12 BELUM REVISI

219 18 3
                                    

Tawamu adalah semesta bagiku.

***

Nafisha POV

Hari yang kutunggu tiba. Aku sudah didandani wedding organizer sejak pukul 6 pagi. Lantunan ayat suci Al- Qur'an telah dibacakan oleh ustad Abbas. Dan sekarang adalah pembacaan ijab qabul. Kuremas gamisku. Aku benar- benar gugup.

"Tenang, Fi. Insya Allah lancar," ucap Kak Sabhira menggenggam tanganku. Sedari tadi ia dan mama berada disampingku, menemaniku.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nafisha Sabriya Yumnaa binti Musthofa dengan maskawinnya yang tersebut tunai."

"Nak, kamu mempunyai kewajiban baru. Layani suami sepenuh hati. Patuhi suami. Ridho suami ridho Allah," nasihat mama berhamburan memelukku.

"Kami keluar dulu, ya. Sebentar lagi suamimu datang menjemput," ujar Kak Sabhira

Alhamdulillah. Sah. Sebentar lagi ia datang menjemput. Aku berdebar menunggunya datang.

Tok tok

Ia datang. Mendekat.

"Assalamualaikum," ucapnya

"Wa'alaikumussalam warrahmatullah," balasku sambil mencium tangannya.

"Bismillahirrahmannirrahim. Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi," ucapnya sambil memegang ubun- ubunku kemudian mengecup dahiku.

Aku berusaha tersenyum. Tapi aku justru tersenyum kaku.

"Senyumnya biasa dong. Jangan kaku," ujarnya sambil memasangkan cincin di tanganku.

Toktok

Ternyata sahabat- sahabatku datang. Kamarku menjadi ramai.

"Assalamualaikum," ucap Arisha

"Wa'alaikumussalam warrahmatullah. Aku kira kalian tidak datang," balasku berhamburan memeluk mereka

"Barakallahu fii kum," ucap Kayra sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Syukron," balasku

Kuperhatikan raut wajah ustad Syarif berubah.

"Aamiin. Syukron doanya," balas ustad Syarif

"Cie. Udah halal," celetuk Tisya

"Cie. Sebentar lagi menyusul," balas ustad Syarif

"Wah. Kapan Tis?dengan siapa?" tanya Any penuh antusias

"Hihihi. Tunggu aku sebar undangan," jawab Tisya

"Ya udah, kita mau nyicip makanan," ujar Faila

"Eh, Kayra. Aku mau minta tolong," panggilku. Kayra membalikkan badannya.

"Iya?"

"Aku keluar dulu," ujar ustad Syarif

"Tunggu. Disini aku mau bertanya pada kalian," cegahku

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Ustad Syarif.

"Asiif. Apakah sebelumnya kalian sudah saling mengenal?" tanyaku hati- hati.

"Bukankah kita pertama kali kenal 5 tahun lalu saat studi banding? Ada kau juga kan," sahut Kayra.

Ustad Syarif terdiam. Ia tidak berbicara.

"Apakah kalian saling menyukai sejak itu?" tanyaku

Uhuuk. Kayra terbatuk.

"Ngomong apa kamu, Fi?" sanggah Kayra

Dan lagi, ustad Syarif terdiam. Aku meliriknya lalu berdehem agar ia membuka mulut.

"Iya. Aku pernah menyukainya," timpal ustad Syarif

"Jadi, tulisan ini menunjukkan buktinya," ujarku sambil menunjukkan sebuah foto digawai

"Kamu pasti menemukannya di meja kerjaku kemarin. Aku sudah membakarnya hari ini,"

"Ehm. Kamu pasti salah paham, Fi. Mana mungkin aku menyukai ustad Syarif. Kamu juga tahu, aku terkadang masih chat dengan Arvino," celetuk Kayra.

"Masih disini? Ayo," ujar Rina yang muncul di depan pintu

"Oh,iya. Intinya aku minta maaf bila ada kesalahpahaman. Assalamualaikum," pamit Kayra.

"Wa'alaikumussalam warrahmatullah," balasku

"Dengar zaujaty, jangan cemburu. Itu udah lama, perasaanku sudah hilang. Kamu masih ingat kejadian 4 tahun lalu? Kamu berkunjung kembali ke pondok Nurul Hidayah? Aku mulai jatuh cinta padamu saat itu. Jika aku tak mencintaimu, tak akan mungkin aku menikahimu. Aku memilihmu untuk menyempurnakan agamaku dan menjadi teman hidupku," ucapnya sambil membelai kepalaku.

Aku menunduk terdiam.

"Lihat aku. Apakah aku berbohong?" tanya nya sambil mendekatkan wajahnya ke arahku. Jarak kami hanya beberapa senti.

Aku menggeleng. Pipiku memerah. Kupalingkan wajahku karena aku tak berani menatapnya.

"A...asiif jiddan," ucapku

Ia terkikik, "Uh. Zaujaty cemburu. Aku kira kau juga tak menyukaiku. Kau ini dulu begitu dingin dan cuek padaku,"

"Nggak," ucapku ketus

"Nggak salah," balasnya

Ia tersenyum jahil lalu memelukku.

Oh tidak. Ia membuatku berdebar dan tidak bisa bernapas. Kulepaskan pelukannya.

"Us--"

"Panggil mas dulu," selanya

"Ish. Ayo kita sapa tamu," pintaku

"Nggak. Sebelum kamu panggil aku mas,"

Aku terdiam, "Ma... mas, ayo kita sapa tamu- tamu."

"Yah, padahal kuingin berduaan dengan dirimu saja,"

"Mas, ayolah. Jangan manja,"

"Emang lagi manja, lagi ingin dimanja,"

Aku melotot. Kulemparkan bantal yang berada didekatku. Ia terkikik.

"Baiklah zaujaty," ujarnya sambil menggenggam tanganku

"Maafkan aku telah berprasangka buruk padamu. Tetaplah romantis dan tersenyum padaku," batinku

***

Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul dari timur atau bintang barat yang berpijar. Lalu ada yang bertanya, "siapa mereka itu?, "mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah 'Azzawajalla. (HR. Ahmad).

Segenggam Perjuangan Ikatan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang