08 BELUM REVISI

247 24 10
                                    

Konsekuensi dari pertemuan adalah perpisahan. Perpisahan semanis apapun, seindah apapun, tetaplah perpisahan. Ada cerita yang sejak detik itu harus berubah menjadi kenangan.

Kriing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kriing. Alarm smartphone Any telah berbunyi. Aku segera bangun diikuti yang lain.

"Hoaam. Baru jam 4 kurang 30 menit," ujar Kamila sambil menguap

"Bangun. Kita tidak boleh terlambat. Hari ini kita tampil lho," ujarku

"Aah! Aku baru tidur 3 jam, kamu dulu yang mandi. Aku ingin tidur lagi," sahut Inas diikuti anggukan yang lain.

"Ya udah," balasku sambil menyiapkan seragam dan handuk.

***

Setelah semua siap, kami menuju gedung sekolah. Ternyata di sana sudah cukup ramai. Syarif dan Wafi, teman Syarif sudah menyiapkan keperluan untuk upacara. Jadi, kami hanya tinggal berdoa bersama.

Setelah berdoa, kami bersiap diposisi masing- masing. Hatiku berdebar. Jangan sampai kami melakukan kesalahan. Para santri sudah berbaris, membuat kami semakin gugup.

Satu setengah jam kemudian...

Alhamdulillah upacara berjalan lancar. Setelah upacara, kami berfoto bersama dengan Syarif, Wafi, Rafa, dan Ustad Akmal Bakri. Ustad Akmal adalah pengasuh pondok pesantren Nurul Hidayah. Kulihat semua santri sangat menghormati beliau, termasuk Syarif. Ustad Akmal sangat baik dan ramah pada siapapun.

"Fotonya jangan terlalu dekat saya," ujar Syarif seraya bergeser agak menjauh

"Aasif," ucap Zahra

"Masha Allah, lelaki seperti itu langka ya Allah. Berbeda dengan cowok kebanyakan. Ia sangat menjaga jarak dari perempuan yang bukan mahram. Aku semakin mengagumimu, Akhy." batinku

"Cie, lihatin siapa?ustad Syarif?" ujar Tisya mengagetkanku.

"Iih. Nggak," bantahku

"Foto- fotonya sudah cukup, ya. Setelah ini kalian berganti baju. Kita akan ke pantai," seru Wafi

Seketika teman- temanku langsung bersorak gembira. Kami segera kembali ke homestay untuk berganti baju. Dan setelah siap, kami menuju pantai dengan mengendarai mobil milik pondok pesantren Nurul Hidayah.

***

Suasana pantai sepi pengunjung. Alhamdulillah, kami jadi lebih bebas. Bagiku tak ada satupun yang lebih biru, segar, dan bebas kecuali pantai. Kunikmati pemandangan indah ini. Seperti biasa, dimanapun dan kapanpun kami selalu selfie.

Aku bosan berselfie. Kuambil ranting yang ada didekatku. Aku mulai menulis namamu di pantai, tapi ombak menghapusnya. Tidak masalah, aku akan menulis namamu di hatiku.

"Cie. Kasihan namanya terhapus," ujar Tisya seperti biasa ia mengagetkanku

"Sst, kamu melihatnya?"

Segenggam Perjuangan Ikatan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang