PERTUNANGAN

14 2 0
                                    

Ikhlas adalah jalan menuju kedamaian hati

     Butuh waktu satu minggu hingga Bram menyetujui permohonan Ana untuk pergi ke London. Hari ini adalah hari pertunangan Ana dan Aditama. Kedua keluarga tampak begitu bahagia, semua persiapan pertunangan ini dilakukan Bram dengan cepat dan seksama. Ia memberikan pesta pertunangan yang terindah bagi putrinya itu. Anita juga tak kalah heboh, ia sendiri yang memesankan pakaian pertunangan Ana. Pakaian bernuansa putih dengan motif kebaya tradisional yang klasik namun sangat elegan. Aditama Nampak serasi dengan jas bewarna abu-abu.

     Saat Ana berjalan menuju pusat hall, semua memuji kecantikannya. Dengan kerudung bewarna putih ditambah bayang-bayang abu-abu membuatnya berkilau. Aditama terpukau dengan kecantikan wanita yang ada dihadapannya itu. Maha besar Allah yang telah menciptakan bidadari-bidadarinya. Bidadari yang mampu membuat hati tentram. Ana merasa sedikit malu saat Adi menatapnya tanpa henti. Adi memberi isyarat bahwa Ana sangat cantik.

     Kedua orang tua berdiri di samping anak-anaknya saat Aditama menyematkan cincin di jari manis Ana. Disaat yang sama pun Rayhan datang. Ia melihat gadis yang dicintainya sudah bukan menjadi miliknya. Ia menggenggam undangan pertunangan ini, Bram sengaja mengundangnya dan menjelaskan bahwa Rayhan sudah tidak berhak mengganggu Ana dan menjadi perusak hubungan mereka. Ia melihat pria lain telah menyematkan tanda suatu ikatan ditangan wanita yang dicintainya itu. Kemudian, Rayhan meninggalkan mereka yang penuh kebahagiaan dengan air mata.

     Ketika Aditama menyematkan cincin dijarinya, ia merasakan adanya Rayhan di acaranya. Ia merasa sosok yang selama ini ia rindukan hadir di hari besar itu. Setelah cincin disematkan, Ana dan Aditama melemparkan senyum terbaik mereka. Ana mengambil kesempatan untuk menoleh kesana-kemari berusaha menemukan sosok Rayhan, hingga ia melihat seorang pria muda berbalik dan meninggalkan acara itu. Ana menyadari bahwa itu adalah Rayhan. Tetapi ia tidak bisa mengejarnya, mereka telah membuat keputusan. Hati Ana begitu sedih, ia seakan ingin berteriak memanggil namanya, menghentikan langkahnya, dan mengutarakan perasaannya.

     Semua bersahut gembira melihat Ana dan Aditama. Mereka berdua menyalami dan menyapa seluruh tamu undangan. Sinta, mama Aditama, memeluk Ana erat. Ia berbisik, berkata bahwa ia sangat bersyukur Ana akan menjadi putrinya juga. Ia menitipkan Adi kepadanya. Bisikan itu bukannya menghibur malah membuatnya semakin memikirkan Rey. Tentu saja ia tidak bisa mendermakan cintanya begitu saja. Ia tidak ingin membagi cintanya kepada siapapun. Ia ingin menyayangi dengan tulus, mencintai seseorang secara utuh.

     Aditama membuyarkan lamunan Ana ketika ia menanyakan keberangkatan Ana ke London, ia juga menanyakan apakah Ana sudah menyewa apartement atau belum. Ana menjelaskan bahwa papanya sudah menyewakan sebuah apartement di daerah Baker Street. Menurut Ana, lokasi apartement dan tempat ia kuliah tidak terlalu jauh jika ia naik kendaraan, ia juga bisa santai tinggal disana. Ia akan berangkat dua hari lagi. Aditama lega mendengarnya. Ia berjanji akan mengantar Ana ke bandara, awalnya Ana menolak, tetapi Aditama memohon dengan sangat. Ana tidak bisa menolaknya.

...

     Selama di perjalanan, mereka hanya duduk diam. Adi fokus menyetir sedang Ana melihat ke depan tetapi pikirannya sedang tidak bersamanya. Begitu banyak gelombang-gelombang pikiran yang mengganggunya saat itu. Harusnya ia senang karena bisa mengejar mimpinya sebagai seorang pelukis setelah sekian lama ia menahan diri, Ana bahkan sesekali mengikuti kelas seni di fakultas seni tanpa sepengetahuan orang tuanya, karena itu pula lah ia bertemu dengan Rey.

" Aku pernah melihat lukisanmu, bagus sekali ", kata Adi memulai pembicaraan.

" Dimana kau melihatnya? ", Tanya Ana heran.

" Saat pertunangan kita, aku tahu karena mamamu menunjukkannya kepadaku. Ia sangat memuji lukisanmu. Dia berharap kamu bisa menggelar pameran untuk semua lukisan yang sudah kau buat itu. Mamamu sangat menyayangimu, Na ",

" Aku tahu, dia bahkan yang memperjuangkan agar aku tetap boleh melukis walau hanya di rumah, hanya sebagai hobi saja, tidak lebih ". celoteh Ana santai seraya memainkan smartphonenya.

" Jangan lupa untuk mengabariku, ya, Na. Aku juga akan mengabarimu sesekali. Apakah kau keberatan ? ", Tanya Adi.

" Tidak masalah ", jawab Ana santai.

     Saat di bandara, Aditama mengantar Ana hingga ruang tunggu antrian pengecekan tiket. Ia berdoa demi keselamatan dan kebahagiaan Ana. Ana juga bilang bahwa ia akan baik-baik saja dan berusaha untuk sesekali mengabarinya. Kemudian Ana pamit kepada kedua orang tuanya yang turut serta mengantarnya dan melambaikan tangan kepada mereka. Bisa disebut ini adalah bentuk pelarian Ana terhadap setiap masalahnya. Ia hanya butuh waktu untuk melupakan semua ini, kenangan menyakitkan ini.

     Selama di pesawat, ingatan-ingatan kebersamaan Ana dan Rayhan terus bermunculan. Ana ingat betul ketika Ana mendatangi pameran Rayhan di Universitas. Memang ini hanya sebuah projek akhir semester, tetapi ia begitu menikmatinya. Rayhan begitu senang ketika bercerita tentang filosofi dibalik lukisan-lukisannya itu. Senyumnya yang tulus dan matanya yang begitu tajam mampu menyihir Ana sehingga membuatnya terkagum-kagum.

" Karyamu hebat sekali, Rey ", puji Ana.

" Wah! Jadi malu deh, terima kasih ", sahut Rayhan, Nampak jelas sekali rona merah di pipi putihnya itu.

" Hahaha... ketahuan banget kalau malu, sampai merah semua. Kalau boleh tahu, mengapa kau memilih pohon itu sebagai objek lukisanmu? ", Tanya Ana.

     Lukisan itu berpusat pada pohon trembesi ( samanea saman ) yang sangat besar di tengah savana. Lukisan itu Nampak sangat nyata, seakan-akan kita sedang melihatnya dari jendela kamar kita sendiri. melihat setiap garisnya yang tegas dengan warna-warna senada alam disiang hari membuat siapapun yang melihatnya merasa damai seakan ada angin berhembus di sekitar mereka.

" Itu namanya pohon trembesi. Aku melukisnya karena aku suka dengan pohon itu, kokoh, dapat bertahan lama, dan mampu bermanfaat bagi sekitar. Faktanya pohon itu mampu menyerap 28.448,39 kg / tahun untuk setiap pohonnya. Bayangkan saja jika ada ribuan pohon itu ", kata Rey bersemangat. Ana tersenyum melihat Rey yang berapi-api menjelaskan tiap detil lukisannya itu. Ia melihat sisi lain Rey yang berbeda. Itu bagus.

     Ia juga ingat ketika mereka berjalan menyusuri taman bunga di salah satu sudut kota, bunga-bunga bermekaran indah. Rayhan memetik setangkai bunga dan memberikannya kepada Ana, mereka berdua pun tersipu malu.

" This is for you, my woman ", kata Rey menggoda Ana seraya memberikan setangkai bunga lili kepadanya.

" Excuse me, Mrs ", kata seorang pramugari yang membuyarkan lamunannya.

" Oh, Yes? ", tanya Ana bingung.

" Do you want Coffe or juice? ", tanya pramugari cantik itu.

" Apple juice, please. Oh, do you have mineral water? ", jawab Ana.

" Yes, I Have. Do you want some? ", tanya pramugari itu lagi.

" Two bottles, please ", jawab Ana.

" Thank you ", kata Ana ketika pramugari itu memberikan apple juice dan 2 botol air mineral berukuran 300ml kepada Ana.

" You're welcome ", Pramugari itu tersenyum dan berjalan ke depan. 

Adimarga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang