13th Thing - Crush

433 39 3
                                    

Sohye berjalan di koridor luas ini. Hentakan sepatunya mengudara hingga ke ujung lorong. Semua orang melihatnya—bukan karena cara berjalannya yang angkuh bak model, tapi karena buku tebal yang banyak dipelukannya.

"Permisi, dimanakah ruangan ini?" Tanya Sohye pada seorang pria berjaket kulit. Pria itu melirik sebentar ke benda hitam berlogo apel milik Sohye.

"Kau lurus saja, belok kiri lalu ketemu tangga. Naik, dan ruangan itu tepat di samping kiri tangga," Katanya. Sohye terdiam, berusaha mencerna kata-kata lelaki didepannya.

"Kau tak mengerti? Aigo, baiklah, aku akan mengantarmu," Katanya singkat, lalu berjalan ke arah yang ditunjuknya tadi. Sohye mengikuti dari belakang.

"Apakah aneh aku membawa buku-buku tebal ini?" Tanya Sohye. Lelaki itu menggeleng,

"Tidak. Yang aneh adalah kau hanya mengenakan bedak bayi," Katanya. Sohye memang tak terlalu suka berdandan. Wajahnya terasa asing dan seperti memakai topeng, begitu katanya setiap ditanya.

"Baiklah, terima kasih, sunbae," Ucap Sohye setiba di depan ruangan yang dimaksud.

"Aku tidak setua itu. Kita sebaya," Katanya. "Namamu?"

"Kim Sohye," Jawab Sohye gugup. Pria di depannya tersenyum. Manis sekali. Sohye sendiri benar-benar tak habis pikir kenapa jantungnya tak bisa berdetak pelan.

Belum sempat ia bertanya balik, lelaki tadi sudah menghilang. Padahal Sohye belum tau namanya.

"Ah, sudahlah. Nanti juga akan ketemu lagi, semoga."

🍦

Disudut lain, Doyeon dan Yoojung, sahabat yang terlihat bersaudara ini sedang ngemil santai di kantin kampus. Mereka bosan dengan suasana kelas. Jadilah mereka duduk di sini, padahal sebentar lagi dosen mereka masuk, dan ruangan mereka pun sebenarnya lumayan jauh dari kantin.

"Tidak ada cowok tampan," Kata Doyeon. Yoojung mengiyakan.

"Doyeon-ah, aku mau roti itu," Yoojung menunjuk ke barisan roti coklat. Doyeon melemparkan selembar uang. Yoojung mengambilnya lalu berlari kecil ke sana.

Matanya menatap keluar, menikmati langit yang berwarna biru terang, karena cuaca sedang cerah. Doyeon menyukai langit, sama seperti Yoojung. Menurutnya, langit itu istimewa. Kalian bisa sama-sama melihat langit yang sama, walaupun kalian terpisah jauh. Doyeon juga suka menatap langit saat sedang sedih, untuk menenangkan diri dan menyembunyikan air matanya.

Pandangan Doyeon berpindah ke objek berwarna hijau di bawah langit. Taman kampus di depannya lumayan bagus dan cocok untuk refreshing, dan tempat bertengkar dengan pacar mungkin. Namun mata Doyeon membulat seketika saat dirinya mendapati seseorang yang jangkung dan memakai jaket denim hitam di sana. Lelaki itu tersenyum, manis sekali. Ia terlihat bercanda dan sedikit ribut dengan teman-temannya. Cukup lama Doyeon menajamkan matanya mengawasi mereka, sampai pada akhirnya sekelompok lelaki itu menjauh dari taman. Doyeon berinisiatif mengejar mereka. Sebenarnya ia bisa saja sampai dan berdiri di depan lelaki itu, tapi apa yang harus dikatakannya saat berada di sana? Menanyakan nama? Itu bukanlah Kim Doyeon. Doyeon tak bisa menyembunyikan malunya, tak seperti Yoojung.

Yoojung menyenggol lengan Doyeon.

"Ada apa? Kau dikejar setan?" Kata Yoojung masih memegang roti coklatnya. Di sekitar mulutnya pun masih ada jejak selai coklat.

Doyeon bergumam, "Aku melihat malaikat,"

"Malaikat maut? Yah! Doyeon-ah, kau akan mati? Jangan tinggalkan aku!" Seru Yoojung.

"Ha? Siapa yang mati?"

"Kau bodoh, tadi kau bilang kau melihat malaikat,"

Doyeon berusaha menahan malu, "Yah, tadi aku sedang bercermin," Ucapnya lalu bergegas ke kelas.

🍦

"Terima kasih, tuan." Nayoung memberikan uang kembalian kepada pelanggan di depannya.

"Im Nayoung?" Nayoung melirik lelaki yang memanggil namanya.

"Ah, Seungcheol?" Katanya setelah beberapa lama mengingat. "Bagaimana kabarmu?"

Lelaki bernama Seungcheol ini tersenyum. "Baik,"

Karena kafe yang sedang sepi, jadilah mereka duduk dan mengobrol.

"Aku memiliki sebuah kafe di daerah Yeoksam-dong, dekat distrik gangnam," Katanya singkat. Wajah Nayoung berubah.

"Ah, aku juga tinggal di situ!" Seru Nayoung. "Kau tau rumah bertingkat dua di gang samping halte? 101's House," Seungcheol mengangguk.

"Aku sering mendengarnya," Beberapa saat obrolan mereka terhenti.

"Ah, Nayoung-ah, apakah kau senang bekerja di sini?"

Nayoung menggeleng dengan pelan.

"Aku sudah dipecat, namun bosku menelponku saat malamnya. Dia bilang dia khilaf. Yasudahlah, aku terima permintaan maafnya,"

"Kenapa kau dipecat?"

Nayoung menggaruk tengkuknya, "Aku diajak menginap,"

Genggaman Seungcheol menguat. Kalau saja tidak ada Nayoung, pasti bos kafe ini sudah dihantamnya.

"Kalau begitu, kau keluarlah dan bekerja denganku." Sarannya yang terdengar seperti perintah.

"Ee-eh? Kenapa?"

Seungcheol memutar bola matanya, "Karena aku ingin kau aman. Dengarkan. Memang dia bilang dia khilaf. Namun suatu saat aku yakin kau akan dipaksanya melakukan hal yang dia inginkan. Ayolah, aku mohon." Seungcheol memohon.

Nayoung tampak berpikir, tak lama ia menjawab. "Akan kupikirkan."

🍦

Pic : Seungcheol (Seventeen Leader)

101 Things About 11 Girls [I.O.I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang