Sekolah kembali seperti semula. Tidak ada polisi yang berlalu lalang dan bahkan siswa-siswi yang gemar bercerita pun tidak ada. Bukan tidak ada. Tapi topik cerita mereka yang sebelumnya membahas mengenai pembunuhan berantai disekolah sudah berganti menjadi topik lain. Aku tau bahwa sekolah mengalami kerugian yang besar akibat kasus ini. Banyak orangtua yang memindahkan anaknya ke sekolah lain karena takut anaknya menjadi korban. Bukan hanya itu, aku yakin akan sedikit siswa yang mendaftar di sekolah ini nantinya. Memangnya siapa yang mau bersekolah di sekolah yang sudah menjadi lokasi terjadinya pembunuhan.Ditambah paradigma orang-orang yang mengatakan bahwa sekolah ini akan menjadi sekolah yang angker. Arwah orang yang telah dibunuh tidak akan tenang dan berkeliaran mengganggu siswa yang bersekolah disini. Tapi menurutku hal ini merupakan dampak dari diamnya para pimpinan akan kasus bullying di sekolah. Jika saja mereka lebih peduli terhadap siswanya, aku tidak akan melakukan hal seperti ini. Aku menyalahkan pimpinan sekolah. Karena sungguh mustahil di suatu sekolah diisi oleh kumpulan siswa baik. Aku yakin di tiap sekolah ada anak-anak nakal yang gemar melakukan tindakan perpeloncoan. Dan seharusnya pimpinan sekolah menindaki hal tersebut.
Ketika aku masuk kelas, aku melihat bisu di tempatnya. Seperti tampilannya pada umumnya. Kacamata dan notes dilehernya. Dia sempat mengangkat kepalanya dan melihat kearahku. Sebagai balasan, aku hanya tersenyum kemudian duduk di tempatku. Menjadi bisu atau diam adalah pilihannya. Aku tidak memiliki hak untuk memaksanya berbicara didepan umum, menjadi seseorang yang berani, atau bahkan mengatakan kepada semua orang bahwa bisu bisa bicara dan tidak seperti yang orang lain pikirkan. Aku sama sekali tidak memiliki hak tersebut, meskipun bisu merupakan saudaraku. Jadi, aku melakukan segalanya sewajarnya. Seperti aku saat belum mengetahui bisu bukan saudaraku.
Setelah ini aku tidak tau apakah akan muncul anak-anak yang merasa berkuasa lainnya dan melakukan tindakan yang serupa terhadap bisu. Tetapi aku akan melakukan hal yang serupa jika mereka berani. Aku sudah memberi warn sebelumnya. Dan hal itu sempat menjadi berita, baik di mading sekolah maupun koran di kota ini. Bukan tidak mungkin mereka tidak membacanya, kecuali mereka memang tidak bisa membaca.
Aku belajar seperti biasa di sekolah kemudian pulang ke rumah. Aku ingin sekali mengunjungi bisu di panti asuhan. Tapi bisu tidak mau. Bahkan Ibu yang sering mengunjunginya pun tidak diterima oleh bisu. Apa karena dia takut aku meminta ikut dengan Ibu dan pergi menemuinya?
Bedanya dengan hari biasa aku tidak lagi mengikuti bisu sepulang sekolah. Aku tidak bisa memastikan dia sampai di panti asuhan dengan selamat atau tidak. Apakah dia kembali di ganggu ditengah perjalanan atau tidak. Dia melarangku. Meski aku melakukannya dengan diam-diam pun dia akan tau. Dia mengomeliku kemudian memaksaku pulang setelahnya. Sepertinya dia mengadu pada Ibu hingga meminta seseorang mengantar jemputku pergi dan pulang sekolah. Rasanya, aku benar-benar dijauhkan dari bisu. Aku bertanya pun tidak ada yang menjawab. Percuma. Jadi aku mencoba membiasakan diri. Setidaknya aku bisa mengawasinya selama sekolah. Satu hal yang tidak dilarang olehnya.
"Kau melamun? Kelas sudah selesai sejak setengah jam yang lalu. Kau tidak ingin pulang?"
Aku berjengit kaget ketika suara teman sebangkuku menyapaku. Aku tidak menyadari kalau aku sudah menghabiskan beberapa waktu untuk melamun. Bahkan, peralatan sekolahku masih berhamburan di meja. Aku ada janji setelah ini dan aku sudah terlambat. Jadi dengan tergesa, aku memasukkan barang-barangku ke dalam tas dan berdiri hingga tidak menyadari kakiku tersandung dan aku terjatuh. Sebuah benda menggelinding dan jatuh tepat dihadapan temanku yang masih berdiri didalam kelas seolah menungguku. Dia mengambilnya dan menatapku secara bergantian dengan benda yang dipegangnya.
Aku tidak mendengar apa yang dikatakannya selanjutnya. Aku hanya tersenyum, mengambil benda yang dipegangnya dan memasangnya ditempatnya kembali.
"Ayo, ikut denganku! Kita akan bersenang-senang setelah ini." Tanpa menunggu persetujuannya, aku menarik lengannya meninggalkan kelas yang saat ini sudah kosong.
***
End
Saya tau cerita ini tidak sesuai ekspektasi kalian. Saya benar-benar stuck dengan cerita ini. Dilema juga, antara unpub atau tamatin. Tapi sayang banget kalo di unpub, kasian yang merasa digantungin. Saya ga niat gitu loh, ya. Draf ini udah ada dari tahun 2017 dan saya sekarang sudah lupa alurnya seharusnya gimana. Jadi maafkan saya kalo endingnya seperti ini. Terima kasih yang sudah menyempatkan waktunya untuk baca, vote dan komen. Cek work saya yang lain! Dalam waktu dekat, saya ga publish cerita baru. Takut kea cerita ini yang dianggurin trs gatau kelanjutannya kea apa. Tapi tunggu aja. Saya udah ada rencana kok.

KAMU SEDANG MEMBACA
BISU
Mistério / SuspenseHanya bisa diam tanpa mampu membantah Hanya bisa mendengar tanpa mampu berbicara Hanya bisa menerima tanpa mampu melawan Dia memang bisu, tidak bisa bicara. Tapi dia juga manusia yang berhak diperlakukan sebagaimana mestinya. 27 Januari 2017