Bagian 4

3.3K 270 19
                                    

Dengan lesu, aku memasuki kelasku. Sudah seminggu berlalu semenjak Ibu mengajakku ke suatu tempat. Setelahnya, semua kembali normal. Bisu yang sudah memiliki kacamata baru dan kembali duduk ditempatnya, aku yang kembali duduk dengan temanku yang lama, dan aku yang sudah tidak pernah memerhatikan Bisu lagi. Bahkan aku tidak mencoba menolongnya dan mencoba berbicara dengannya seperti biasa. Aku hanya ingin Bisu berusaha sendiri untuk menyelamatkan dirinya. Dan Bisu seolah mengerti dengan perubahanku sehingga dia tidak muncul dihadapanku lagi. Aku hanya melihatnya saat dikelas. Selain itu, tidak.

Aku meletakkan tasku dan duduk dibangku ku. Aku melirik jam tanganku, lima menit lagi guru akan masuk. Lebih baik aku mengeluarkan buku pelajaran dan alat tulisku sembari menunggu guru masuk.

"Kau terlihat aneh belakangan ini. Sekitar seminggu, kau kenapa?"  Aku menggeleng menanggapi pertanyaannya, "Kau ada masalah keluarga?" tanyanya lagi yang membuatku terdiam. Masalah keluarga?

"Tidak, aku tidak aneh," ujarku bersamaan dengan guru yang masuk. Otomatis, obrolan kami terhenti.

Empat jam berlalu begitupun dua mata pelajaran untuk hari ini. Aku keluar meninggalkan teman sebangkuku. Mungkin lebih tepat dikatakan, aku menghindar. Aku tau dia tidak akan berhenti menanyakan hal itu padaku sampai mendapatkan jawaban. Sementara aku tidak tau pasti jawaban apa yang bisa kuberikan sebagai jawaban atas pertanyaannya. Aku bisa memilih untuk diam, tidak menjawab pertanyaannya. Tapi aku mengenal betul teman sebangkuku itu. Dia akan merecokiku terus hingga mendapat jawaban.

Tadinya aku ingin ke kantin, tapi justru aku berhenti didepan toilet. Terlebih ini merupakan toilet putra. Semenjak aku mengikuti bisu, aku menjadi sering masuk ke toilet putra. Ini menjadi tempat yang paling sering bisu kunjungi bersama empat siswa sok berkuasa itu. Apalagi kalau bukan disiksa. Berhubung bisu kacamata baru, pasti mereka akan menghancurkannya lagi untuk kesekian kalinya.

Tak lama pintu toilet terbuka. Aku buru-buru mencari tempat sembunyi yang paling aman. Selain untuk menyembunyikan diri aku juga ingin melihat siksaan apalagi yang akan diterima bisu kali ini.

"Kacamatamu baru, ya. Keliatannya harganya mahal." Salah seorang dari mereka mengambil kacamata bisu dan berakting seolah melihat-lihat kacamata milik bisu. "Merk terkenal," lanjutnya.

"Berapa uang yang dihabiskan pantimu hanya untuk mengurusimu? Apakah pantimu dibanjiri donatur sehingga pantimu bisa membelikanmu kacamata? Setiap kami merusaknya, pasti dengan cepat kau mendapatkan gantinya," ujar salah seorang lainnya.

Jujur, aku sebenarnya heran dengan mereka. Kenapa mereka senang sekali mengajak bisu berbicara padahal mereka tau sendiri kalau mereka tidak akan mendapatkan jawaban ketika bertanya pada bisu.

"Pasti kau sedang banyak uang, 'kan? Mengingat kacamatamu kacamata baru. Pasti Ibu Pantimu memberi banyak uang saku padamu." Mereka kemudian memeriksa bagian saku bisu untuk mencari uang yang mereka maksud. Sampai-sampai mereka menelanjangi bisu. Aku cukup terkejut.

"Dimana kau menyembunyikannya?! Ditasmu?"

Bisu hanya menggeleng-geleng dengan kepala menunduk tanpa berani melihat keempat orang dihadapannya. Kedua tangannya berusaha menutupi bagian bawah tubuhnya yang terbuka. Perlahan, dia berusaha menjangkau celana dalam yang tak jauh dari tempatnya.

"Kau mau ini?" Si boss yang merupakan pimpinan geng tersebut mengambil celana dalam milik bisu dengan cepat sebelum berhasil diraih oleh bisu. Karena berusaha menutupi bagian bawah tubuhnya, bisu berjongkok sembari berusaha mengambil celana dalamnya yang kini dipegang oleh si boss.

Si boss tak mau kalah. Si boss berdiri sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi, "Ayo berdiri kalau kau mau mengambilnya!"

Mau tak mau bisu berdiri. Sayangnya, bisu kalah tinggi hingga tidak bisa menjangkau tangan si boss. Satu tangannya dia gunakan menutupi area bawahnya dan satu lagi dia gunakan untuk menjangkau celana dalamnya. Dia juga melompat-lompat agar bisa mengambil celana dalamnya. Hingga tanpa disadarinya, teman si boss menendang kaki bisu yang tengah melompat-lompat hingga terjatuh dengan posisi lutut bertemu dengan lantai.

"Aku jijik melihatmu telanjang seperti itu. Gunakan celana dalammu, tapi tidak dengan pakaianmu yang lain!" Si boss melempar celana dalam si bisu dan jatuh tepat diwajah bisu. Sambil meringis sakit dia mengenakan celana dalamnya.

"Sekarang jongkok!"

Bisu mencoba jongkok, tapi tidak bisa. Lututnya sangat sakit.

"Disuruh jongkok saja tidak bisa! Duduk saja kalau begitu. Tapi tekuk lututmu dan pegang dengan kedua tanganmu!"

Si boss melirik kedua temannya alias anak buahnya, "Ambil airnya!" Lalu pada anak buahnya yang lain dia memerintah, "Dan kau mandikan dia!"

Aku tidak mengerti mengapa bisu ingin dimandikan. Dan begitu aku mencium bau aneh, aku baru tau bisu tidak dimandikan menggunakan air biasa. Namun menggunakan air dari saluran air yang warnanya hijau. Kalian pasti tau kalau air itu sangat bau. Ya, bau busuk!

Mereka memandikan bisu sambil menyeringai puas. Sementara bisu seolah pasrah menerima semua yang dilakukan oleh geng tersebut. Setelah airnya habis baru mereka berhenti.

"Kau sangaaaaatttttt wangi. Aku yakin semua gadis akan menatapmu. Dengan jijik pastinya." Tawa berderai diantara mereka. Menertawakan bisu dan puas dengan apa yang mereka lakukan.

Bel berbunyi membuat tawa mereka terhenti, "Kali ini aku berbaik hati. Aku mengembalikan kacamatamu tanpa merusaknya sedikitpun. Berterima kasihlah padaku. Dan juga bel masuk sialan itu. Andai dia tidak bunyi, kami akan melanjutkannya. Lagipula hari masih panjang. Aku bisa menyiksamu kapan-kapan. Nanti, besok, lusa, ataupun hari lainnya. Jadi–" si boss memegang pundak bisu, "persiapkan dirimu!"

Sebelum pergi mereka berempat terlebih dahulu memukuli bisu hingga pingsan. Sementara aku, menunggu mereka keluar baru aku menyusul keluar. Masih ada dua mata pelajaran lagi hingga kelas hari ini berakhir.

***

Hingga jam terakhir bisu tidak menampakkan batang hidungnya. Guru-guru yang masuk pun tidak terlalu mempermasalahkannya. Bahkan mereka menunjukkan raut biasa saja seolah bisu bukan masalah apapun dikelas. Padahal bisu juga murid di sekolah ini. Setidaknya guru itu bertanya dimana bisu, ada apa dengannya, dan sebagainya. Bukan malah melangkahi nama bisu dalam absen begitu melihat bangku yang selalu ditempati bisu kosong.

Begitu jam berakhir, aku ingin memeriksa toilet putra tempat bisu pingsan tadi. Namun sebelum aku berhasil beranjak dari bangkuku, teman sebangkuku menahan lenganku hingga aku tersentak. Terdengar suara benda menggelinding yang membuat teman sebangkuku melihat kebawah. Karena tidak menemukan apapun, dia kembali melihatku.

Aku memerhatikan gerakan bibirnya yang tengah berbicara padaku.

"Um, kita bicara besok saja. Aku buru-buru!"

Aku langsung keluar tanpa menoleh kebelakang lagi. Tujuanku yaitu toilet tempat bisu pingsan tadi.

***

Pantas saja! Pintunya terkunci dan begitu aku membukanya Bisu tak sadarkan diri. Dia pingsan dikamar mandi. Aku berani bertaruh bahwa setelah ini Bisu akan demam. Meski begitu dia tetap pergi sekolah. Mungkin menghargai Ibu Pantinya yang sudah susah payah mengeluarkan uang untuk biaya sekolahnya.

Aku menatap Bisu tanpa berkedip. Bukan terpesona, tapi otakku saat ini tengah berpikir kenapa selama ini Bisu tidak melawan sama sekali. Aku tau Bisu tidak punya kuasa apapun di sekolah ini. Dia juga tidak punya kuasa yang membuatnya bisa melawan orang-orang yang mengganggunya. Tapi setidaknya Bisu punya sedikit kekuatan yang bisa mencegah orang-orang mengganggunya. Seperti tadi, mendorong ember misalnya. Kalau saja dia mendorong embernya, isi ember tersebut tidak akan mengenai dirinya. Tapi orang-orang yang mengganggunya tadi.

"Bangunlah! Pakai bajumu dan pergi dari sini. Sebelum mereka datang dan mengganggumu lagi."

***

BISUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang