05 Belum Revisi

312 33 4
                                    

خير الاَصحاب من يدُلُّك على الخير

Sebaik- baik sahabat itu yang menunjukanmu pada kebaikan.

***

Kriing...

Bel istirahat telah berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju kantin, perpustakaan, masjid, dan lain- lain. Aku dan teman- temanku menuju masjid untuk melaksanakan shalat dhuha. Ya, alhamdulillah aku memiliki banyak teman baru. Sekarang aku bersekolah di Madrasah Aliyah favorit di kotaku. Aku tidak diterima di SMK yang aku daftar bersama Dila. Bagaimana Dila? Alhamdulillah ia diterima di SMK yang sangat diinginkannya. Setelah shalat dhuha, kami kembali ke kelas.

"Kalian tahu, gak?" ujar Haifa

"Nggak, kan kita belum tahu kamu mau bicara apa," sahut Any

"Ish. Sebelum aku mengenal Faiza dan Inas, aku kira kalian anak kembar," ujar Haifa

Uhuk. Aku dan Inas tersedak. Kemudian kami terkikik bersama.

"Apakah kita mirip?" tanya Inas

"Beda. Beda banget," jawabku

"Tisya setiap hari bawa buah nggak bagi- bagi," celetuk Kamila.

Tisya hanya tersenyum," Kapan- kapan, deh."

"Bawa jambu lagi. Nanti kita buat lutis," timpal Maida.

"Iya. Insya Allah," angguk Tisya.

Kami terus mengobrol dan bercanda sampai waktu istirahat selesai. Bel telah berbunyi lagi menandakan waktu istirahat telah usai. Kami bersiap untuk pelajaran selanjutnya, bahasa Indonesia.

"Teman- teman, ada tugas dari Bu Nabila. Beliau tidak bisa mengajar karena ada kepentingan. Dikerjakan di buku lalu dikumpulkan," seru Rafida sang sekretaris kelas.

Rafida menuliskan tugas di papan tulis. Teman- teman sekelasku pun bersorak

"Sst. Jangan ramai," ujar Manaf- sang ketua kelas.

Setelah menyelesaikan tugas, aku mengobrol dengan Tisya. Ia terlihat lebih pendiam. Tidak biasanya.

"Galau, Tis?"

"Hmm. Kamu pernah nggak sangat menyukai seseorang sampai kamu susah move on?"

"Pernah. Kenapa?"

"Nggak. Aku belum move on darinya sejak kelas 8 SMP."

"Wah, lama banget pacarannya. Siapakah ia yang membuatmu susah move on?

"Seseorang. Kakak kelas kita. Aku dan dia nggak pacaran cuma sebatas kenal. Aku sama sekali belum pernah pacaran karena dalam islam tidak ada pacaran, by the way, kamu sendiri belum move on dari siapa?"

Aku terdiam, Masya Allah dia belum pernah pacaran. Aku iri padanya.

"Mantan pacarku. Aku baru putus beberapa bulan lalu,"

Kuceritakan semuanya pada Tisya. Ia mendengarkan dengan begitu sabar dan sesekali ia tertawa.

"Alhamdulillah jika kau sudah putus. Tetaplah istiqomah dalam kesendirianmu. Jangan khawatir, jangan takut karena kamu jomblo. Jomblo itu mulia apa lagi jomblo fii sabilillah karena kita berjuang melawan hawa nafsu berjuang untuk tidak pacaran," ujarnya sambil menunjukkan sebuah video tentang keharaman berpacaran, hijrah dari pacaran, dan lain- lain.

"Iya. Makasih dukungannya."

Aku semakin bersemangat untuk bangkit.

***

Aku dan teman- teman baru saja selesai shalat dzuhur. Seperti biasa saat jam istirahat seperti ini para siswa berhamburan keluar kelas. Masjid, perpustakaan, dan kantin ramai terutama saat istirahat setelah shalat. Shalat Dzuhur di sekolah kami dilaksanakan dua kali. Shalat dzuhur yang pertama untuk yang berjamaah bersama guru sedangkan yang kedua untuk yang tertinggal shalat berjamaah.

"Awas, guys. Gua mau lewat," seru Nabil sambil berlari.

Aku menoleh.Brukk. Ia menabrakku. Akupun terjatuh.

"Ish. Inget umur. Jangan lari- lari seperti anak kecil," ujarku

"Maaf. Gak sengaja. Gua sedang buru- buru," balasnya

"Ayo berdiri," kata Kamila sambil mengulurkan tangan padaku membantuku berdiri.

Aku terus menggerutu dengan kejadian tadi. Aku benar- benar benci pada lelaki.

"Menyebalkan. Kelakuan seperti anak SD," gerutuku

"Sudahlah. Kita kan masih puber. Jangan sibuk mencari kesalahan orang lain, tanpa sadar diri sendiri banyak salah," nasihat Maida

"Iya. Makasih sudah diingatkan," sahutku

"Dih. Padahal cuma ditabrak juga," cibir seorang kakak kelas yang tak kami kenal.

"Maaf, kak. Tau nggak ada hadis yang memiliki arti "Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahram." Teman saya hanya ingin menjaga diri," ujar Tisya.

Kakak kelas itu terdiam kemudian berlalu pergi.

"Makasih, Tis," balasku.

Senyum terlukis dibibir Tisya. "Sebaik- baik sahabat adalah yang menunjukkanmu kebaikan."

Alhamdulillah aku bersyukur karena Allah telah mempertemukanku dengan mereka. Selalu mengajakku untuk berbuat baik dan mengingatkanku ketika salah.

***

Ting! Smartphoneku berbunyi. Sebuah notifikasi pemberitahuan. Ada sebuah pesan dari Bang Ino.

Arvino

Hei, saiang!
14.30

Apaan, sih! Siang kali
14.31✅✅

Arvino

Maaf, salah ketik.
14.32

Hmm, ada apa?
14.33✅✅

Arvino

Udah pulang? Tadi aku lihat kamu sedang berjalan di lampu zebra cross. Aku memanggilmu, mau kuajak pulang.
14.34

Iya, baru sampai. Pantas tadi aku merasa seperti ada yang memanggilku.
14.35✅✅

Arvino

Daripada kamu lama menunggu bus, berangkat dan pulang sama aku saja.
14.36

Nggak, makasih. Kapan- kapan saja.
14.37✅✅

Arvino
Hmm, ya udah. Selamat beristirahat
14.38

Ia masih sama. Penuh perhatian. Aku menghela napas. Jangan ada perasaan lagi, Ja. Abaikan chatnya. Bismillah move on!

***


الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman [HR Abu Dawud 4833]

Segenggam Perjuangan Ikatan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang