.
***
Aku kembali belajar dan duduk ditempatku. Disebelahku, masih menjadi tempat duduk bisu. Saat aku tengah serius memerhatikan guru didepan, bisu memberikanku kertas. Aku melirik kertas itu dan membaca tulisan yang ada.
Tidak perlu peduli padaku. Lebih baik kau menjauh.
Aku beralih menatap bisu, memandangnya tak suka. Apa geng itu mengancam bisu?
"Tidak! Aku akan tetap peduli padamu. Aku tidak mau dan tidak akan menjauhimu," tegasku dan beralih memerhatikan penjelasan guru didepan. Aku tidak mau kalau guru mengetahui kalau kami sedang berbicara saat guru sibuk menjelaskan mata pelajaran.
Kumohon, jauhi aku.
Dia kembali memberiku kertas. Aku menghela nafas sebentar dan berpura-pura tidak melihatnya. Namun, dia tetap memberiku kertas dengan tambahan tulisan.
Aku tidak seperti yang kau pikirkan. Aku bukan orang yang baik. Percayalah, aku jujur!
Kini aku membalasnya. Aku sudah kesal dengannya. "Memangnya ada orang jahat yang jujur? Kalau kau orang jahat, kau lebih memilih berbohong."
Dia mengernyitkan dahinya. Sepertinya tidak mengerti dengan apa yang kumaksud.
"Kau orang yang baik," kataku dan kembali menatap ke depan memerhatikan guru. Setelah itu, dia tidak menggangguku lagi. Akupun tidak menoleh padanya sedikitpun hingga jam pulang sekolah akhirnya tiba.
Bisu selalu pulang paling akhir. Itu yang kutahu ketika aku menunggu dikelas saat aku ada jadwal kegiatan ekstrakurikuler. Dia terus menatapku yang membuatku pada awalnya risih. Terkadang aku mengajaknya bicara meski pada awalnya dia tidak meresponku. Saat aku bosan, aku kembali memainkan ponselku hingga kegiatan ekstrakurikulerku dimulai.
"Ayo pulang bersama?" Aku menoleh dan menggeleng menjawab pertanyaannya.
"Aku ada jadwal ekskul sore ini. Lain kali saja."
Dia mengernyit lalu kembali bertanya. "Bukannya jadwal ekskulmu hari jum'at? Ini hari rabu."
Aku memutar mataku, dia pikir aku lupa hari ini hari apa? Aku tahu kalau hari ini adalah hari rabu.
"Jadwalku berubah menjadi dua kali sepekan. Rabu dan Jum'at."
Dia akhirnya mengangguk dan pamit padaku untuk pulang duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BISU
Mystery / ThrillerHanya bisa diam tanpa mampu membantah Hanya bisa mendengar tanpa mampu berbicara Hanya bisa menerima tanpa mampu melawan Dia memang bisu, tidak bisa bicara. Tapi dia juga manusia yang berhak diperlakukan sebagaimana mestinya. 27 Januari 2017